27.

478 67 16
                                    

"Aku suka banget cari inspirasi dengan cara begini."

Amanda meniupkan gelembung sabun ditangannya, sehingga gelembung-gelembung kecil hasil tiupannya mulai beterbangan mengikuti arah angin. Sementara itu, Kenzo yang berdiri disamping sang kekasih hanya terdiam mendengarkan kalimat demi kalimat yang Amanda lontarkan dengan tatapan teduh.

"Langitnya terang, daun-daun berguguran, suara kicauan burung samar-samar beradu dengan suara tawa anak-anak. Wuah, surga." Gadis bersurai coklat itu memejamkan matanya dan mengadah keatas, membuat surainya tergerai bebas menutupi punggung.

Kenzo masih belum bersuara, ia melirik wanitanya itu sekilas, sebelum kembali melihat suasana sekitar. Ternyata benar apa kata Amanda, keindahan dedaunan yang berguguran hingga suara kendaraan yang beradu dengan suara tawa anak-anak bisa ia rasakan disini. Namun karena ia terlalu kalut akan pikirannya, maka itu semua lenyap dari kesadarannya.

"Oh iya, papaku ngajak makan malam hari ini," ucap Amanda tiba-tiba bersuara. Ia juga mengalungkan tangannya pada lengan kanan Kenzo, lalu mengajak pria itu berjalan bersama mengikuti kemana arah kedua kaki melangkah. "Tapi karena aku baru ingat kalau hari ini jadwal kunjungan kamu ke tante Imara, jadinya aku bilang kamu gak bisa."

"Aku bisa." Akhirnya yang ditunggu-tunggupun bersuara. Meski hanya dengan dua kata saja.

"Lho? Terus Tante gimana?"

"Mamaku udah gak mau ketemu sama aku lagi."

"Zo?" Amanda perlahan melonggarkan tautan tangannya pada lengan Kenzo tanpa ia sadari. Merasakan sesuatu yang seolah perlahan lepas darinya, Kenzo pun menoleh kepada Amanda dan mengangkat dagunya pelan, seolah bertanya mengapa gadis itu mematung ditempat.

"Kok kamu gak cerita kalau terjadi sesuatu diantara kalian?" Tanya Amanda cemas.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Sekalipun Mama kamu bilang begitu, bukan tandanya kamu gak bisa ketemu sama Mamamu lagi Zo. Mungkin satu atau dua hari setelah itu, tante Imara masih kecewa sama kamu, tapi sekarang? Bisa jadi rasa kecewanya sudah hilang kan?"

Kenzo menggeleng, "Man, mamaku itu sekali bilang tidak ya tidak. Kita gak bisa main-mainin perasaan dia."

Hening seketika kembali tercipta diantara mereka. Manda terdiam menatapi langit yang perlahan berubah warna menjadi jingga, sementara Kenzo hanya menghela nafas sembari merasakan hangatnya kopi pada gelas kertas ditangannya. Kedua sejoli itu terlihat duduk manis diatas kap mobil Kenzo, menikmati sang mentari nan perlahan menghilang di ujung ufuk barat sana.

"Sudahlah, ini memang salah aku." Pria berkacamata itu mengaku bersalah. Namun pengakuan itu justru membuat sang kekasih sontak menoleh kepadanya dengan kedua alis yang nyaris bersatu, menandakan pertentangan yang ia rasakan di dalam kalimat itu. "Ini bukan salah kamu, Kenzo," tolak Amanda.

"Tujuan kamu bicara seperti itu kan memang untuk menyadarkan tante Imara supaya bangkit dari kondisi ini. Walaupun cara yang kamu pakai agak kasar, tapi kamu tetap gak bersalah," ujar Amanda serius. "Tante Imara hanya perlu waktu untuk mencerna semuanya."

"Engga, aku harus pakai cara lain supaya semuanya kembali lagi." Kenzo menggelengkan kepaanya pelan, ragu-ragu menatap balik manik mata sang kekasih, dan Amanda nampak menaikkan sebelas alisnya seraya bertanya, "Apa rencana kamu sekarang?" Tanya gadis tersebut.

"Aku bakal lebih sering datang ke papa buat jelasin dan lurusin semua permasalahan ini," ucap pria itu dengan penuh optimis, "Mau sepahit apapun kehidupan rumah tangga mereka, nyatanya papa pernah memenangkan hati mama sampai akhirnya mereka menikah. Jadi, aku optimis kalau papa masih bisa lakukan itu untuk kedua kalinya."

Sampai TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang