"Kenapa sih nyokap lo itu gampang banget ngambil keputusan buat bunuh diri? Dosa woy, dosa!"
Perkataan Brian barusan sontak mendapat tatapan tajam dari Manda. Pasalnya, sedari tadi gadis itu sudah berupaya sekuat tenaga agar Kenzo mau turun kebawah dan mengisi perut dengan makanan disini. Bahkan Amanda sampai harus menyuapi Kenzo supaya pria itu mau makan. Namun kalimat dari mulut Brian barusan mampu menurunjan selera makan Kenzo dalam sekejap.
Manda kembali menoleh kepada pria disampingnya, dan menyuapkan satu sendok nasi kedalam mulut pria itu. Syukurlah Kenzo masih mau membuka mulut dan menerima suapannya. Walau dalam diri wanita itu, ia sangat yakin jika Kenzo pasti tengah memikirkan perkataan Brian dalam-dalam.
Bukan hanya mamanya saja yang aneh, tapi Kenzo merasa seluruh anggota keluarganya memang aneh. Dia, papanya, mereka semua menganggap kematian adalah satu-satunya jalan keluar yang mampu ditempuh ketika sudah merasa terhimpit dengan tekanan dunia ini. Kendati begitu, masih bernafas sampai detik ini juga merupakan pembuktian bahwa ia telah berhasil menghadapi kejamnya dunia seorang diri.
"Mending sekarang kita doain semoga tante Imara segera siuman. Iya kan?" Tanya Amanda, berusaha mengalihkan topik pada arah yang lebih positif.
"Gak bakalan bangun lagi, Man." Kenzo tiba-tiba bersuara, mengambil sebotol air mineral di depannya tuk diteguk sampai habis.
Tentu saja jawaban Kenzo berhasil membekukan sekujur tubuh Amanda dan juga Brian. Dua manusia itu sontak mengerjapkan kedua mata mereka bersamaan, menatap ke arah Kenzo dengan tatapan canggung, memastikan jika pria itu tidak bergurau dengan kata-katanya barusan.
"Eh, lo ngomong apaan sih!?" Protes Brian tak terima.
Sama halnya seperti pria bertubuh jangkung tersebut, Amanda juga merasa ada yang aneh dari diri kekasihnya itu sekarang. Entah mengapa atmosfir disekitar Kenzo seperti membeku, menciptakan sensasi dingin bagi siapapun yang mendekat padanya.
"Nyokap gue bukan pertama kalinya kayak begini Bri. Biasanya operasi dua jam juga beres. Terus sekarang?" Kenzo melirik ke arah jam dinding di cafétaria dan menggeleng lemah, "Gue siap apapun yang terjadi nanti."
"Pesimis banget sih lo?"
"Daripada gue optimis? Terus kalau meninggal beneran, siapa yang mau bertanggungjawab sama rasa sedih gue?" Kenzo meninggikan intonasi suaranya, sempat menoleh sekilas kepada Manda yang sedari tadi terus menunduk menatap semangkuk nasi diatas pangkuannya, membuat Kenzo tak dapat melihat raut wajah gadis tersebut.
Kendati begitu, ia yakin bahwa Manda pasti sedikit merasa tersentil akan kata-katanya.
"Omongan adalah doa, lo gak boleh lupa soal itu." Brian mengakhiri debat singkat namun menegangkan mereka dengan kata-kata yang memang sudah tak bisa disanggah lagi oleh Kenzo. Maka dari itu, pria tersebut hanya terdiam dan seketika moodnya berubah total.
***
"Gak biasanya lo pake lift?"
Jason bergeser kesamping ketika mendapati satu orang lagi berupaya masuk kedalam lift dimana dirinya berada saat ini. Bukan satu orang saja ternyata, tetapi dua. Julia nampak berdiri jauh disampingnya, dan tak lama kemudian satu orang lain berdiri diantara mereka.
"Hai Jason, selamat pagi!" Julia sedikit merendahkan kepalanya kedepan tuk menatap Jason, melambaikan tangan ramah yang hanya dibalas dengan anggukan kepala pria itu. Melihat respon Jason, Julia hanya tersenyum kepada wanita disampingnya sebelum percakapan singkat terjadi diantara mereka.
Namanya juga wanita, ada banyak kata-kata aneh yang Jason dengar disana. Bukannya bermaksud tuk menguping, tapi siapa juga yang tidak mendengar topik percakapan dua wanita itu? Mengingat mereka hanya bertiga di ruang nan sepi dan sunyi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Titik
Teen FictionSemua orang memiliki awalan kisah mereka masing-masing, namun tak semua orang mengakhirinya sampai titik. Berbeda denganku, aku akan mengakhiri perasaan ini sampai titik terujung dalam kisah kehidupanku, terlebih lagi bab tentang dirinya. Bukan, buk...