***
"Love song that only for you, I wanted to make it. Aku ingin memberitahumu, kenangan bahagia kita. Aku ingin menulisnya dalam melodi indah. Sebuah lagu yang tidak pernah didengar siapa pun. Aku sendirian. This is not a love song. There is no love song, after you left me. Liriknya yang penuh luka ia gambarkan dengan melodi-melodi manis. Ia kemas kesedihannya bersama gula-gula manis warna-warni, menjadikannya tidak begitu menyedihkan tapi tetap penuh dengan cinta. This is not a love song oleh Eric Nam, membawa semua pendengarnya dalam perjalanan tenang setelah putus cinta. Song Mino, Tiny Dot Magazine edisi Agustus 2020."
Seorang direktur, kepala redaksi, empat orang editor dan dua orang asisten siang ini tengah berkumpul. Di dalam ruang pertemuan dengan sebuah meja kayu besar nan kokoh yang di kelilingi kursi-kursi nyaman mereka berkumpul. Ada laptop di depan masing-masing peserta meeting siang ini. Mereka berkumpul untuk membicarakan isi dalam majalah mereka yang akan terbit akhir bulan ini. Satu persatu artikel dalam majalah mereka akan dibicarakan hari ini.
Tiny Dot Magazine, sebuah majalah tentang musik yang terbit satu kali setiap bulannya. Cinta, penderitaan, emosi, perasaan, keresahan, humor, semua hal yang bisa digambarkan dalam musik tertulis dalam Tiny Dot— Destiny, it's just a tiny dot. Bekerja sebagai anak perusahaan dari sebuah label musik ternama, Tiny Dot mengukir nama mereka sendiri di hati para pembaca. Bukan hanya lagu-lagu hits yang menduduki top chart mingguan, Tiny Dot juga membahas lagu-lagu bermakna yang tidak banyak di dengar orang.
Aku menemukan banyak lagu baru melalui Tiny Dot Magazine!
Aku menemukan banyak hidden gem berkat Tiny Dot!
Selera musik editornya luar biasa! Apa mereka menonton YouTube setiap hari untuk mencari lagu-lagu indah yang tersembunyi?
Membaca Tiny Dot jauh lebih menenangkan daripada membaca buku motivasi!
Aku menemukan lagu cinta untuk melamar kekasihku dari Tiny Dot! Terimakasih editor!
Berbagai komentar positif membanjiri laman majalah itu, namun sayangnya mereka kekurangan editor. Dua orang editor yang bertanggung jawab atas iklan dan dua orang editor bertanggung jawab atas konten bulanan mereka. Memang mereka menerima beberapa artikel dari penulis-penulis freelance, namun tetap saja harus ada seseorang yang menjamin kualitas artikel-artikel itu. Dengan terbatasnya karyawan, mereka harus bekerja ekstra keras setiap bulannya. Terlebih di minggu terakhir sebelum majalah mereka harus dicetak.
"Sungguh Editor Song yang menulis ini?" tanya sang direktur. "Ini tidak seperti tulisanmu, kau tidak menyalin pekerjaan orang lain kan?" sindirnya, membuat kepala redaksi di ruang meeting itu ikut gugup karenanya.
"Siapa yang menulis itu?" tanya Lee Seungri— kepala redaksi Tiny Dot, tanpa suara. Raut wajahnya menunjukkan dengan sangat jelas kekhawatirannya.
Tanpa sadar, Song Mino yang di desak melirik seorang asisten wanita di sebelahnya. Ia buat kepala redaksi juga direkturnya ikut melirik. "Kau yang menulisnya, asisten Kim?" tanya sang direktur, dengan raut tidak sukanya.
"Aku minta maaf," gumam Jennie Kim, asisten editor di Tiny Dot. "Editor Song kesulitan memenuhi batas tenggangnya, jadi aku sedikit membantunya. Maaf kalau artikelku tidak-"
"Hapus nama Song Mino, ganti jadi Jennie Kim. Cukup untuk hari ini. Sekali lagi kau mengakui tulisan orang lain sebagai milikmu, kau dipecat, ini peringatan pertama dan terakhir," simpul sang direktur, sama sekali tidak mempedulikan suasana canggung di dalam ruang pertemuan itu. Setelah ini, Jennie pasti akan kena marah karena kata-katanya. Jennie akan dimarahi karena ia telah membuat Editor Song Mino hampir dipecat. "Ah! Seorang editor baru akan datang besok pagi. Kepala Lee, suruh dia mulai menulis artikel untuk bulan depan," pesan pria itu, sebelum ia benar-benar meninggalkan ruang pertemuannya, melangkah beberapa langkah kemudian masuk ke dalam ruang kerjanya.
Kantor Tiny Dot Magazine berada di gedung yang sama dengan VIP Music— label musik yang jadi perusahaan inti majalah itu. Mereka memakai lantai satu dan dua dari gedung dua belas lantai itu, sedang di atas mereka ada sebuah label musik lengkap dengan studio-studio rekaman super mewahnya.
Kwon Jiyong yang jadi Direktur di Tiny Dot Magazine berteman dekat dengan Choi Seunghyun, pemilik VIP Music. Sang direktur tidak berasal dari keluarga kaya raya. Sebelumnya ia seorang musisi tanpa nama, karir musiknya tidak berjalan lancar karena ia tidak bekerja di satupun label musik maupun agensi. Musiknya independen waktu itu, dan ia kesulitan untuk bersaing di dunia musik yang penuh bisnis. Menyerah pada karirnya, lantas ia mulai bekerja di bawah perusahaan-perusahaan besar, menjadi staff, karyawan, kepala bidang sampai akhirnya kemampuannya diakui dan ia ditunjuk sebagai direktur untuk anak perusahaan itu.
Kini pria itu terbilang sukses, seorang direktur muda yang menumpuk sendiri tangganya untuk naik. Tanpa bantuan orangtua maupun kerabatnya, ia berhasil naik sampai ke posisinya sekarang. Meski begitu, meski terlihat sangat sempurna, ia tidak benar-benar begitu. Kepribadiannya buruk terhadap orang-orang yang bekerja untuknya. Lembur, omelan, kritik pedas, ancaman— hanya itu yang rutin ia berikan pada anak buahnya. Standar kerjanya yang terlalu tinggi, sulit diikuti bawahan-bawahannya. Oleh sebab itu mereka kekurangan orang— karena tidak ada yang ingin bekerja di bawah sang direktur keji seperti Kwon Jiyong. Semua orang mengundurkan diri bahkan sebelum menerima gaji bulan pertama mereka.
Keesokan harinya, editor baru itu datang. Datang dengan sebuah sport car merah yang diparkir tepat di depan gedung, tepat di pukul delapan pagi bersamaan dengan Direktur Kwon yang datang bersama sedan mewahnya. Bersamaan, mobil keduanya berhenti di tempat parkir. Terparkir bersebelahan, dengan suasana dramatis yang tidak dibuat-buat. Bersamaan lagi, Direktur Kwon dan editor baru itu keluar dari mobil.
Bersikap seolah mereka tidak saling kenal, keduanya melangkah masuk ke dalam kantor majalah. Direktur Kwon berjalan lebih dulu, sementara si editor baru berjalan beberapa langkah di belakangnya. Setelah melewati beberapa ruangan— ruang tim marketing dan urusan lainnya— Direktur Kwon mendorong pintu kaca di ujung lorong. "Editorial Room Tiny Dot Magazine" begitu yang tertulis di atas pintunya. Ruang luas yang terbagi jadi beberapa lingkungan kerja termasuk ruang direkturnya. Penuh warna dan banyak perabot bergaya modern minimalis.
"Selamat pagi, aku Lalisa Kim, editor baru di sini, aku akan mulai bekerja hari ini, mohon kerjasamanya," ucap sang editor baru begitu ia mendorong kembali pintu yang dibiarkan tertutup oleh sang direktur. Kini semua mata menatapnya. Asisten editor, editor lain, kepala redaksi termasuk direktur majalah itu menoleh menatap si editor baru yang memperkenalkan dirinya dengan sangat santai.
Kwon Jiyong sang direktur mengangkat tangannya, melihat jam yang melingkar di pergelangannya. Menyadari sikap sang direktur, Kepala Redaksi Lee lantas menyadari perannya. Ia harus marah karena Lisa datang terlambat. "Bagaimana bisa kau datang terlambat di hari pertamamu bekerja?!" kesal Kepala Redaksi Lee, membaca pesan yang Direktur Kwon gambarkan dengan sikapnya.
"Aku tidak terlambat, ini masih jam delapan," geleng editor baru itu, menunjuk jam dinding besar yang ada di satu sisi dinding ruang besar itu. "Kalau aku terlambat, berarti dia juga terlambat, iya kan? Kami datang bersama," susulnya, menunjuk Jiyong dengan jari rampingnya yang dihiasi sebuah cincin tipis pada tengah buku jarinya. Ia dan logikanya mengejutkan semua orang dihari pertamanya bekerja.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare for The Devil
FanfictionDalam pikirannya, ia yang paling kejam. Dalam kenangannya, ia yang paling keji. Namun gadis itu datang kemudian menyeretnya ke mimpi buruk dalam terowongan gemerlap tanpa ujung.