8

417 107 5
                                    

***

Lisa terbangun dari tidurnya di tengah malam. Gadis itu tertidur saat memijat kaki Jiyong tadi, tertidur dalam posisi duduk di lantai. Namun saat bangun, ia sudah berbaring di rajangan, berselimut, nyaman dan sendirian. Jiyong sudah pergi, namun sebelum pergi pria itu menyiapkan makan malam untuk Lisa di meja makannya. Sepertinya Jiyong juga makan di sana, sebab di sebelah bak cuci piring ada mangkok dan peralatan makan yang sudah di cuci bersih.

"Terimakasih, aku harus pulang. Es krimnya ada di freezer, makanlah sebelum menghabiskan es krimnya," tulis Jiyong di atas selembar memo kuning, di letakan di sebelah tudung saji yang melindungi makan malam Lisa.

Lisa membuka tudung sajinya, melihat Jiyong sudah menyiapkan nasi juga beberapa lauk untuknya di sana. Semua itu bukan masakan Jiyong, itu adalah makanan yang memang sudah ada di dalam lemari esnya. Setelah menuang segelas air, Lisa kemudian duduk. Ia menikmati makan malam yang terlambat lantas kembali tidur dengan perasaan sedikit sesak— dulu Jiyong tidak pernah keberatan untuk menginap di rumahnya, tapi hari ini pria itu harus pulang seolah ada keluarga yang menunggunya di rumah. Lisa jadi sedikit kecewa.

Lisa kembali tidur begitu ia selesai makan. Lantas, ketika pagi datang ia menelepon Jennie dengan ponselnya. "Apa kau sudah berangkat ke kantor?" tanya Lisa, begitu Jennie menjawab panggilannya. "Belum kan? Ini masih sangat pagi. Kalau kau tidak keberatan, mau berangkat ke kantor bersamaku? Aku akan menjemputmu," tawar Lisa, sedikit mengejutkan Jennie.

Jennie tinggal disebuah gedung apartemen tua, masih ada di pusat kota tapi kondisinya tidak begitu baik. Dari luar, tempat itu terlihat sangat padat, ramai penuh dengan keluarga-keluarga menengah kebawah. Mobil mahal Lisa jadi tontonan ketika gadis itu berhenti di depan gedungnya. Ia mau keluar dari mobilnya dan menjemput Jennie di depan pintunya, namun malu karena ada beberapa penghuni gedung itu yang terang-terangan memperhatikannya.

Tidak lama menunggu, Jennie turun dengan seorang pria berseragam sekolah. Pria tampan yang dengan santai merangkul bahu Jennie. Pria itu jauh lebih tinggi dari Jennie, posisinya membuat Jennie terlihat sangat mungil, sangat manis. Melihat Jennie yang sibuk menyingkirkan tangan pria muda itu, Lisa keluar dari mobilnya.

"Jennie-ya!" panggil gadis itu, membuat dua orang menoleh sekaligus.

"Whoa! Whoa! Whoa! Bugatti!" seru pria muda itu, mengekori Jennie yang kini melangkah menghampiri Lisa, sedikit malu sebab pria yang sebelumnya mengekorinya sudah lebih dulu berlari, menghampiri mobil Lisa, memperhatikannya dari jarak yang sangat dekat seolah ia tidak pernah melihat benda itu sebelumnya. Memang tidak pernah.

Lisa tersenyum, balas menyapa Jennie yang kelihatannya terganggu dengan situasi di sekitar mereka. "Christ! Christoper Kim! Hentikan!" sebal Jennie, setelah ia berbasa-basi, bertanya apakah Lisa kesulitan menemukan tempat tinggalnya.

"Adikmu?" tanya Lisa, melirik pria dengan seragam sekolah menengah yang kini mengambil foto mobil Lisa.

"Hm... Maaf, dia memang nakal," sungkan Jennie. "Ya! Christoper! Berhenti kubilang!" omel Jennie, menarik lengan adik laki-lakinya, menyuruh pria itu memberi salam pada rekan kerjanya.

"Hai, Christ. Mau berfoto di dalam?" tawar Lisa, membuat Christopher Kim luar biasa bersemangat sementara Jennie menolak tawaran itu, mengatakan kalau mereka bisa terlambat kalau Lisa membiarkan adiknya terus bermain di sana. "Hanya beberapa menit, tidak apa-apa. Jarak ke kantor juga tidak terlalu jauh dari sini," susul Lisa, membukakan pintu penumpang di mobilnya, mempersilahkan Christopher Kim untuk masuk ke dalam sementara ia sendiri melangkah berputar, masuk ke kursi pengemudi. Lisa harus memastikan mobilnya tidak akan terlibat kecelakaan kalau-kalau Christ salah meletakan tangannya.

Nightmare for The DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang