24.

500 78 29
                                    

"Siapa ya?"

"Saya Amanda."

"Oh," wanita itu mengangguk paham dan langsung menoleh kebelakang seperti hendak memanggil seseorang di dalam rumah, "Mas Ken, ini lho pacarnya udah sampai!" Seru bi Alan ke dalam rumah.

Mendengar itu, Amanda sontak menunduk menahan senyum dan kembali menatap ke dalam ruangan. Dari bawah sini ia bisa melihat seorang Kenzo Ardinata tengah berlari kecil menuruni anak tangga tuk menghampiri Manda di pintu masuk, dan di saat yang bersamaan, bi Alan mempersilahkan Manda tuk duduk di ruang tamu.

"Kok Manda disuruh duduk di ruang tamu Bi? Kan acaranya di dalam?" Tanya Kenzo kepada asisten rumah tangganya. Tak sampai disitu saja, ia juga langsung meraih pergelangan tangan Manda tuk mengajak sang kekasih tercinta masuk lebih dalam lagi ke rumahnya, meninggalkan bi Alan sendirian di ruang tamu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Kamu pasti bingung tadi?" Tebak Kenzo seraya memasangkan apron kepada tubuh Manda.

"Hm, sedikit," jawab gadis nan tengah dipasangkan apron tersebut, "Sebenarnya wajah bi Alan agak familiar dimataku. Tapi gak tahu kenapa tadi itu rasanya gugup. Aku pikir siapa..." Amanda merapihkan sedikit surai panjangnya yang masih tergerai bebas, supaya tidak ikut terikat dengan tali apron di leher yang sedang Kenzo pasangkan dibelakangnya.

"Bi Alan itu asisten kepercayaan mamaku, dari kecil aku juga udah di urusin sama dia. Dimataku, bi Alan itu udah kayak ibu kedua aku dirumah."

"Oh ya? Sampai sedekat itu?"

"Iya," jawab Kenzo, "Kamu gak cemburu kan Man?" Tanya pria itu yang kini sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Alih-alih langsung menjalankan misi tuk membuat kue, Kenzo malah melingkarkan tangan pada tubuh ramping Amanda, memeluk gadis itu dari belakang dan memajukan wajahnya untuk melihat bagaimana reaksi Manda saat ini. Tentu Manda tidak akan cemburu, mana mungkin juga Kenzo memiliki hubungan aneh seperti itu dengan wanita yang bahkan lebih berumur daripada mamanya.

"Ken, ini dirumah lho!" Manda menepuk gangan Kenzo di depan tubuhnya.

"Terus? Kenapa?"

"Kalau yang lain lihat gimana?" Tanya Manda panik. Namun sepertinya segala jenis peringatan nan mengalir dari mulut Manda hanya dianggap angin lalu bagi Kenzo. Buktinya, pria itu sekarang malah membenamkan wajah pada lekukan leher Manda yang membuat gadis itu harus memejamkan mata kuat-kuat menahan sensasi kegelian yang Kenzo ciptakan padanya.

"Mamaku diatas, bi Alan juga diatas, gak akan ada yang kesini." Jawab Kenzo dengan suara manjanya, dan sontak membuat Manda bergidik ngeri mendengar itu semua.

"Tapi gak gini Zo, kita kan harus bikin kue buat mama kamu?" Manda menoleh kesamping, mengusap surai Kenzo pelan dan pria itu langsung mengangkat wajahnya tanpa melepaskan kaitan tangannya pada perut rata Amanda.

"Manda." Panggilnya.

"Hm?" Tanya wanita itu.

"Maaf."

"Maaf untuk?"

Kenzo tak langsung menjawab lagi, membuat Amanda langsung mengambil beberapa butir telur di atas meja tuk dipecahkan dan digabungkan dengan beberapa gram tepung nan sudah ia hafal takarannya diluar kepala. Sementara itu, apa yang Kenzo lakukan? Ya, pria itu hanya meletakkan dagunya diatas bahu Manda, sesekali menghela nafas panjang, dan Amanda tak mau terlalu ambil pusing akan hal tersebut.

Kenzo pasti akan cerita jika hatinya sudah siap.

"Maaf karena akhir-akhir ini aku terlalu fokus ngurusin keluarga aku. Padahal kita baru banget pacaran, orang-orang biasanya melakukan kegiatan yang romantis di minggu-minggu awal pacaran. Tapi kita? Kita malah ke panti rehabilitasi, bikin kue, ngurusin mamaku," ucap Kenzo panjang lebar dan ia kembali menghela nafasnya lalu mengecup sekilas bahu Amanda sebelum melepaskan dekapannya.

Sampai TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang