Bab-- Tujuh Belas

28 1 0
                                    

🍓
🍓
🍓

SELAMAT MEMBACA TEMAN-TEMAN 🥰

🍓
🍓
🍓

Hari-hariku berjalan seperti biasa, tanpa kabar dari Mannaf, meskipun begitu aku tidak ingin terlalu larut dalam kesedihan, aku menyibukkan diri dengan urusan kuliahku karena sebentar lagi aku akan mengikuti ujian (tahfidz) sebagai persyaratan untuk tugas akhir.

Mannaf tidak pernah berhenti untuk mengukir prestasi hingga dia berhasil lolos pada tingkat propinsi dan melanjutkan kompetisi pada tingkat nasional kembali, kali ini untuk ke dua kalinya dia berkompetisi pada tingkat nasional, aku mengetahui kabar ini dari media sosial pribadi miliknya, karena dia tidak mengabariku perihal keberangkatannya.

Tepat hari ini, aku mengikuti ujian di kampus biru, aku mengikuti ujian sendirian tanpa Cell dan Ima, karena mereka belum bisa ikut disebabkan ada beberapa faktor, aku harap secepatnya mereka akan menyusulku.
Aku merasa bahagia setidaknya aku bisa ujian lebih dulu dibandingkan dengan Mannaf, aku juga senang karena aku berhasil melewati tahap demi tahap persyaratanku sebagai calon mahasiswi semester akhir.

Drttt.. Drt... Drt..
"Nay," ucap Mannaf.
Dia mengirim pesan kepadaku, setelah aku mengikuti ujian, kira-kira ada apa, apakah ada hal penting yang ingin dia bicarakan, gumamku.
"Iya, ada apa?," tanyaku
"Nay, selamat ya, ujian kamu lebih dahulu dibandingkan denganku," Ucap Mannaf.
"Terima kasih," jawabku.
Aku tidak pernah menyangka dia akan mengucapkan kata selamat untukku, ini untuk pertama kalinya dia mengirim pesan kepadaku setelah sekian lama dia menghilang, juga setelah sekian lama dia berubah padaku.
"Semoga aku juga bisa ujian secepatnya," jawabnya.
"Aku yakin kamu pasti bisa menyusulku secepatnya," Jaawabku.
Setelah bertukar pesan beberapa kali, dia tidak membalas pesanku, dia mengirim pesan hanya sebatas untuk mengucapkan kata selamat kepadaku, aku rasa itu lebih baik dibandingkan dengan dia yang sama skali tidak peduli denganku. Ketika dia mengirim pesan kepadaku, aku selalu bersikap welcome, aku tidak pernah bertanya prihal perubahan sikapnya, Aku juga tidak sempat menanyakan prihal keberangkatannya ke luar kota, dan dia juga tidak bercertita tentang kompetisi yang dia ikuti saat ini, dan hal-hal lainnya, aku yakin dia mempunyai alasan tersendiri.

***,******
Hari ini, tepat satu minggu keberangkatan Mannaf untuk berkompetisi pada tingkat nasional yang ke dua, setelah kepulangannya dia mengabariku bahwa dia berhasil memperoleh juara satu dalam kompetisi pidato tingkat nasional yang dilaksanakan di kota yang populer dengan sebutan Bumi Lancang Kuning.

"Nay, alhamdulillah aku berhasil meraih juara 1 pada kompetisi tingkat nasional kali ini ," ucap Mannaf mengirim pesan kepadaku.
"Kamu luar biasa," jawabku.
"Alhamdulillah, Nay aku bahagia," jawabnya.
"Aku juga ikut bahagia atas keberhasilanmu," jawabku.
"Terima kasih, Nay," jawabnya.
"Walaupun kamu belum mengikuti ujian tapi kamu berhasil menjadi yang terbaik di perlombaan kali ini, perjuangan kamu tidak sia-sia," Jawabku memuji Mannaf.
"Aku sangat bersyukur atas karunia dari Allah Swt untukku, semua ini atas doa dari orangtuaku, guru-guruku dan semua orang yang telah ikut mendoakan aku," Ucap Mannaf.
"Kamu yang sangat membanggakan untuk kampus kita tercinta," Ucapku.
"Aku sangat bersyukur bisa meraih juara pada kompetisi, ini merupakan salah satu mimpiku selama ini, Nay" Ucap Mannaf
"Alhamdulillah," Jawabku.
Lagi, lagi dan lagi dia berhasil menarik perhatian semua orang, juga berhasil mengharumkan nama kampus kami pada tingkat nasional. Meskipun hubungan kami tidak dekat seperti dulu lagi. Tapi aku sangat bangga atas pencapaiannya kali ini, aku sangat berharap dia tidak pernah sombong, semoga dia selalu menjadi orang yang rendah hati.

********
Hari yang aku tunggu-tunggu sudah tiba, hari ini aku akan wisudah (tahfidz), beberapa temanku hadir untuk memberikan selamat kepadaku, tapi aku tidak melihat kehadiran Mannaf.

"Hay... Nay," Ucap Cell, Ima, dan beberapa temanku sembari membawa satu tangkai bunga untukku.
"Kalian sosweet banget sih," Ucapku. Aku memeluk teman-temanku, tapi mataku tidak bisa berbohong, aku celingak celinguk mencari sosok Mannaf, aku berharap dia akan datang di hari spesialku ini.
"Nay, sepertinya kamu sedang mencari seseorang? kamu mencari siapa?," Tanya Cell.
"Apaan sih, aku ngga mencari siapa-siapa kok," Jawabku.
"Kamu jangan bohong sama aku, kamu mencari Mannaf, kan?," Tanya Cell.
"Kamu benar, aku berharap dia hadir disini, tapi ternyata dia tidak hadir," Ucapku.
"Mungkin Mannaf sedang sibuk atau ada kegiatan lain sehingga dia ngga bisa hadir di acara spesial kamu," Jawab Cell menghiburku.
"Hmm, entahlah," jawabku.
"Dari pada kamu sedih memikirkannya, gimana kalau kita berfoto," jawab Cell dan Ima secara serentak.
"Kok kalian ngomongnya samaan," ucapku.
"Biasalah kami kan satu hati," ucap Ima.
"Ayook kita berfoto," ucapku.
"Ayok," jawab ima dan Cell.
Aku, Ima, dan Cell berjalan ke arah tepat yang telah disedikan untuk berfoto.
"Pak kami mau foto bertiga," ucapku.
"Ayook nak booleh-boleh," jawab bapak fotografernya.
1, 2, 3, cekreek
"Kok ngga ada rasanya, sekali lagi pak," ucap Cell.
Kami bertiga berfoto lagi dengan gaya yang berbeda, atas permintaan Cell.
1, 2, 3, cekreek
"Gimana hasilnya, bagus ngga?" tanya fotografernya.
"Keren, pak," ucap kami.
"Kita pulang yuk," ucapku.
Setelah selesai berfoto, aku mengajak ima dan cell untuk pulaang.
"Ayook, tapi kamu jangan sedih ya Nay," jawab Cell.
"Ngga kok," jawabku.
"Bye," ucapku.
"Bye," jawab Cell sembari melambaikan tangganya.
"hati-hati," ucap Ima sembari berjalan.
Akhirnya aku dan teman-temanku pulang ke rumah kami masing-masing, aku masih saja sedih karena Mannaf, dia benar-benar sudah tidak peduli denganku

******
Setelah tiba di rumah, aku mencoba menenangkan diri, aku harus berpikir positif, Mannaf tidak mungkin sejahat ini kepadaku, apalagi hari ini merupakan hari bahagia untukkuSudah satu tahun setengah aku dan Mannaf tidak pernah bertemu, komunikasi kami hanya melalui via chatting,

Drtt... Drttt...
"Nay, maaf aku tidak bisa hadir di hari spesial kamu soalnya aku masih sedih karena aku belum ujian seperti kamu di tahun ini," ucap Mannaf.
"Ngga apa-apa, aku mengerti," jawabku. Padahal di dalam hatiku, aku ingin dia hadir meskipun hanya memberi kata semangat untukku' aku ingin berfoto denganngnya, tapi biarkan semua ini tersimpan di dalam hatiku saja.
"Terima kasih karena kamu selalu mengerti dengan segala kondisiku," ucap Mannaf.
"Iya sama-sama, aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu, jika ada yang ingin kamu tanyakan perihal ujian kemarin, silahkan kamu tanyakan padaku, aku siap membantu kamu," ucapku.
"Terima kasih Nay," ucapnya
"Sama-sama, Mannaf," jawabku
Aku tidak ingin bertanya banyak hal kepadanya, meskipun pertanyaan di otakku datang silih berganti, biarkan dia bersikap sesuai keinginannya, aku takut, jika aku terlalu banyak bertanya, dia akan ilfil bahkan menjauhiku, aku tidak mau dia benar-benar pergi dariku, biarkan dia seperti ini, biarkan dia menyadari ketulusanku.

~
"Menunggumu Bukanlah Hal Yang Sulit Bagiku, Tapi Maukah Kamu Menjemputku"
~

🍓
🍓
🍓

TERIMA KASIH TEMAN-TEMAN 😁

🍓
🍓
🍓

Me And Blue Campus (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang