Kendaraan beroda empat itu berhenti berputar tepat di depan pagar rumah berwarna hitam nan terbuat dari kayu yang menjulang tinggi membatasi pandangan mata orang-orang dari luar sana ke dalam perkarangan rumah. Kenzo nampak menggerakan jemari tangannya pada kemudi mobil seraya menunggu Amanda melepas sabuk pengaman dan merapihkan diri untuk turun dari kendaraan milik pria berkacamata itu.
"Makasih ya Zo..." Ucap Amanda tanpa menatap lawan bicaranya itu.
"Ya, santai aja. Toh bakal jadi rutinitas gue juga kan kedepannya?" Kenzo pun membalas ucapan Amanda tanpa menoleh pada gadis tersebut. Amandapun mengangguk.
"Gue turun." Pamit Amanda.
Belum saja gadis itu membuka pintu mobilnya, tiba-tiba pandangan Kenzo dan Amanda tertuju pada sosok pria paruh baya nan tengah berdiri dengan berkacak pinggang di depan pagar rumah. Gelapnya malam dan pencahayaan yang samar-samar membuat keduanya hampir tidak menyadari keberadaan pria tersebut apabila sosok itu tak melangkah maju mendekat kepada kendaraan hitam milik Kenzo. Sebagai orang asing, wajar Kenzo menoleh kepada Amanda untuk meminta penjelasan, namun ternyata gadis itupun nampak meneguk air liurnya gugup, pertanda kehadiran pria paruh baya tersebut bukan sesuatu yang baik untuk keduanya.
"Siapa Man?" Tanya Kenzo langsung.
"Bokap gue."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Seharusnya jam makan malam sudah lewat sejak tiga jam yang lalu. Namun berhubung Manda dan Kenzo terjebak macet dan baru tiba pukul 10 malam, maka meja makan di rumah tersebut kembali terbuka khusus untuk mereka berdua saja. Ralat, mungkin tidak benar-benar berdua sebab ada papa dan mamanya Amanda yang ikut memantau mereka berdua dari sisi meja yang satu lagi sembari membuka beberapa topik percakapan ringan antara putri dan teman putrinya itu.
"Manda tuh kalau sudah nyaman sama satu orang, pasti yang ditemeninnya itu ya orang itu terus. Kalau gak Julia, Gita, ya paling si Arzie. Jadinya om sama tante cuman tahu mereka bertiga aja. Bahkan baru tahu tentang Kenzo hari ini." Cerita Vero--mamanya Manda--kepada Kenzo nan tengah melahap makan malamnya. Jangan kalian kira Kenzo mau mampir kerumah Amanda karena sukarela. Paksaan papanya Manda membuat Kenzo mau tak mau mampir kerumah gadis tersebut, apalagi papanya Manda tadi berkata, Di kosan juga kamu sendiri kan? Jadi mampir aja dulu sebentar untuk makan malam.
Benar juga, pikir Kenzo.
"Saya sama Manda memang baru dekat karena teater ini tante." Jawab Kenzo sopan sebelum menyuapkan makanannya lagi kedalam mulutnya.
"Tapi Kenzo kenal sama Arzie, Gita dan Julia kan?" Tanya mamanya Manda lagi.
"Kenal tante."
"Deket?"
"Enggak terlalu."
"Padahal kalau kamu temenan sama mereka itu seru lho. Arzie itu diajak main apa aja bisa, mau olahraga volley sampai gitaran malem-malem itu seru kalau sama dia, diajak ngobrol apapun seru juga. Kalau Gita itu memang agak pendiam ketimbang teman-temannya yang lain, tapi kalau sudah dekat itu ngobrolnya bisa gak habis-habis. Nah yang terakhir ini, si Julia. Dia itu terkenal suka jodoh-jodohin orang, kamu tahu gak?"
Kenzo yang tadinya mendengar penjelasan papanya Manda sembari mengunyah makanannya pun seketika lupa bagaimana caranya menggerakkan rahang saking terkejutnya ia akan pengetahuan pria paruh baya tersebut nan bisa dikatakan sangat kaya akan karakter-karakter sahabat anaknya itu. Buru-buru Kenzo menelan makanannya bulat-bulat dan mengangguk seraya tersenyum canggung.
"Tahu?" Tanya Wilson--papanya Manda--lagi.
"Enggak Om"
"Ye, tadi kamu ngangguk!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Titik
Teen FictionSemua orang memiliki awalan kisah mereka masing-masing, namun tak semua orang mengakhirinya sampai titik. Berbeda denganku, aku akan mengakhiri perasaan ini sampai titik terujung dalam kisah kehidupanku, terlebih lagi bab tentang dirinya. Bukan, buk...