Bab-- Lima Belas

30 1 0
                                    

🍓
🍓
🍓

SELAMAT MEMBACA TEMAN-TEMAN 🥰

🍓
🍓
🍓

Drrt...Drttt
Setelah beberapa bulan, Mannaf tidak pernah menghubungiku. Tepat hari ini dia mengirim pesan kepadaku, isinya pasti sangat penting. Sesuai dengan perjanjian kami beberapa bulan lalu. Kalau mau bertukar pesan yang penting-penting saja. Selebihnya, tidak perluh!.

"Nay, hari ini aku mau berangkat keluar kota untuk berkompetisi, mungkin sekitar satu minggu aku berada disana," Ucap Mannaf.
"Hah? kamu mau keluar kota? Untuk berkompetisi?," tanyaku.
Kali ini, bukan untuk pertama kalinya dia pergi ke luar kota untuk berkompetisi, sejak awal kuliah pun dia sudah melanglang buana ke berbagai tempat, apalagi kalau bukan untuk berkompetisi.
"Iya, Nay," jawab Mannaf.
"Oke, hati-hati, yah," jawabku.
"Nay, doakan aku bisa menjadi yang terbaik diantara yang baik," jawab Mannaf.
"Aku selalu menoakan kamu, kamu jaga diri baik-baik ya," ucapku.
Meskipun kami tidak pernah bertemu lagi, bahkan berkomunikasi pun jarang, tapi keika dia mau berangkat kemanapun dia pasti menghubungiku via chat.
"Semoga aku pulang membawah kemenangan," ucapnya.
"Aamiin," jawabku.
Dia mengirim pesan kepadaku, hanya untuk memberi tahu kalau dia mau keluar kota, tanpa menanyakan prihal kabarku. Padahal aku sangat merindukan dirinya, merindukan segala tentangnya termasuk perhatiannya. Sekarang keadaan sudah berubah, komunikasi kami tidak intens seperti dulu lagi, tapi aku yakin prasaan Mannaf tidak akan berubah kepadaku, dia masih menjadi seorang Mannaf yang aku kenal seperti ahulu.

Setelah beberapa hari dia di sana, dia menghilang tanpa kabar, biasanya Mannaf selalu memberi kabar kepadaku, mulai dari keberangkatannya hingga ketika dia sudah sampai di tempat kompetisinya, bahkan ketika dia mau pulang lagi ke Bumi Sriwijaya, dia tidak pernah lupa untuk memberi kabar kepadaku.

Tapi, kali ini ada yang berbeda, Mannaf sama sekali tidak mengabariku ketika dia sudah tiba di tempat kompetisi hingga dia pulang, aku mulai khawatir dengan perubahan sikap Mannaf,
Setiap hari, aku selalu menanti kabar darinya. Tepat hari ini, genap satu bulan Mannaf pulang dari kompetisi. Aku sudah berkali-kali mengirim pesan kepadanya tapi tidak pernah mendapatkan respon dari Mannaf. Mannaf tidak pernah membalas pesanku, apalagi untuk menelponku sehingga aku meminta bantuan dengan salah satu teman sekelasnya agar dia mengirim pesan kepada Mannaf.

Aku pikir, selama ini dia benar-benar sibuk dengan segala aktivitasnya. Tapi, kenyataanya terbalik. Hatiku retak ketika membaca pesan dari temannya. Pesan yang dia kirim oleh temannya di balas oleh Mannaf hanya dalam bebera menit saja, sedangkan beberapa pesan dariku selalu diabaikan olehnya.

Hubungan yang dulu terbangun di atas pondasi yang saling menguatkan namun kini tampak saling merapuhkan. Salahkah jika Kepercayaanku tidak pernah hilang untuk Mannaf, aku masih memiliki keyakinan yang teguh kepada Mannaf, aku yakin dia melakukan semua ini pasti memiliki sebuah alasan.

Setelah benar-benar bosan dengan keadaan yang sedang aku alami, aku menghibur diri dengan cara berjalan-jalan ke luar kota bersama teman-temanku. Kami pergi hanya ber-4 yaitu: Aku, Sri, Afdal dan Rian. Mereka, teman-teman masa SMA-ku, mereka juga satu kampus denganku. Tapi, kami berempat jarang bertemu, bisa dikatakan kami saat ini reuni. Liburan kali ini, khusus untuk sahabat masa SMA, sehingga Cell dan Ima tidak ikut.

Kami pergi mendaki sebuah gunung, tempatnya tidak terlalu jauh dari kota kami, jaraknya sekitar enam jam perjalanan. Disini kami melihat hamparan kebun teh yang sangat luas bersama sejuknya udara gunung yang membuat pikiran kami terasa damai. Sikap aku yang hangat membuat orang-orang yang berada di dekatku merasa nyaman, padahal rasanya aku bersikap biasa saja, kalau aku bersikap peduli kepada sahabat, tidak ada yang aneh, kan?
Aku berharap, cepat atapun lambat, aku bisa mengubur rasa sakit hatiku sebab sikap Mannaf yang berubah padaku, tapi, ada hal baru yang tidak aku duga, ternyata selama ini Rian menyimpan rasa denganku. Rian tidak pernah mengatakannya kepadaku, dia hanya bercerita kepada Afdal, Afdal bercerita kepada Sri, dan sampailah ke telingaku. Entahlah apa yang membuat Rian tertarik padaku. Moodku mulai hilang, karena aku sama sekali tidak pernah berpikir kalau Rian menyimpan rasa padaku. Aku hanya menginginkan hubungan kami hanya sebatas sahabat saja. Tidak pernah lebih.

Me And Blue Campus (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang