6

383 95 2
                                    

***

Di bantu Jennie dan Mark, Lisa merapikan ruang meeting mereka. Jiyong sudah kembali ke ruangannya setelah mencicipi beberapa makanan, begitu juga dengan Seungri dan editor lainnya yang harus kembali bekerja. Tidak banyak yang perlu dilakukan, sebab sebagian makanan yang tersisa dibungkus kembali dan dibawa pulang oleh masing-masing karyawan— kecuali Jiyong. Lisa dan dua asistennya hanya perlu mencuci beberapa kotak makan yang sudah kosong dan mengelap meja di ruang meeting. Juga membuka jendela untuk mengeluarkan aroma makanannya.

Lisa sempat malu, ia juga sempat kesal pada pelayannya, juga ibunya. Namun respon orang-orang di sana, yang kelihatan sangat senang juga sangat berterimakasih membuat Lisa bisa menahan rasa kesalnya. Seungri bahkan berjanji akan mentraktir Lisa makan malam kapan-kapan, untuk membayar kembali semua makanan yang Lisa bawakan dari rumahnya.

"Ibumu sakit, tapi bagaimana dia bisa memasak semua ini?" tanya Jennie, sembari mencuci piring di pantry, sedang Lisa mengelap piring dan kotak makan yang sudah Jennie cuci.

"Bahkan kalau ibuku tidak sakit, dia tidak benar-benar memasak. Pelayan di rumahku yang mengerjakan semuanya. Dia yang mencuci, memotong, semuanya. Ibuku hanya memberi petunjuk. Tambahkan garam, goreng ini, goreng itu, beri sedikit gula, masukan microwave lima menit. Tapi karena ibuku yang menentukan menunya, yang punya resepnya, dia juga yang membumbui, jadi kami bilang kalau ibuku yang memasak," santai Lisa. "Kalau kau menyukai masakan dari rumahku, aku bisa sering membaginya denganmu. Ibuku sering mengirim makanan ke rumahku, tapi aku jarang makan di rumah."

"Noona, aku mau," celetuk Mark. "Aku jadi bisa berhemat," susulnya setelah Lisa mengiyakannya. Mark sedang menabung untuk membeli sebuah rumah. Katanya, ia bisa membeli rumah kalau menabung selama lima tahun penuh. Pria itu sedang sangat bertekad.

Selesai dengan sebagian kotak makannya, Lisa meraih jas yang ia pinjam dari Jiyong semalam. Gadis itu membawa laporan risetnya, juga jas itu melangkah ke ruang kerja Jiyong. Tidak ada yang memperhatikannya, semua orang sibuk dengan tugas masing-masing. Ia ketuk pintu ruang kerja Jiyong, lalu masuk setelah dipersilahkan.

"Ini laporanku dan ini jas anda kemarin, sudah kucuci," ucap Lisa, meletakan bawaannya di atas meja kerja Jiyong.

"Hm..." angguk Jiyong, menerima berkas laporan dari Lisa, sedang jasnya ia biarkan tetap di atas meja.

Jiyong berencana membaca berkas itu, sedang Lisa berpamitan untuk kembali ke mejanya. Namun langkah gadis itu terhenti ketika Jiyong mengangkat kepalanya. Sembari mengangkat kepalanya, pria itu bertanya— "sebenarnya, apa yang kau katakan pada orangtuamu? Kau tidak mengatakan yang sebenarnya terjadi?"

"Apa gunanya mengetahui itu sekarang?" jawab Lisa, tentu berbalik agar ia bisa menatap ekspresi Jiyong dan rasa penasarannya. "Bersikap saja seperti biasanya, oppa tidak perlu mengetahui segalanya," susulnya, sebelum ia benar-benar meninggalkan ruang kerja itu.

Selanjutnya, sembari duduk di mejanya, Lisa melamun. Ingatannya berlabuh ke tempat yang tidak lagi bisa ia kunjungi— masa lalu. Tiga tahun lalu, di saat semuanya berakhir dan ia memutuskan untuk pergi ke Paris. Sembari memakai headphone yang tidak memutar lagu apapun, gadis itu menatap layar kosong laptopnya.

"Sometimes i cry, sometimes i hide, sometimes i lie to myself, it's okay," gumam Lisa, mengingat lirik sebuah lagu yang tidak sedang ia putar. Melodi dan lirik lagu itu tiba-tiba saja berputar di kepalanya, seperti sebuah radio cerdas yang memutar lagu sesuai dengan perasaannya sekarang.

Di tengah lamunannya, Jinwoo dan Seunghoon berdiri, mengatakan kalau mereka akan pergi mewawancarai seseorang untuk artikel mereka. "Aku akan mengajak Jennie, kau pergi dengan Editor Kim," suruh Jinwoo, seorang editor paling senior di sana.

"Tidak bisakah aku pergi dengan Jennie saja?" tanya Seunghoon, melirik Lisa yang sama sekali tidak mendengarkannya. Seunghoon canggung berada di dekat Lisa sebab kemarin Lisa mengomentari sikapnya.

"Tidak bisa," geleng Jinwoo. "B.I. menyukai gadis seperti Jennie, aku perlu mengajak Jennie agar dia mau diwawancarai," susulnya, seolah kata-katanya adalah hal biasa. Strategi biasa yang justru membuat Lisa jadi sangat sensitif. Lisa tiba-tiba saja marah karena mendengarnya.

"Editor Kim, kau ingin mewawancarai seseorang atau menjual asistenmu?! Kau sudah gila ya?! B.I. menyukai gadis seperti Jennie jadi kau ingin mengajak Jennie?! Kalau dia sulit diwawancarai bukankah kau harusnya membujuknya?! Bukannya justru menyuruh asisten editor untuk menggodanya!"

"Ya! Lalisa Kim! Apa katamu?! Aku menjual asistenku?! Aku menyuruh asisten editor menggoda narasumberku?! Novel cabul apa yang sedang kau karang?! Siapa yang menyuruh Jennie menggoda narasumberku?! Aku hanya bilang kalau Jennie bisa membantu wawancaraku karena itu aku mengajaknya! Kenapa kau mengartikan kata-kataku jadi seburuk itu?! Kolot sekali!" balas Jinwoo, membuat pertengkaran itu jadi semakin seru untuk di tonton.

Lisa bertengkar dengan Jinwoo. Pertengkaran serius yang membuat Seungri harus berteriak untuk melerai mereka. Tidak cukup dengan Seungri, Jiyong pun keluar dari ruang kerjanya karena penasaran.

"Membuat kopi, menyenangkan narasumber, mengirim hadiah, apa hanya itu yang harus dilakukan asisten editor?! Kenapa setiap hari kalian semua hanya menyuruh Jennie membuat kopi dan menyenangkan kalian semua?! Menanggapi lelucon-lelucon cabul kalian, membuat kopi, menggoda narasumber, apa kalian pikir Jennie melakukan semuanya karena dia menikmatinya?!" kesal Lisa, bahkan pada Mino dan Seungyoon yang saat itu tidak mengatakan apapun.

Mendengar penilaian Lisa, Jinwoo semakin marah. Jennie kebingungan di posisinya, namun tetap berusaha menenangkan Lisa— agar gadis itu berhenti. Kalau diizinkan untuk jujur, Jennie tidak menyukai sikap Lisa sekarang. Sebab sikap itu justru akan membuat posisi Jennie jadi semakin sulit.

"Hentikan!" bentak Jiyong, sengaja menendang-nendang meja kerja Seunghoon agar semua perhatian tertuju padanya. "Siapa yang mengizinkan kalian bertengkar di jam kerja?! Asisten Kim, apa kau keberatan dengan tugas dari Editor Kim Jinwoo?" lerai Jiyong kemudian, langsung melibatkan tokoh utama dalam debat kusir itu.

Padahal Seungri sudah berusaha melerai tanpa melibatkan Jennie— agar Jennie tidak perlu berdiri di ujung jurang seperti sekarang. Kini Jennie berada di posisi serba salah. Kalau ia mengiyakan pertanyaan Jiyong, Kim Jinwoo tentu akan marah padanya. Tapi kalau ia bilang tidak, justru Lisa yang akan kecewa.

"Tidak," pelan Jennie pada akhirnya. Ia lebih memilih membuat Lisa kecewa daripada dibenci seorang editor senior seperti Jinwoo. "Aku tidak keberatan," yakinnya, membuat Lisa berdecak kemudian meninggalkan ruang editorial itu.

"Editor Kim, lebih perhatikan lagi kata-katamu. Jangan membuat orang lain salah paham dengan niatmu lagi," tegas Jiyong, kepada Jinwoo, sebelum ia melangkah keluar mengikuti Lisa dan arogansinya. Padahal mereka baru bersenang-senang saat makan siang tadi, namun perselisihan tidak bisa dihindari. Lisa yang sensitif karena perasaannya, hari ini gagal menahan diri.

***

Nightmare for The DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang