4.

736 106 67
                                    

"Menurut gue, adegan dimana si balerina mencium perompak bisa diganti dengan hal lain."

"Maksudnya?"

"Gini," Amanda membuka buku naskahnya dan menunjukkan salah satu halaman kepada Catherine, "Nih, yang ini. Disini kalian ingin menunjukkan bahwa si balerina punya perasaan ke si perompak kan? Nah, menurut gue... adegan balerina cium si perompak bisa diganti dengan adegan lain. Misalnya seperti bantuin si perompak bersembunyi lah, atau kasih sandwich persediaan di dapur. Bisa aja kan?"

Catherine mengerjapkan matanya berkali-kali dan menoleh kepada Amanda dengan kedua mata yang dipicingkan lalu berkata, "Dari tadi lo cuman kasih kritik dan saran sama adegan-adegan ciuman doang. Jadi sebenarnya lo gak mau lakonin adegan itu apa gimana? Dari awal gue udah tanya ketersediaan lo kan Man?"

"Iya, sudah."

"Terus, kenapa tiba-tiba lo jadi ragu begini?"

"Gue cuman takut kalau adegan mesra yang gue lakuin sama Kenzo nanti terkesan maksa dimata penonton. Lo bisa lihat kan, adegan ciumannya ada tiga disini. Apa gak berlebihan? Kenapa gak adegan ciuman satu aja? Biarpun sedikit, tapi membekas di hati penonton. Iya kan?"

Catherine nampak tersenyun meremehkan dan berkacak pinggang dihadapan temannya satu itu, "Denger ya Man, gue dan teman-teman teater sudah dilatih selama setahun lebih untuk belajar menulis naskah. Bukan hanya itu, naskah yang ada ditangan lo ini sudah direvisi sampai ratusan kali oleh ahlinya. Jadi, lo gak perlu khawatir kalau masalah adegan mesra seperti ciuman dan sejenisnya."

"T-tapi..."

"Asalkan kita gak nyuruh lo buat beradegan ranjang sampai telanjang bulat diatas panggung, itu tandanya lo masih terlihat masuk akal diatas panggung. Paham?" Catherine menghela nafasnya panjang dan tersenyum simpul, "Lain kali jangan begini ya Man, itu tandanya lo gak menghargai penulis naskah di project ini."

"Sorry, Rin."

"Iya, gapapa."

Amanda dan Catherine langsung berjalan ke direksi yang berbeda. Amanda nampak melangkah menuju bangku penonton, sementara Catherine kembali bergabung dengan anak-anak lighting yang sedang mengatur pencahayaan saat pementasan nanti.

Dibangku penonton, Amanda bisa melihat Kenzo tengah duduk seraya menatap lurus ke arah panggung utama dibawah sana dengan tatapan datarnya.

Tanpa basa-basi gadis itu memberanikan dirinya untuk menjentikkan jari di depan wajah lawan mainnya itu, sehingga Kenzo menoleh kepadanya dan Amanda langsung menggeleng pelan sebagai bentuk jawaban atas sorot mata pria itu yang hanya dimaknai sepi...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanpa basa-basi gadis itu memberanikan dirinya untuk menjentikkan jari di depan wajah lawan mainnya itu, sehingga Kenzo menoleh kepadanya dan Amanda langsung menggeleng pelan sebagai bentuk jawaban atas sorot mata pria itu yang hanya dimaknai sepihak olehnya.

"Gagal." Kata Amanda.

"Gue juga udah coba ngomong sama Kak Theo, dan hasilnya sama," Kenzo tersenyum miring dan mendecih pelan menatap kembali ke arah panggung dibawah, "Mereka sendiri yang minta kritik dan saran. Pas giliran dikritik, responnya malah begitu." Sinis Kenzo dengan bersedekap tangan di depan dada.

Sampai TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang