Rasanya seperti tamasya sekolah dulu.
Amanda rindu suasana berkumpul seperti ini, menerka-nerka apa yang akan terjadi disana lewat sela-sela percakapan mereka. Juga hal-hal lain yang ia rindukan. Hanya saja, tidak ada bus besar yang berjejer di depan bangunan, melainkan beragam jenis kendaraan beroda empat nan tengah diisi oleh barang-barang bawaan.
"Jul, lo yang nyetir ya?"
Jason melempar kunci mobil dari jarak yang cukup jauh kepada gadis berkardigan biru muda itu. Syukurlah Julia memiliki refleks yang baik. Jika tidak? Bisa-bisa kunci mobil tadi mendarat di tempat sampah atau masuk kedalam selokan.
"Aduh, untung cucu atasan gue lo." Gumam Julia sebal dan kembali menikmati minuman boba ditangannya. Mendengar itu, Amanda yang sedari tadi menjadi saksi akan interaksi barusan hanya tersenyum tanpa merespon apa-apa. Masih terlalu pagi bagi Amanda untuk bereaksi, ia menyimpan tenaganya untuk di villa nanti.
"Lo berangkat naik apa?" Tanya Julia kepada sahabatnya itu.
"Sama lo aja deh gue." Balas Amanda.
"Kenapa gak sama Kenzo?"
"Ya gak kenapa-napa, pinginnya sama lo aja."
"Ish, kebiasaan."
Julia mencibir pelan sembari menikmati minumannya lagi. Cuaca pada pagi hari ini sepertinya cukup mendukung perjalanan mereka menuju villa, meskipun hawa dingin masih terus menemani hingga pukul 8 pagi. Tapi anehnya, Julia tetap bersiteguh ingin minum boba di cuaca seperti ini. Aneh.
"Man, lo sama Kenzo ya?"
Dari kejauhan, datang Jason si pemilik acara. Berbeda dari teman-teman mereka yang mayoritas berbalut jaket, sweater atau kardigan. Maka Jason hanya bermodalkan kaos polos berwarna putih, ditemani kacamata hitam nan menggantung dibagian kerah. Kenapa pagi ini Amanda harus bertemu dua manusia aneh sih?
"Baru aja gue mau nebeng sama lo." Balas Amanda kepada pria nan kini sudah berdiri di dekatnya dan juga Julia, "Mobil lo penuh?" Tanya Amanda lagi.
Jason menggeleng, "Bukan, bukan gitu. Tapi Kenzo sendirian, gak mungkin kan kita biarin ada satu mobil kosong melompong?" Ujar Jason sembari melirik ke arah Julia nan tengah tersenyum bangga padanya. Membuat pria tampan satu itu merasa senang dan bangga, sekaligus bingung disaat bersamaan karena raut wajah gadis tersebut. "Lo tahu kan kalau Kenzo kurang akrab sama anak-anak lain? Berhubung kalian udah pernah main teater bareng... kayaknya lo orang yang tepat buat nemenin Kenzo deh." Jason menjabarkan opininya dengan baik.
"Tapi kita gak sedekat itu, Jas."
"Tapi kalian udah ciuman kan?" Jason menyatukan kesepuluh jarinya, lalu menatap canggung kepada dua gadis dihadapannya ini, "Seharusnya udah deket dong kalau udah..." Sekali lagi Jason melakukan hal yang sama terhadap jari-jari tangannya. Membuat Amanda memejamkan mata sejenak, menahan rasa geli nan perlahan mulai menghajarnya.
"Bahkan lo aja gak dateng ke pertunjukan mereka, Jason." Julia merotasi bola mata malas, dengan mulut yang tak henti-henti menyeruput sedotan minuman.
"Siapa suruh lo buat insta story sampai titik-titik? Gue jadi tahu semuanya kan?" Balas pria berkaos putih itu seraya memeletkan lidahnya penuh kemenangan. "Orang-orang kayak lo itu minta dikeluarin dari bioskop tau gak? Atas dasar pembajakan." Sambung Jason lagi.
"Tapi ini kan pertunjukan teater, bukan--"
"Eits! Stop!"
Tanpa basa-basi Amanda langsung meletakkan kedua tangannya, menangkup masing-masing mulut dari dua manusia nan tengah beradu argumen di depannya tadi. Sontak suasana kembali hening, baik Jason dan juga Julia sama-sama terdiam mematung ditempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Titik
Teen FictionSemua orang memiliki awalan kisah mereka masing-masing, namun tak semua orang mengakhirinya sampai titik. Berbeda denganku, aku akan mengakhiri perasaan ini sampai titik terujung dalam kisah kehidupanku, terlebih lagi bab tentang dirinya. Bukan, buk...