21.

635 86 28
                                    

Tak peduli betapa indahnya pemandangan diluar jendela sana, tiap kali ia memiliki waktu tuk memanjakan mata, maka ia akan menoleh kesamping untuk memandangi paras indah sang pujaan hati. Ya, siapa lagi kalau bukan kekasih 12 jamnya itu?

Satu tangan Kenzo ia pakai untuk memegang alih kemudi, sementara yang satu lagi untuk memegang jemari tangan Manda. Sudah setengah jam berlalu, tetapi aroma buah strawberry dari tangan gadis itu masih menjadi kesukaannya hingga kini.

"Ternyata seorang Kenzo Ardinata bisa clingy juga ya?" Amanda memasukkan keripik pisang diatas pangkuannya kedalam mulut, mengamati sikap Kenzo  sejak tadi. Masih belum bisa menerima, jika Kenzo yang dulu selalu memasang wajah datar di kelas, kini bisa menjadi sosok manja nan menggemaskan hanya untuknya.

"Siapa aja yang sudah tahu tentang ini?" Tanya Kenzo sembari fokus menyetir dengan satu tangan.

"Temen-temen gue, orangtua gue, sudah." Jawab Amanda langsung.

"Man..."

"Sorry, masih belum terbiasa," Amanda berdehem pelan dan langsung memperbaiki kalimatnya barusan, "Orangtuaku sama temen-temen aku." Ralatnya, dengan lidah yang dijulurkan diakhir kalimat saking gelinya ia akan panggilan seperti itu.

Ayolah, biasanya gue-lo, sekarang Kenzo memaksa untuk mengubah panggilan mereka menjadi aku-kamu.

"Apa kata mereka tentang itu?" Tanya Kenzo lagi.

"Papa mama aku senang banget dengernya. Sementara temen-temenku... yah gitu deh," Amanda menggendikkan kedua bahunya sebelum melanjutkan kalimat nan sempat terjeda, "Mereka minta aku buat ajak kamu makan malem bareng. Ada Gita, Julia, Arzie, Aku, Ditho dan juga kamu."

"Ditho? Siapa Ditho?"

"Dia pacarnya Gita."

"Oh..." Kenzo mengangguk paham, lalu menciumi punggung tangan Manda bertubi-tubi, sebelum sebuah belokan menyita perhatiannya sehingga ia harus menjeda aktivitas favoritnya barusan.

"Gimana Zo? Bisa kan? Makan malam bareng sama aku dan teman-teman aku?"

"Bisa dong, harus pake baju apa?"

Manda tersenyum dan mengusap punggung tangan Kenzo dengan ibu jarinya pelan, membuat pria itu sontak menoleh kepadanya menunggu jawaban, dan Amandapun membalas, "Cukup jadi diri kamu apa adanya aja." Jawab gadis itu tulus.

***

Makan malam bukan sembarang makan malam, perubahan status seperti mengubah semua-muanya.

Amanda menyentuh bisep Kenzo dan mengusapnya lembut. Sejak dulu ia sangat ingin melakukan hal ini disaat pria itu merasa gugup. Apalagi ketika melihat Kenzo terus-terusan mengerjapkan mata sebelum pertunjukan di mulai. Tapi sekarang? Rasanya seperti pencapaian besar ketika ia memiliki hak--atau mungkin kewajiban--untuk menenangkan pria berkacamata itu.

"Mereka juga teman kamu, kita sekelas bareng dari dulu. Kenapa kamu gugup?" Tanya Amanda sembari mereka berjalan di lorong restaurant yang permukaan dindingnya bermotif batu bata buatan, serta ornamen dedaunan sintetis yang menghiasi sepanjang lorong.

"Tapi..." Kenzo menghentikan langkah kakinya, menghadap ke arah Amanda seraya melonggarkan kerah turtle neck nan ia kenakan saat ini. "Tapi mereka bisa terima aku sebagai pacar kamu gak ya?"

"Demi apapun, mereka jauh lebih seneng banget dengar kabar ini!" Amanda menjawab itu semua dengan kesungguhan berbumbu antusiasme setinggi langit, guna meyakini Kenzo. "Kenzo, i'm your fan since day one. Sejak kamu belum kenal aku, sejak kamu belum natap mata aku, sebelum project teater kita. Mereka semua bukti kalau aku sesuka itu sama kamu."

Sampai TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang