Chapter Thirty Three

484 87 56
                                    

Happy Reading
Jangan lupa vote dan komen💜

۝

Menatap bangunan bergaya eropa di depannya ini membuat Myungsoo ngeri. Ingin melangkah masuk tapi nanti bisa membawanya kembali ke masa lalu yang ingin sekali dia lupakan. Tapi kalau berbalik dia tidak akan bisa menyembuhkan trauma yang menimpanya. Memang yang paling sulit itu bergelut dengan batin sendiri.

"tidak masuk, nak?" Sapa salah seorang suster yang perawakannya sudah seumur ibu kandungnya.

Myungsoo bergeming bingung harus menjawab apa.

"anaknya ibu Hojung kan?" Suster tersenyum, "beliau sering menyebut namamu, walau sebagian ingatannya sudah hilang tapi kalau soal puteranya beliau selalu lancar bercerita."

Dalam hati Myungsoo berpikir apa yang ibunya ceritakan. Apa bercerita kalau dia yang membunuh ayahnya? Atau bercerita betapa menyesal punya anak sepertinya?

"kau harus menemuinya. Dia sakit, nak. Setidaknya ibu Lee Hojung harus  menghabiskan hari-hari terakhirnya denganmu."

Myungsoo menoleh dengan kerutan di dahi. Setelahnya sang suster bercerita keadaan memprihatinkan ibunya yang ternyata bukan hanya mengidap demensia. Lee Hojung memiliki kanker paru-paru stadium akhir. Kebiasaan merokoknya dulu membuat penyakit bersarang dalam tubuhnya. Tidak tahu harus bereaksi apa Myungsoo hanya memperhatikan wanita paruh baya yang sudah tinggal kulit dan tulang itu dari jauh.

Tidak lama Myungsoo pun melangkah perlahan menuju sang ibu yang tengah duduk di kursi roda sambil memegang beberapa bunga yang tadi ia petik di kebun panti jompo. Mata wanita itu membulat melihat kehadian sosok asing namun begitu familiar di depannya. Bunga yang ada di tangannya terjatuh ke tanah dan di pungut oleh Myungsoo.

Sadar kalau ibunya hanya memetik satu jenis bunga saja Myungsoo berucap, "bunga anyelir merah muda, yang bermakna kasih sayang abadi seorang ibu terhadap anaknya."

Lee Hojung mendongak, menampilkan wajah yang selama ini tidak ingin Myungsoo ingat. Wajah yang pernah menatap penuh kebencian padanya. Bahkan saat kedua maniknya bersinggungan dengan sorot sang ibu rasa takut itu masih ada.

"apa bunga ini mewakilkan perasaan anda untuk seseorang?"

Anyelir yang ia pungut tadi ia beri dan letakkan pada tangan ibunya. Myungsoo mengamati tangan kurus itu, dulu tangan ibunya adalah hal yang paling ia takuti karena tangan itu tangan yang menampar dan memukulnya kalau dirinya tidak lancar membaca. Tapi sekarang lihat betapa tangan menakutkan itu berubah menjadi tak berdaya, senyum miring terukir di wajah Myungsoo.

"putraku. Bunga ini untuk putraku." Jawab Lee Hojung.

"jadi anda memiliki putra?"

Ibunya tersenyum,  "hem. Namanya Kim Myungsoo, usianya delapan tahun. Dia anak yang pintar, putraku sangat pintar."

Hati Myungsoo mencelos. Matanya bahkan sudah memerah, sebisa mungikin Myungsoo mencoba tidak menangis. Ibunya tak mengenalinya mungkin bisa ia mengerti karena beliau mengidap demensia. Tapi mendengar sang ibu yang memuji Myungsoo kecil membuatnya merasa sakit dan heran bersamaan.

"bukankah anda membenci Kim Myungsoo? Dia anak tidak berguna dan bodoh."

Delikkan tajam terlihat dari mata sang ibu. Wanita itu mendorong Myungsoo kasar dan menggeram. "jangan berani-berani menghina anakku! Atau kau akan tahu akibatnya." Bentaknya pada Myungsoo.

Tiba-tiba saja hatinya memanas, dengan penuh emosi Myungsoo menghardik, "kau sendiri yang bilang kalau Kim Myungsoo adalah buatanmu yang gagal. Kau juga membuangnya bukan?!"

If I Loose You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang