3

396 99 3
                                    

***

Artikel Lisa dikembalikan keesokan siangnya. Artikel itu tidak sesuai dengan tema bulan ini— putus cinta. Lisa kena marah karenanya. Karena ia membuang-buang waktu juga selembar kertas untuk mencetak artikel itu. Secara langsung Direktur Kwon memarahinya, di depan editor dan karyawan lainnya. Seungri mencoba menengahi, sebab ia baginya Lisa tidak melakukan kesalahan apapun. Jiyong yang semalam menyuruh mereka semua termasuk Lisa mengirim artikel.

Omelan Jiyong tidak masuk akal. Seolah ia hanya ingin mengomeli Lisa untuk melampiaskan emosinya sendiri. Karyawan lain diam saja. Siapa yang berani menegur kesalahan sang direktur? Apapun yang dilakukan sang direktur, semuanya benar— begitu hukum tak langsungnya. Namun di luar dugaan Lisa membantah.

"Anda yang menyuruhku menulis di saat aku harusnya pulang. Anda yang membuatku kerja lembur disaat aku harusnya pulang. Anda yang menyuruhku membuang-buang waktu istirahatku," balas Lisa menanggapi omelan tanpa dasar yang di terimanya siang ini— dua jam sebelum waktunya makan siang. "Aku tidak melakukan kesalahan, iya kan? Anda hanya ingin melampiaskan emosi anda karena beberapa dari banyak urusan anda tidak berjalan lancar siang ini, iya kan?"

Jiyong terlihat semakin marah, sedang Lisa sama sekali tidak terganggu karenanya. Sampai akhirnya Seungri mendekat, menarik Jiyong pergi dan mengatakan kalau ia yang akan memarahi Lisa. Bersama Seungri, Jiyong melangkah ke ruangannya. Namun lagi-lagi, Lisa menghentikan gerak kaki mereka. "Direktur Kwon, anda tidak akan membiarkan seseorang jadi seperti Coffee Kim lagi kan? Jangan terlalu kejam, Coffee Kim mungkin kembali," tanya Lisa, membuat tangan Jiyong mengepal, menahan marah.

Begitu jam makan siang tiba, Lisa menikmati makan siangnya dengan orang-orang dari ruang editor. Di sebuah restoran gadis itu duduk dengan pakaian sederhana yang harganya selangit. Jennie duduk di sebelahnya, sementara di hadapannya ada Song Mino. Menu makan siang mereka kali ini adalah sup ayam dengan banyak rempah-rempah. Dengan santai, Lisa melepaskan blazernya, menunjukkan sebuah kemeja tanpa lengan yang ia kenakan hari ini lantas mengikat asal rambutnya agar tidak menganggu acara makan siangnya.

"Editor Kim," tegur Mino, bicara pada Lisa yang duduk di depannya. "Apa kebetulan kau mengenal Direktur Kwon secara pribadi?" tanyanya kemudian, mewakili rasa penasaran rekan-rekan mereka.

"Iya," angguk Lisa, lantas bercerita kalau Jiyong adalah mantan guru lesnya saat ia masih sekolah dulu. Saat ia masih sekolah menengah, Jiyong yang seorang mahasiswa menjadi tutor pribadinya. "Tapi kami sudah lama tidak bertemu, setelah lulus kuliah aku pergi ke Paris. Aku bekerja untuk majalah fashion di sana," susulnya.

"Lalu kenapa kau berhenti bekerja di sana?" tanya Seungyoon, sama penasarannya. "Kenapa berhenti bekerja di Paris dan kembali ke sini?"

"Jennie-ya, berusaha lah lebih keras, suatu saat kau pun bisa jadi seperti editor Kim. Editor Kim, kau pasti sangat berbakat. Kau bisa langsung bekerja di sini setelah mengundurkan diri dari Paris. Tapi wajar saja, sekarang pengalaman di luar negeri bisa jadi keuntungan. Mudah sekali mencari kerja kalau kau pernah sekolah atau bekerja di luar negeri," celetuk Kim Jinwoo, bicara pada Jennie seolah Lisa dan teman mengobrolnya hanyalah siaran televisi.

"Ibuku sakit, stroke ringan setelah jatuh dari tangga, jadi aku kembali ke sini. Agar dia merasa lebih tenang karena kami bisa bertemu kapan saja," jawabnya. "Aku juga kembali untuk memperbaiki beberapa hubungan yang rusak," susulnya, tersenyum seolah itu bukan masalah besar baginya.

Semua orang terlihat normal di minggu-minggu pertama Lisa bekerja. Lisa tidak punya masalah apapun. Ia bisa menyelesaikan pekerjaannya, bisa juga menjawab ucapan Jiyong ketika sang direktur memarahinya. Meski mereka tidak benar-benar sering bertemu karena Jiyong sibuk dengan urusannya masing-masing. Satu yang menganggu Lisa, ia dan Jennie sering mendapatkan beberapa diskriminasi karena jenis kelamin mereka. Kisah tentang si satu-satunya wanita yang diperlakukan bak putri raja sepertinya tidak terjadi di kantor editorial itu. 

"Jennie-ya, tolong buatkan kami kopi," ucap seorang editor.

"Jennie-ya, tolong buatkan aku salinan dari buku ini," perintah editor lainnya.

"Mark, kau sudah selesai menyusun riset artikelnya? Kalau sudah minta Jennie membuatkan salinannya dan taruh di mejaku," kata editor lainnya.

"Lisa, karena kau perempuan, bisakah kau membantuku mengerjakan riset tentang lagu ini? Riset buatanmu pasti lebih rapi," suruh Kepala Redaksi.

"Lisa, besok aku ingin menemui orang-orang dari AOMG, bisakah kau ikut denganku? Mereka akan lebih banyak bicara kalau pewawancaranya wanita," ajak seorang editor.

"Lisa, bisakah kau mewawancarai JYP? Ku dengar dia suka wanita muda, dia pasti mau diwawancarai kalau kau yang memintanya," suruh seorang editor senior lainnya— yang akhirnya membuat Lisa benar-benar jengah.

Malam harinya, editor Lee Seunghoon merangkul bahu Lisa dengan begitu santai. "Lisa-ya, bagaimana kalau kita makan malam bersama?" ajaknya, sembari melangkah keluar dari ruang editorial bersama dengan karyawan-karyawan lainnya. Pria itu juga merangkul Jennie, seolah mereka adalah teman dekat. "Jennie-ya, kau juga ikut kan? Ayo kita minum-minum lalu pergi ke tempat karaoke?" tawarnya, yang disetujui oleh tiga editor lainnya, juga di setujui oleh Lee Seungri yang sudah menikah.

Lisa menepis lengan Seunghoon. "Kita tidak cukup dekat untuk saling merangkul, ini bisa dianggap pelecehan, anda tahu kan Editor Lee?" tolak Lisa, melangkah sampai ke pintu utama perusahaan kemudian melihat Jiyong berdiri di sebelah mobilnya, sedang menelepon.

Tidak ada yang terlalu peduli kenapa Direktur Kwon berdiri di sana. Sebab di sebelah mobil Lisa, ada sedan hitam super mengkilap milik Jiyong. Mungkin Jiyong sedang menelepon setelah kembali dari pertemuannya, sengaja mampir ke kantor sebentar untuk beberapa urusan. Namun Lisa merasa ada yang salah dengan itu— Jiyong yang normal akan menelepon di dalam mobilnya, atau menelepon sembari berjalan ke ruangannya kalau memang ada yang tertinggal di san.

"Aku tidak bisa malam ini, aku sudah ada janji dengan temanku," tolak Lisa, enggan bergabung dengan rekan-rekannya pergi makan malam. Gadis itu berpamitan, melangkah lebih dulu ke mobilnya lantas membuka kunci mobilnya dengan remote control-nya. "Kenapa kau duduk di sana?" tanya Lisa, sebab sebelum ia masuk ke dalam mobil merahnya, Jiyong sudah lebih dulu masuk.

"Jalan," suruh Jiyong, masih sembari mendengarkan seseorang dalam teleponnya.

Lisa terdiam, begitu juga dengan beberapa rekan kerjanya di sebrang jalan. Sama seperti Lisa, semua orang bingung karena Jiyong tiba-tiba duduk di dalam mobilnya, bahkan memerintahkannya untuk lekas mengemudi pergi.

"Kemana aku harus mengantarmu?" tanya Lisa, yang akhirnya tetap mengemudikan mobilnya sembari menatap heran pada sekelompok rekan kerjanya di depan kantor. Gadis itu menurunkan jendela mobilnya, "bagaimana ini?" tanyanya pada Jennie juga para pria yang masih menonton, tanpa suara, hanya dengan gerak bibirnya.

"Rumah sakit, hari ini Yeo Nabi meninggal, saat melahirkan," jawab Jiyong, membuat Lisa langsung menginjak pedal remnya, mengejutkan Jiyong juga rekan-rekan yang masih di depan gedung, menunggu Song Mino dan Kang Seungyoon mengambil mobil di basement.

"Siapa? Sainganku? Maksudku, Nabi teman kuliahmu? Eonni yang sangat cantik itu?"

"Hm... Temani aku menghadiri pemakamannya."

"Siapa suaminya? Bukan Park Jaeeon 'kan?"

"Memang dia."

***

Nightmare for The DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang