21

286 81 0
                                    

***

Setelah kembali dari tempat parkir— mengantar orangtua Lisa ke mobil mereka— Jiyong melihat Lisa berdiri di dekat pintu utama rumahnya. "Dasar penipu," cibir Lisa, menatap sinis pada pria yang baru kembali itu. "Katanya oppa menyerah, kenapa justru mengadu? Aku jadi harus mengundurkan diri sekarang!"

"Hm... Aku akan mengizinkannya. Tinggalkan saja surat pengunduran dirimu di meja makan. Aku tunggu sampai besok pagi-"

"Ya! Oppa benar-benar akan melakukan ini padaku?! Aku tidak mau bekerja di perusahaan ayahku!"

"Kalau begitu pulang saja ke rumahmu. Jangan tinggal di sini."

"Tidak. Aku tidak akan menyerah semudah itu. Aku tidak akan tertipu lagi," sebal Lisa, berbalik, meninggalkan Jiyong yang masih melepaskan sepatunya di depan pintu. "Ah! Aku lupa," susulnya, kembali menghampiri Jiyong, mencium bibir pria itu untuk beberapa detik kemudian melangkah dengan sangat tenang masuk ke dalam kamarnya. Meski masih membeku di tempatnya, Jiyong bisa mendengar Lisa menekan beberapa tombol di kunci pintu kamar tamunya.

Gadis itu benar-benar mengunci pintu kamar tamu agar Jiyong tidak bisa masuk dan menyingkirkannya diam-diam. Tidak lucu kalau Lisa bangun dari tidurnya dan tiba-tiba dia sudah ada di tempat lain karena Jiyong memindahkannya.

Kemudian pagi datang, dan Jiyong benar-benar melihat surat pengunduran diri di atas meja makan. Tidak seperti surat pengunduran diri lainnya, yang ditulis dengan formal di atas selembar kertas lalu di simpan dalam amplop, Lisa hanya meninggalkan selembar kertas dengan beberapa kata yang ditulis tangan di atasnya.

"Aku mengundurkan diri, puas?!" tulis gadis itu, membuat Jiyong merasa sedang dimaki saat membacanya.

"Tsk... Kekanakan," cibir Jiyong, meninggalkan surat pengunduran itu di meja makan sementara ia mulai menyesap kopinya dan bersiap-siap untuk pergi bekerja. Sebelum berangkat, Jiyong membalas surat pengunduran diri yang Lisa berikan. "Tulis ulang surat pengunduran dirimu, kirim ke Kepala Redaksi Lee," tulis Jiyong, di bawah tulisan tangan Lisa.

Lisa yang kekanakan di rumah, ternyata tidak begitu buruk ketika sampai di kantor. Saat Jiyong tiba di kantor hari ini, ia melihat Lisa sudah duduk di kursinya, menyelesaikan pekerjaannya. Dugaan Jiyong kalau Lisa masih tidur di kamarnya ternyata salah. Satu hari penuh Lisa sibuk di kantor, menyelesaikan apa yang bisa ia selesaikan. Sebisa mungkin ia pergi dari kantor tanpa memberatkan rekan-rekannya.

"Editor Kim, anda tidak pulang?" tanya Song Mino, yang belum tahu tentang surat pengunduran diri Lisa. Lisa berencana memberitahu semua orang besok, setelah ia selesai dengan pekerjaannya.

"Sebentar lagi. Masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan."

"Selesaikan saja besok. Tenggat waktunya masih lama," komentar Seungyoon membuat Lisa tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya— tenggat waktu Lisa besok, bukan dua minggu lagi seperti yang lainnya.

"Sesuatu terjadi di rumahku, aku hanya punya waktu sampai besok," sedih Lisa. "Besok aku harus mengundurkan diri," susulnya, mengejutkan orang-orang di sana— kecuali Jiyong yang sudah lebih dulu pergi sejak jam dua sore tadi.

Untuk beberapa detik, Lisa bercerita kalau ia harus bekerja di perusahaan milik ayahnya. Lisa tidak menginginkan itu, namun ia tidak punya pilihan lain. Ia juga meminta rekan-rekannya untuk tidak terlalu sedih, sebab ia punya cara untuk terus menemui rekan-rekan kerjanya di sana. "Luangkan waktu kalian besok untuk pesta perpisahanku, oke?" senyum Lisa, yang selanjutnya mengeluh karena harus bekerja di perusahaan milik ayahnya. Entah menjadi kepala bagian atau manager cabang, Lisa harap pekerjaannya tidak akan terlalu membosankan.

Lisa masih ada di kantor bahkan setelah semua orang pergi. Sendirian ia kerjakan tugas-tugasnya. Sampai di pukul sebelas malam, pintu utama terbuka. Lisa menoleh untuk melihat siapa yang datang dan itu Jiyong. "Apa yang kau lakukan disini? Pulanglah," ucap Jiyong, yang datang dengan pakaian kerjanya versi sedikit lebih berantakan.

"Masih ada pekerjaan-"

"Kerjakan di rumah, di sini berbahaya," potong Jiyong. "Seorang dari tim marketing baru saja di lecehkan atasannya. Pulanglah," ucapnya bersamaan dengan datangnya seorang kepala staff keamanan, menyusul Jiyong yang hendak masuk ke ruang kerjanya. Jiyong tidak datang untuk Lisa, pria itu datang setelah di telepon asistennya, dikabari tentang berita pelecehan yang terjadi beberapa jam lalu.

"Tidak boleh kah aku tetap di sini dan pulang bersamamu nanti?" tanya Lisa, sedikit berteriak agar Jiyong yang hampir sampai di pintu ruang kerjanya bisa mendengarnya.

"Ya." Singkat Jiyong, dan setelahnya Lisa bisa melihat beberapa orang lainnya datang menghampiri Jiyong di ruang kerjanya.

Dari posisinya, Lisa bisa melihat kalau Jiyong marah. Pria itu sampai memukul meja kerjanya, memarahi beberapa pria yang kini berdiri menunduk di depannya. Jiyong marah, karena ternyata pelecehan yang dialami staff dari tim marketing itu bukan pertama kalinya. Sudah beberapa kali staff itu dilecehkan, namun tidak ada yang berani menegur pelaku sampai malam ini pelaku mencoba memperkosa anak buahnya sendiri, di kantor dan tertangkap kamera CCTV.

Lewat tengah malam, Jiyong baru selesai dengan urusannya. Pria itu menelepon beberapa orang, membicarakan banyak hal, mencari tindakan yang tepat untuk kasus mengerikan yang terjadi malam ini. Jiyong ingin melaporkan pelaku ke kantor polisi, memenjarakannya, meski orang-orang di atasnya tidak mengizinkan itu. Orang-orang dari perusahaan inti tidak mengizinkannya, sebab khawatir berita itu akan mencoreng nama perusahaan mereka.

"Ayo pulang," ajak Jiyong, melangkah melewati Lisa berjalan menuju pintu keluar. Lisa buru-buru merapikan barang-barangnya, lantas berlari kecil mengikuti Jiyong.

"Apa yang terjadi? Bagaimana korbannya sekarang? Siapa pelakunya?" tanya Lisa penasaran.

"Bawa saja mobilku, aku pulang bersamanya," suruh Jiyong, kepada asistennya yang tadi menjemputnya dan kini sudah siap untuk mengantarnya pulang.

Jiyong mengulurkan tangannya, meminta Lisa memberikan kunci mobilnya. Sembari mengeluh karena pertanyaannya di abaikan, Lisa memberikan kunci mobilnya. Di mobil, Jiyong baru menceritakan apa yang sedang terjadi. Jiyong baru saja sampai di rumah ketika asistennya menelepon. Sejak jam dua siang tadi, pria itu sibuk dan baru sampai di rumah pada pukul sepuluh.

Seorang pria beristri, mencoba memperkosa anak buahnya yang sedang lembur. Ruang kerja mereka dalam keadaan sepi saat itu, sebagian lampu juga sudah di matikan, jadi pelaku pikir rekaman CCTV-nya tidak terlalu jelas. Tapi untungnya staff keamanan melihat dan mengamankan pelaku. Kejadiannya terjadi di lantai dua dan Lisa tidak mendengar apapun selama ia bekerja.

Karena korban dan pelakunya sama-sama karyawan di perusahaan itu, petugas keamanan tidak langsung menelepon polisi. Ia menelepon para atasan, lalu kabar itu sampai pada Jiyong. Jiyong sudah menemui korbannya, menyuruh seseorang untuk mengantarkan korbannya pulang sementara pelakunya masih di tahan. Selanjutnya Jiyong menghubungi atasannya, mengabari apa yang terjadi dan mengirim pelaku ke kantor polisi.

"Oppa akan di marahi karena memutuskannya sendiri, padahal atasanmu ingin kasusnya di selesaikan secara baik-baik, kekeluargaan," komentar Lisa.

"Mereka bahkan bukan keluarga, untuk apa menyelesaikannya secara baik-baik? Ini bukan hanya pelecehan di kantor. Dia benar-benar hampir memperkosa anak buahnya," balas Jiyong, tanpa mengatakan kalau pakaian korban sudah sangat berantakan saat mereka bertemu tadi. "Kalau nanti kau bekerja di perusahaan ayahmu, jangan terlalu sering lembur. Berbahaya."

"Oppa bisa menemaniku kerja lembur kalau memang khawatir," balas Lisa. "Aku lelah, aku tidur sebentar, bangunkan aku kalau kita sudah sampai," susulnya, mengalihkan pembicaraan sebelum Jiyong mengomentari kata-katanya. Lisa tidak ingin mendengar penolakan sekarang.

***

Nightmare for The DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang