***
"Kenapa kau kesini?" malas Jiyong, setelah Lisa menutup pintu ruang kerjanya dan Jiyong menutup tirai di dalam ruang kerja itu. Membuat orang-orang yang bergosip tidak bisa melihat mereka dari luar. Siang ini Jiyong baru saja melihat postingan di website kantornya, membaca beberapa komentar kejam kemudian menerima panggilan dari atasan yang sudah melihat postingan itu.
"Tentu saja tidak mengantar makan siang atau mengajakmu makan siang bersama. Oppa pasti sibuk. Tapi aku butuh bantuanmu. Apa yang harus aku lakukan kalau mobilku hilang?" tanya Lisa.
"Hah?! Mobilmu hilang?!"
"Hmm..." angguk Lisa. "Tadi aku pergi ke bioskop. Aku memarkir mobilku di pinggir jalan dekat minimarket, tapi saat aku kembali mobilku tidak ada. Aku bertanya pada kasir minimarketnya, tapi dia juga tidak tahu. Dia baru saja datang dan temannya yang bekerja di shift sebelumnya sudah pulang. Dia bilang mobilku mungkin di derek karena aku parkir sembarangan tapi aku tidak tahu kalau di tempat itu tidak boleh parkir."
"Kau menemukan surat tilangnya?"
"Tidak, tidak ada yang menghubungiku."
"Biasanya surat tilangnya ditaruh di sekitar tempat itu, di tiang listrik atau tiang larangan parkir."
"Tidak ada tiang seperti itu di sana, karena itu aku tidak tahu kalau di sana tidak boleh parkir."
"Augh! Kau pergi ke bioskop kenapa parkir di sana?! Bioskop pasti sepi di hari kerja begini! Kenapa tidak parkir di bioskop saja?!" sebal Jiyong, yang kini meraih handphonenya, menelepon asistennya agar pria itu mencari mobil Lisa di kantor polisi lalu lintas.
"Aku pasti punya alasan kenapa parkir di sana! Jangan memarahiku!" protes Lisa, yang selanjutnya terkejut karena Jiyong tahu nomor kendaraannya. "Pinjam mobilmu, aku ada janji di bandara dua jam lagi tapi harus membeli sesuatu untuk hadiah."
"Jangan sampai hilang juga," jawab Jiyong, memberikan kunci mobilnya.
Lisa tersenyum, mengiyakannya. Ia melangkah menghampiri Jiyong di kursinya, kemudian mencium pipi Jiyong, berterimakasih atas bantuan pria itu juga berpamitan untuk melanjutkan aktifitasnya. Namun Jiyong justru kesal. Jiyong menyuruh Lisa untuk berhenti menciumnya. Tanpa mengatakan kalau ciuman Lisa membuatnya hampir goyah. Ciuman-ciuman ringan yang Lisa berikan membuatnya tersiksa karena semakin menginginkan wanita itu, membuat dadanya terasa hangat, membuat perkelahian antara dua sisi dirinya jadi semakin sengit.
"Aku akan berhenti kalau oppa menciumku," santai Lisa, sengaja mengerucutkan bibirnya di depan Jiyong. Secara tidak langsung, gadis itu mengatakan kalau ia tidak akan pernah berhenti.
"Heish! Tidak akan! Sana pergi!" usir Jiyong, sedang Lisa menaikan bahunya. Lihat saja nanti, siapa yang akan lebih dulu menyerah— ancam Lisa melalui tatapan dan raut wajahnya. "Tunggu, Lisa-"
"Ya?" Lisa berbalik, melepaskan tangannya dari gagang pintu untuk kembali menatap Jiyong yang tetap di kursinya. "Mau ku cium lagi?" godanya, dengan sedikit kekehan kecil.
"Tidak jadi. Nanti saja. Pergilah," urung Jiyong, membatalkan niatannya untuk memberitahu Lisa tentang rumor yang beredar di antara mereka.
Karena para eksekutif tahu kalau Jiyong belum menikah. Karena mereka juga tahu kalau Jiyong hampir jadi menantu di keluarga Lisa— si anak konglomerat. Rumor yang beredar itu tidak memberikan banyak dampak buruk pada Jiyong. Beberapa orang memang menghubungi Jiyong, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun pembicaraan itu selesai setelah Jiyong menjelaskan situasinya— kalau ia belum menikah dan orang-orang salah paham karena sampai beberapa hari lalu Lisa masih bekerja untuknya.
Satu-satunya masalah yang Jiyong pikirkan adalah reaksi Lisa saat mendengar tentang rumor itu. Jiyong khawatir Lisa akan sangat sedih karena membaca komentar yang ada di postingan itu. Sebagai salah satu direktur di sana, Jiyong memang bisa menghapus postingan itu. Namun bagaimana kalau seseorang sudah menyebarkan postingan itu ke website lain? Bagaimana kalau seseorang bertanya langsung pada Lisa? Kalau seseorang menunjukkan postingan itu pada Lisa? Jiyong khawatir Lisa akan terluka karenanya— meski selama ini gadis itu sudah sering terluka karenanya.
Lisa melangkah keluar, namun baru beberapa langkah meninggalkan ruang kerja Jiyong, gadis itu berbalik. Ia berdiri di depan pintu ruang kerja Jiyong, membuka pintunya kemudian bicara, "ah! Oppa, harus aku menjemputmu nanti sore?" tanyanya.
"Tidak. Tinggalkan saja kunci mobilmu di sini," jawab pria itu, di detik selanjutnya ia mengulurkan tangannya untuk meraih kunci mobil yang Lisa lempar dari ambang pintu. Jiyong menatap Lisa untuk beberapa detik, hampir marah karena gadis itu tiba-tiba melemparkan kuncinya. Membuat Jiyong terlihat seperti pria penurut yang cepat tanggap. Seperti seekor anak anjing kecil yang menuruti semua perintah majikannya.
"I love you, sampai ketemu nanti," susul Lisa, lagi-lagi membekukan tubuh pria yang duduk di kursinya. Tidak bisa terus begini. Jiyong jadi semakin goyah setiap kali bertemu dengannya. Pantaskah aku mendapatkannya lagi? Apa aku boleh sedikit bahagia sekarang?— ragu Jiyong.
Bukan hanya Jiyong yang mendengar Lisa. Rekan kerja lainnya juga mendengar Lisa. Terutama Mark yang kebetulan berdiri di belakang Lisa, hendak menghampiri Jiyong untuk mengantarkan salinan berkas yang Jiyong butuhkan. Dengan canggung Mark memutar bola matanya, melangkah mundur dengan gerakan gugup.
"Ada apa denganmu? Kau baik-baik saja?" tanya Lisa, memperhatikan Mark, kemudian menatap rekan-rekan kerja lainnya. Sayangnya tidak ada yang berani membalas tatapannya. Semua orang terlihat seolah ingin cepat-cepat bergunjing karena kedatangan Lisa hari ini.
"Tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin memberikan berkas yang Direkrut Kwon minta," canggung Mark dan Lisa menganggukan kepalanya, mempersilahkan Mark untuk masuk sementara gadis itu berpamitan pergi dari sana. Sampai di mobil Jiyong, Lisa mendapatkan dua buah pesan. Dari Jiyong juga Jennie yang masuk hampir bersamaan.
"Hati-hati," tulis Jiyong dalam pesannya, sedang Jennie hanya mengirimkan tangkapan layar dari postingan yang ramai dibicarakan pagi ini tanpa pesan apapun.
"Ah... Jadi mereka sudah bergunjing? Maaf oppa, kau harus lebih sering mendengar namaku agar cepat melupakan Sohyun eonni," gumamnya setelah membaca pesan yang Jennie kirim. "Aku akan membantumu melupakan Sohyun eonni, secepatnya," susulnya, kali ini sembari menyalakan mobil Jiyong, melaju meninggalkan gedung perkantoran itu. Lisa berencana pergi ke bandara untuk mengantar Eric yang akan kembali ke Paris.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare for The Devil
FanfictionDalam pikirannya, ia yang paling kejam. Dalam kenangannya, ia yang paling keji. Namun gadis itu datang kemudian menyeretnya ke mimpi buruk dalam terowongan gemerlap tanpa ujung.