23.

495 67 34
                                    

Hari ini adalah akhir pekan, dan Kenzo mengajak Amanda pergi ke sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli sesuatu. Tanpa tahu apa yang hendak pria itu beli, atau tujuannya apa, Amanda hanya terus mengikuti langkah kaki Kenzo yang membawanya entah kemana.

Mereka sudah mengitari lantai satu hingga lantai tiga. Terbayang betapa pegal kaki Manda mengikuti langkah Kenzo yang panjang bukan? Namun berhubung sampai detik ini masih belum ada satu barangpun yang dibeli oleh pria itu, maka Amanda gerah dan akhirnya mengeluarkan isi kepalanya kepada sang kekasih.

"Kamu cari apa sih Zo?" Tanya Manda kepada Kenzo.

"Cari hadiah," jawab pria itu, masih dengan pandangan mata yang berkelana kemana-mana mengitari lantai tempat dimana keduanya memijakkan kaki sekarang.

"Hadiah untuk siapa?"

"Mama," pria berkacamata itu menoleh kepada Manda, "Mamaku ultah sebentar lagi."

"Oh," gadis itu mengangguk paham dan ikut menoleh ke kanan-kiri dengan tujuan sama seperti yang Kenzo lakukan. Manda yakin betul jika pria itu sedang kebingungan sekarang, maka dari itu Manda berusaha untuk memberi sedikit ide pada Kenzo. "Memang, mama kamu suka apa?" Tanya Manda lagi.

"Masak."

"Selain masak?"

"Entahlah," balas Kenzo pelan sebelum kembali berjalan sendirian, tak tahu arah dan juga tujuan. Bahkan ia juga sampai tak sadar jika langkah kakinya itu membuat Manda tertinggal beberapa langkah dibelakang.

Namun syukurlah gadis dengan surai nan diikat satu itu langsung menghampiri Kenzo dan melingkarkan tangannya pada lengan pria tersebut.

"Kamu kan pernah pernah bilang kalau mama kamu suka melukis. Gimana kalau kita kasih hadian peralatan melukis? Siapa tahu itu bisa membantu penyembuhan mama kamu juga kan?" Usul Manda dengan cahaya terang yang seolah bersinar dibelakangnya saat ini.

"Hm, boleh?" Jawab Kenzo walaupun sejujurnya ia tak yakin betul akan hal itu.

"Yaudah, yuk!" Tanpa basa-basi Manda langsung menarik lengan pria berkemeja putih itu untuk menyusuri pusat perbelanjaan demi menemukan toko alat lukis disini.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Setelah sepuluh menit berjalan mengelilingi lantai empat yang terkenal dengan toko-toko nan menjajakan barang-barang tuk berkreativitas, akhirnya tibalah Manda dan Kenzo di toko alat lukis. Bukan sekedar toko, tapi ditempat ini juga dibuka kelas untuk melukis.

"Kamu pernah melukis sebelumnya?" Tanya Manda seraya matanya berkelana tuk melihat-lihat barang-barang yang dipajang disekitar ruangan ini. Tangannya masih setia merangkul lengan Kenzo dengan nyaman, dan pria itupun sepertinya tidak keberatan akan itu semua. Tentu saja tidak, Manda adalah kekasihnya.

"Pernah, kamu?" Balas Kenzo nan sedari tadi hanya menatap lurus kedepan, atau sedikit menoleh ketika melihat suatu mahakarya nan berhasil menyita perhatiannya yang mahal ini.

"Belum."

"Sesekali kamu harus coba melukis, jangan menulis terus."

Manda tertawa dan memeluk lengan kekasihnya itu gemas. Setelah mereka berpacaran, Kenzo semakin sering melemparkan lelucon seperti itu kepada Manda. Walau kadang ia harus mendengus kesal mendengarnya, tapi ada kalanya Manda merasa berbunga-bunga, sebab itu pertanda bahwa Kenzo memperhatikannya dengan sangat baik hingga ke hal-hal terkecil dalam diri Manda.

"Kamu jago melukis?" Tanya Manda lagi.

"Lumayan, setidaknya kamu masih bisa tahu aku gambar objek apa lewat lukisan aku."

Sampai TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang