***
Siang ini adalah pertemuan pertama untuk membicarakan artikel-artikel yang akan dirilis bulan ini. Tapi siang ini bukan kali pertama Jiyong kesal sepanjang hari ini. Sejak pagi suasana hati pria itu sudah tidak baik. Ia bangun dari mimpi buruknya, kelelahan lantas suasana hatinya jatuh sampai ke jurang.
Semua orang sudah kena marah seharian ini. Namun Song Mino yang meledakan emosinya. Jiyong luar biasa marah sebab artikel yang Mino buat. "Simon Dominic - Lady Jane, 06:30— waktu mereka putus? Kau benar-benar menulis ini untuk artikel kita?! Ya! Song Mino! Apa kau pikir majalah kita adalah majalah gosip?! Kau sudah hilang akal?! Apa yang sebenarnya sedang kau pikirkan?! Hanya ini kualitasmu?!" marah pria itu, sebab menurutnya Mino akan menurunkan kualitas majalah musik mereka dengan artikelnya itu.
Pertemuan itu berakhir dengan ketegangan. Jiyong marah lantas meninggalkan tempatnya. Ia menyuruh seluruh editor untuk menulis ulang artikel mereka. Meningkatkan kualitas tulisan mereka, hampir seperti mengulang semuanya dari nol. Jiyong buat anak buahnya harus lembur malam ini.
"Mark, bisa temani aku membeli kopi?" ajak Lisa, sebab Jennie yang biasa ia ajak membeli kopi bersama, sedang duduk dengan Mino, membantu Mino menyelesaikan pekerjaannya.
"Noona, sudah selesai dengan artikelmu?" tanya Mark, berjalan di sebelah Lisa untuk pergi ke cafe yang tidak seberapa jauh dari kantor mereka.
"Sudah, aku tidak merubah apapun. Direktur Kwon tidak akan tahu aku merubah artikelku atau tidak. Dia belum sempat mengecek artikelku tapi sudah marah karena Editor Song," jawabannya.
"Lalu kenapa noona- hyung!" seru Mark kemudian, berteriak pada seorang pria yang baru saja keluar dari taksinya, di depan pintu utama kantor majalahnya.
Mark berlari kecil, meninggalkan Lisa untuk menghampiri seorang pria yang baru saja turun dari taksi tadi. Ten datang ke kantor Mark sore ini. "Hyung! Kenapa kau datang? Bukankah kita berjanji untuk bertemu hari Sabtu? Kenapa hari ini? Aku harus lembur hari ini," ucap Mark, tentu berfikir kalau Ten datang untuk menemuinya, bukan menemui Editor Kim yang beberapa hari lalu ia cari nomor teleponnya.
"Lama tidak bertemu, Ten," tegur Lisa, setelah ia berdiri di belakang Mark, menghampiri Ten juga sepupunya. "Ibuku bilang, kau dokter yang merawatnya. Aku hampir pingsan saat mendengarnya."
"Lama tidak bertemu," angguk Ten, mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Lisa. Namun Lisa justru menaikan alisnya.
"Itu tidak cocok untukmu, kau tahu kan?" ledek gadis itu, yang selanjutnya hanya menepuk telapak tangan Ten dengan miliknya. "Kau benar-benar dokter sekarang? Sungguh? Bagaimana bisa?"
"Sedari dulu aku memang pintar. Hanya karena aku sering bermain denganmu, tidak berarti aku sama seperti kalian," bangga Ten, membuat Lisa terkekeh kemudian memukul dada pria itu. Ten masih menyebalkan, pikir Lisa dan ia senang karena bertemu lagi dengan teman lamanya itu.
"Jadi, kenapa hyung datang ke sini?" celetuk Mark, sedikit penasaran dengan hubungan dua orang di depannya sekarang.
"Kau memintaku mentraktirmu."
"Tapi aku harus lembur," balas Mark.
"Kalau begitu traktir aku saja," susul Lisa, yang melirik Mark kemudian mengulas senyumnya. "Tunggu di sini sekitar lima belas menit," ucapnya kemudian, mengajak Mark segera masuk ke dalam tempat kerja mereka, membagikan makanan juga kopi yang sudah mereka beli lantas memberitahu Lee Seungri kalau ia harus pergi sore ini. "Kepala Lee, aku ingin mewawancarai iKon untuk artikelku. Bisakah aku pergi menemui mereka sekarang? Kebetulan mereka punya waktu luang malam ini," izinnya, yang tentu saja Seungri izinkan begitu saja. Sama sekali tidak ada kecurigaan.
Malam itu Lisa pergi makan malam dengan Ten. Awalnya mereka hanya makan berdua, namun beberapa jam setelahnya seorang pria dengan setelan olahraga, masker dan topi datang mendekati mereka. Bobby, rapper dari iKon yang datang. Memperkenalkan dirinya sebagai teman Lisa kemudian bergabung di meja itu sembari menjawab beberapa pertanyaan yang Lisa ajukan untuk kebutuhan artikelnya. Setelah lama tidak bertemu, akhirnya Lisa kembali duduk bersama teman-teman lamanya. Meski kedua pria itu tidak saling mengenal. Mereka makan, berbincang, kemudian berpisah setelah mulai mabuk.
Ten pulang ke rumahnya usai ia merasa cukup mabuk. Begitu juga Bobby yang perlu sedikit mengkhawatirkan karirnya kalau ia terlampau mabuk di jalanan. Setelah mengantar Lisa masuk ke dalam taksinya, Bobby juga Ten berpamitan untuk pergi ke tempat tinggal masing-masing. Sedang Lisa yang seharusnya pulang justru datang ke kantor untuk mobilnya.
Setelah beberapa menit terlelap di dalam taksinya, Lisa berjalan menghampiri mobilnya. Sebentar, ia duduk di kursinya, memastikan kepalanya tidak lagi terlalu pusing untuk mengemudi ke rumah. Namun matanya justru menangkap sosok yang ia rindukan— Jiyong.
Direktur Kwon baru saja keluar dari kantor di pukul sebelas malam. Tanpa mengenakan kembali jasnya, dengan kemeja abu-abu yang ia tekuk lengannya, pria itu berjalan keluar. Ia bawa tas juga jasnya di tangan, mengeluarkan kunci mobil kecil dari sakunya. Ia buka kunci mobilnya, bersamaan dengan Lisa yang keluar dari mobilnya. Sengaja berjalan memutar agar ia bisa duduk di kursi penumpang, di sebelah Jiyong.
"Oppa, aku mabuk, antar aku pulang," suruhnya, sengaja memakai sendiri seat belt-nya tanpa menunggu Jiyong berkomentar.
"Kenapa kau masih di sini?"
"Tadi aku minum-minum dengan temanku, Ten dan Bobby," ucapnya berterus terang. "Tapi tenang saja, aku sudah mewawancarai Bobby untuk artikelku, aku tidak berbohong pada Kepala Lee," susul gadis itu, bersandar lesu di kursi mobil Jiyong. Mengatakan kalau kepalanya luar biasa sakit malam ini.
"Aku tidak tahu kalau kau pergi," gumam Jiyong, yang selanjutnya menyalakan mobilnya. Tidak keberatan untuk mengantar Lisa pulang.
"Oppa... Boleh kah aku berkunjung ke rumahmu?"
"Untuk apa? Tidak ada yang bisa kau lakukan di sana."
"Kenapa? Oppa benar-benar sudah menikah? Kapan? Kenapa hanya orang-orang di kantor yang tahu? Kenapa tidak ada teman-temanmu yang tahu? Kenapa oppa memutus hubungan dengan semua orang? Bahkan ayahku tidak tahu oppa sudah menikah atau belum. Padahal aku memintanya mencaritahu."
"Kau benar-benar mabuk?" tanya Jiyong sembari mengemudikan mobilnya, melaju ke rumah Lisa.
"Tidak," geleng Lisa. "Aku bertanya pada ayahku, apa oppa benar-benar sudah menikah. Aku memintanya mencaritahu karena Editor Kim bilang oppa sudah menikah dan istrimu pernah ke kantor. Tapi ibuku salah paham, dia percaya kalau oppa sudah menikah lalu menyuruhku menjauhimu dan ingin menjodohkanku. Katanya aku tidak boleh merusak rumah tangga orang lain, meski itu dirimu sekali pun."
"Sesuatu terjadi. Aku yang bilang pada Kepala Redaksi kalau aku sudah menikah."
"Jadi oppa benar-benar sudah menikah? Apa aku harus mundur?" gumam Lisa. "Tsk... Lisa... Untuk apa kau bertanya padanya? Bodoh. Oppa hentikan mobilnya," ocehnya kemudian. Enggan mendengar lebih banyak. Enggan duduk di sana lebih lama lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare for The Devil
FanfictionDalam pikirannya, ia yang paling kejam. Dalam kenangannya, ia yang paling keji. Namun gadis itu datang kemudian menyeretnya ke mimpi buruk dalam terowongan gemerlap tanpa ujung.