22.

516 79 26
                                    

"Kita mau kemana?" Tanya Amanda polos.

"Panti rehabilitasi." Jawab Kenzo langsung.

Memdengar itu, gadis dengan balutan dress cantik berwarna putih tersebut hanya mengangguk paham dan kembali melangkahkan kaki. Melewati jalan setapak menuju dataran tinggi, dimana bangunan berwarna putih nan terisolasi perlahan-lahan mulai terlihat di ujung sana.

Ada banyak orang berlalu-lalang di halaman itu. Rata-rata adalah para orang dewasa yang bersikap seperti anak-anak. Bermain bola, bernyanyi, memetik buah, dan lain-lain. Melihat pemandangan tersebut, Amanda nampak mengulum bibirnya gugup sebelum meyakinkan diri tuk melangkah kesana.

Tentu saja bersama Kenzo.

"Sekarang pasti ada banyak pertanyaan di kepala kamu kan?" Tebak Kenzo tepat sasaran.

"Hm... sedikit, hehehe" Kekeh Manda tak enak hati kepada kekasihnya itu.

"Silahkan ajukan pertanyaan pertama." Ucap Kenzo mempersilahkan.

"Aku mau tanya. Ada siapa di panti ini? Kenapa kamu bawa aku kesini?"

"Ada mamaku."

Begitu melontarkan jawabannya, langsung ke inti utama. Kenzo nampak memberanikan diri menoleh kepada Amanda, sebab ia ingin melihat bagaimana reaksi dari gadis tersebut. Apakah Amanda akan takut? Cemas? Atau tidak keduanya?

Namun hingga detik ini, Kenzo masih belum bisa membaca raut wajah Amanda sama sekali. Padahal biasanya ia bisa menilai jawaban orang-orang hanya lewat sorot mata orang tersebut. Tapi ternyata untuk kali ini, Manda mampu mengontrol diri lebih baik daripada yang Kenzo kira.

"Kamu gak takut kan?" Tanya Kenzo lagi.

"Aku?" Tanya Amanda, dan Kenzo mengangguk, sehingga gadis itu buru-buru menggelengkan kepala dan tersenyum, "Aku gak takut sama sekali. Tapi bingung aja."

"Bingung kenapa?" Tanya Kenzo.

"Bingung harus bersikap seperti apa. Soalnya tiba-tiba kamu bawa aku kesini, tanpa aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Gimana kalau nanti mama kamu gak suka sama aku? Atau ada hal fatal yang aku lakukan atau katakan?" Jelas Manda panjang lebar dan tentu saja Kenzo bisa memahami itu semua dengan baik.

"Oke. Tapi aku mau kasih tahu kamu dulu sebelumnya, kalau mamaku tidak semenyeramkan yang kamu kira."

"Aku gak ada berfikiran begitu setitikpun, Kenzo."

Pria berkacamata itupun mengangguk dan mengehentikan langkah kakinya sejenak, membuat gadis disampingnya itu juga ikut berhenti dan kini mereka tengah berdiri berhadap-hadapan di depan gerbang panti yang tertutup rapat. Sebelum mereka berdua masuk dan menghadapi apa yang ada di dalam sana, sepertinya alangkah baik jika sepasang kekasih itu menyelesaikan suatu permasalahan agar kedepannya semua berjalan dengan baik.

"Kalau begitu, aku mau cerita panjang lebar dulu ke kamu, sebelum kita masuk ke sana. Bisa kan?" Tanya Kenzo meminta izin kepada Amanda dengan sopan. Langsung saja, gadis bersurai panjang itu nampak tertawa kecil dan mengangguk cepat.

Kenapa juga Kenzo harus meminta izin sampai sebegininya padanya?

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ini adalah kali pertama Kenzo membeberkan rahasia besarnya kepada orang lain. Walau sebenarnya ada Brian yang sudah mengetahui itu semua terlebih dahulu, namun pria itu bisa mengetahui fakta tersebut lewat kepingan puzzle yang ia kumpulkan menjadi satu.

Berbeda dengan Amanda, Kenzo benar-benar akan menceritakan semuanya kali ini. Dari awal hingga titik.

"Mamaku itu orangnya cantik, baik, ramah, sederhana, dan pintar. Mama punya ambisi untuk menjadi seniman sukses lewat bakat melukisnya dulu. Dan banyak pria yang berlomba-lomba untuk mempersunting mamaku ketika dia masih seusia kamu dulu." Kenzo membuka ceritanya dengan orientasi yang baik. Membuat Amanda tanpa sadar larut kedalamnya, dan mendengarkan semua itu dengan seksama.

Sampai TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang