***
Lisa memakai jas yang Jiyong pinjamkan. Jasnya tidak terlalu besar di tubuh Lisa. Jiyong memberinya jas yang sedikit lebih kecil daripada jas-jasnya yang lain, lebih tipis juga sehingga Lisa tidak terlihat terlalu aneh saat mengenakannya. Agar Lisa tidak ketahuan meminjam jas itu dari Jiyong, ia tarik lengan jasnya sampai ke siku, membuat kesan kalau jas itu memang miliknya, memang gayanya.
Sembari berjalan di sebelah Jiyong, gadis itu mengatur nafasnya. Melangkah keluar dari tempat parkir, masuk ke dalam gedung rumah sakit dan berdiri untuk menunggu lift-nya datang. "Berikan ini pada Jaeeon setelah aku keluar. Jangan bilang kalau itu dariku," ucap Jiyong, memberikan sebuah USB pada Lisa begitu mereka berdua berdiri di dalam lift.
"Apa ini?"
"Jangan banyak tanya, berikan saja-"
"Bagaimana bisa?!" sebal Lisa. "Kau menyuruhku mengaku kalau ini dariku, tapi tidak memberitahuku apa isinya. Bagaimana kalau isinya ternyata merugikanku?! Aku akan bilang ini darimu kalau kau tidak mau memberitahuku apa isinya!" potong Lisa, lagi-lagi kesal dan membuat Jiyong harus menahan dirinya. Mereka ada di rumah sakit sekarang, akan melayat dan rasanya tidak pantas kalau mereka bekerja di sana.
"Video Nabi untuk anaknya. Anakku maaf karena tidak bisa mengenalkanmu pada ayahmu, kau hanya perlu tahu kalau ayahmu orang baik. Nabi ingin bercerai beberapa bulan lalu, dia memintaku mengedit beberapa video untuk anaknya, video tentang Jaeeon dan kebaikan-kebaikannya. Dia bilang dia akan mengambil videonya saat anaknya lahir, tapi dia tidak bisa mengambilnya."
"Kenapa dia membuat video seperti itu padahal dia berencana bercerai?"
"Dia ingin anaknya tidak membenci ayahnya. Sekarang aku dan ayahmu berpisah tapi kami pernah saling mencinta, setidaknya dia pernah memperlakukanku dengan sangat sangat baik, jadi jangan membencinya. Nabi ingin bilang begitu pada anaknya nanti."
"Kalau begitu berikan videonya pada anaknya nanti. Kenapa memberikannya pada Park Jaeeon?"
"Jaeeon lebih membutuhkan video itu sekarang. Berikan saja. Katakan kau membuatnya."
"Tapi aku tidak pernah bertemu Nabi eonni. Bagaimana bisa aku yang membuatnya?"
"Katakan saja! Dia sedang berkabung sekarang, mana sempat dia memikirkan caramu bertemu Nabi dan membuat video itu," suruh Jiyong sedang Lisa hanya menghela nafasnya. Lisa pun tahu, keadaan bisa jadi buruk kalau Jaeeon tahu Nabi sempat menemui Jiyong. Nabi pernah menyukai Jiyong, sebab pria itu menghiburnya di saat Jaeeon melukainya. Hubungan mereka bertiga pernah sangat buruk sebelumnya.
Dari rumah sakit, Jiyong berpisah dengan Lisa. Lisa pulang dengan mobilnya sendiri, sedang Jiyong memilih untuk pulang dengan taksi dari lobby utama rumah sakit. Mereka berpisah begitu saja setelah melayat dan setibanya di rumah Lisa baru ingat kalau ia masih memakai jas Jiyong.
"Heish... Sekarang aku harus mencucinya sebelum mengembalikannya! Harusnya ku kembalikan di rumah sakit tadi!" sebal Lisa, melempar jas itu ke dua gunung pakaian kotor di sudut kamarnya, di dekat pintu kamar mandi. Sudah hampir satu bulan Lisa
tidak pernah mencuci pakaiannya. Ia hanya menumpuk pakaian kotornya di lantai dan mengeluarkan semua pakaiannya di lemari. Karena itu, selama ini ia bekerja dengan pakaian yang berbeda setiap harinya. Membuat siapapun tahu kalau ia bukan orang biasa.Dengan tiga kantong sampah berwarna hitam, Lisa lantas membawa pakaian-pakaian kotor itu keluar dari rumahnya. Ia masukan pakaian-pakaian itu ke dalam mobilnya lantas mengemudi ke rumah orangtuanya. Seorang pelayan yang membukakan pintunya setelah lima belas ia mengemudi. "Ayah dan ibuku sudah tidur?" tanya Lisa, memberikan tiga kantong pakaian kotornya.
"Ya, mereka baru saja tidur. Apa anda ingin aku membangunkannya?"
"Tidak," geleng Lisa. "Aku akan menginap di sini... Aku akan menemui mereka besok pagi," susulnya, lantas mengatakan kalau ia ingin pakaian-pakaian kotornya dicuci bersih kemudian diantarkan ke rumahnya. "Cuciannya tidak perlu selesai hari ini, aku masih punya baju yang lain. Tapi jas ini, tolong selesaikan besok sebelum jam pulang kerja. Kirim jasnya ke kantorku sebelum jam pulang kerja, oke? Istirahat lah, kerjakan saja besok. Aku akan langsung ke-"
"Kau pulang?" tegur seorang pria paruh baya, ayahnya. "Kenapa pulang? Hanya mengantar cucian atau akan menginap?"
"Ayahku!" seru gadis itu, berlari kecil menghampiri ayahnya yang baru saja keluar dari kamar utama, memeluknya kemudian melepaskan pelukan itu. "Aku baru saja dari pemakaman seorang temanku, ayah mau minum-minum denganku sebentar sebelum tidur? Soju dengan mie? Atau pesan bir dan ayam goreng?"
"Kau tidak makan di pemakaman tadi?"
"Makan," jawab Lisa, sementara pelayan di rumahnya sudah melangkah pergi membawa pakaian kotornya. "Tapi rasanya seperti tidak makan. Jiyong oppa duduk di depanku dan rasanya... Augh! Sangat tidak nyaman. Aku tidak bisa mencerna makananku."
"Kalau tidak nyaman, kenapa kau bersikeras ingin bekerja di tempatnya? Pembohong," cibir sang ayah, membuat Lisa hanya bisa menyunggingkan senyumannya
"Ayah, apa kau tahu Jiyong oppa sudah menikah atau belum?"
"Bagaimana mungkin aku tahu? Kau pikir dia akan mengundangku kalau ingin menikah?" jawab sang ayah, menjadikan Jiyong sebagai topik utama pembicaraan mereka sepanjang malam itu.
Keesokan harinya, Lisa bekerja seperti biasanya. Ia datang lima menit sebelum jam delapan pagi, duduk di mejanya dan mulai mengerjakan tugas-tugasnya. Ia perlu meriset satu dan berbagai hal, untuk memutuskan tema besar yang akan ditulis untuk edisi selanjutnya. Di tengah pekerjaannya, pelayan di rumahnya menelepon. Mengatakan kalau ia sudah selesai mencuci dan mengerikan jas Jiyong.
"Sebentar lagi jam makan siang," ucap pelayan itu. "Ingin aku mengantarkan makan siang ke sana sekalian? Ada banyak lauk yang bisa ku bawakan," tawar sang pelayan.
"Ibuku yang menyuruhnya?"
"Hm... Iya. Berapa banyak rekan kerja anda?"
"Delapan orang, sembilan dengan Direkturnya."
"Baiklah, kalau begitu aku akan tiba sembilan puluh menit lagi, tepat saat jam makan siang."
"Jangan lupa jasnya."
"Baik, nona..."
"Ah! Kepiting, kalau di rumah punya kepiting, bawakan aku kepiting. Aku ingin makan kepiting."
"Kebetulan sekali, sepupu anda baru mengirimkan kepiting salju kemarin."
"Wah... Aku jadi tidak sabar," gumam Lisa sembari mengetik sebuah pesan di grup kerjanya, mengatakan kalau ibunya ingin mengirim makanan ke kantor untuk makan siang mereka. "Baiklah, aku tunggu di kantor. Tapi jangan membawakan alkohol ini baru jam makan siang," pesan Lisa, mengakhiri panggilan pelayannya itu.
Makan siang datang dan semua orang terkejut karenanya. Pelayan Lisa datang dengan supir pribadi keluarga mereka, membawa banyak makanan juga bingkisan, seolah ada pesta besar di sana. "Aku bilang sembilan orang, bukan sembilan belas orang," protes Lisa, sebab meja di ruang meeting kantornya kini penuh dengan makanan. Nasi kepal, sembilan ekor kepiting salju kukus, udang, kerang, gurita, ikan, daging sapi, daging ayam, tumis sayuran, sosis, roti isi, buah, telur, ham sampai roti. Seolah mereka ada di prasmanan hotel siang ini.
"Nyonya terlalu bersemangat, karena ini kali pertama nona mau dibawakan bekal," tenang sang pelayan. "Tapi nona, direkrut anda- selamat siang tuan Kwon," sapa pelayan itu, sebab Jiyong baru saja datang dari ruangannya setelah diberitahu Seungri.
"Selamat siang, Bibi, lama tidak bertemu," sopan Jiyong. "Wah... Apa ini jamuan untuk merayakan sesuatu?"
"Tidak-"
"Ini perasaan nyonya Kim karena nona Lisa sudah mau pulang ke rumah," potong pelayan Lisa. "Nyonya Kim senang sekali karena nona Lisa kembali tinggal di sini, jangan merasa terbebani, kami mengirimnya karena senang, ada kepiting juga, tuan Kwon masih suka kepiting, 'kan?" susulnya, membuat Jiyong melirik Lisa yang sudah sangat ingin menenggelamkan dirinya sendiri. Lisa terlalu malu untuk berdiri di sana. Ia benci bekal makan siang karena ibunya selalu bersikap berlebihan begini setiap kali mengirim bekal makan siang untuknya. Bahkan masing-masing rekan kerja Lisa mendapat sekotak kimchi untuk dibawa pulang, terlalu berlebihan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare for The Devil
FanfictionDalam pikirannya, ia yang paling kejam. Dalam kenangannya, ia yang paling keji. Namun gadis itu datang kemudian menyeretnya ke mimpi buruk dalam terowongan gemerlap tanpa ujung.