26.

452 70 28
                                    

Disebuah restauran mewah, banyak orang dengan pakaian yang menyilaukan mata nampak berlalu-lalang disekitarnya. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, semua orang bisa tahu bahwa penampilan mereka saja sudah setara dengan harga satu motor. Bisa dibayangkan bukan betapa mahalnya itu semua?

Sementara itu di pintu masuk, dua orang pelayan nan bertugas menyapa di depan pintu nampak membungkukkan tubuh sebesar sembilan puluh derajat dikala sepasang kekasih nampak memasuki area restaurant.

Hanya saja, terbesit rasa bertanya-tanya dibalik raut wajah ramah kedua pelayan tersebut.

Bagaimana tidak? Kenzo nampak menarik tangan Manda dengan sangat terburu-buru, sementara Manda harus mengikuti langkah kaki Kenzo yang entah mau membawanya kemana. Kendati begitu, orang-orang tak bisa menyebut aksi barusan seolah Kenzo tengah menyeret Manda, sebab sepertinya Manda bisa mengikuti tempo Kenzo dengan baik.

Hingga tiba-tiba Kenzo melepaskan tangan Manda begitu mereka tiba di sebuah meja kosong yang sudah dipesan khusus atas nama Kenzo untuk dua orang. Pria itu menarik satu kursi supaya Manda duduk diatasnya, baru setelah Manda menduduki kursi tersebut, Kenzo pun melakukan hal yang sama.

"Zo? Kita mau ngapain sih?" Tanya Manda penasaran.

"Panjang ceritanya Man, rencana inipun mendadak aku rancang sama Jason semalam."

"Rencana apa?"

Kenzo membuka mulutnya hendak menjawab pertanyaan Amanda. Namun sebuah suara menginterupsi niatannya itu. Ya, pada sekat sela-sela kayu disamping mereka, Kenzo bisa melihat Jason tengah mempersilahkan Giselle tuk duduk pada sebuah kursi dan setelah itu Jason mendudukkan diri di kursi depan gadis tersebut.

Bukan hanya Kenzo yang menyadarinya, Manda pun sama halnya begitu. Gadis dengan dress biru muda polos itu nampak terbelak begitu melihat sosok Giselle berada disampingnya walau diantara mereka terdapat sekat yang mungkin saja membuat gadis itu tidak menyadari keberadaan Manda dan Kenzo.

Manda menatap Kenzo, dan pria itu hanya mengangguk dalam diam.

"Terus, aku disini buat apa?" Bisik Manda, namun pergerakan bibirnya masih bisa dibaca dengan baik oleh Kenzo.

"Temenin aku."

Memang dasar budak cinta, baru dijawab begitu saja sudah terbang hingga langit ketujuh. Jawaban Kenzo sontak membuat Manda diam seribu bahasa, perutnya seolah dikerubungi kupu-kupu nan terbang menyala-nyala, membuat lidah Manda terasa kelu tuk bicara, sehingga ia hanya bisa tersenyum memandangi buku menu ditangannya, menurut.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Belum ada percakapan serius sampai sejauh ini. Hanya basa-basi bertanya kabar satu sama lain dan menceritakan kesibukan masing-masing. Kini Jason hanya memotong daging steak miliknya, sementara Giselle nampak menikmati minumannya sembari melihat suasana sekitar.

"Bosen ya?" Tanya Jason yang ternyata menyadari gerak-gerik wanita dihadapannya ini.

Giselle tersenyum lalu menggeleng pelan. Dari raut wajahnya, ia seperti hendak mengatakan sesuatu terkait isi hati dan pikirannya. Hanya saja, gadis itu mungkin masih meragu apakah ia harus jujur kepada Jason atau tidak.

Sementara itu, dibalik sekat disamping mereka, terdapat Kenzo dan Amanda yang terlihat tak berselera dengan makanan nan tersaji dihadapan mereka masing-masing. Walau nyatanya semua informasi yang mereka dapat hingga detik ini belum ada yang menarik, namun tetap saja... mereka percaya Jason akan menggiring topik dengan baik nanti.

"Ini tempat pertama kali gue ketemu sama Om Marteen, Jas," ucap Giselle tiba-tiba.

Mendengar itu, Jason sontak berdehem pelan mencoba menetralkan raut wajahnya saat ini. Sekarang ia mengerti kenapa Kenzo merekomendasikan restaurant mahal ini untuk menjadi tempat pertemuan mereka. Ternyata, ada sejarah penting nan pernah terjalin disini.

Sampai TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang