18.

533 79 27
                                    

Hanya ada tiga manusia bertopang dagu yang tengah memandangi teman mereka memasak. Tangan Amanda nampak lihai menggunakan pisau, memotong bahan-bahan, lalu mencampurkannya menjadi satu.

"Seharusnya lo jadi koki daripada jadi penulis, Man." Mulut Arzie bercuap, terlena akan nikmatinya aroma sup ayam buatan Amanda.

"Masakan lezat gue cuman boleh dinikmati sama keluarga dan orang-orang terdekat gue doang. Makanya gue gak mau jadi koki." Jawab Amanda sombong, bersambut sorakan dari mulut ketiga sahabatnya, Arzie, Gita dan Julia.

Sembari menunggu seluruh bumbu meresap sempurna, Amanda mengelap tangannya pada kain serbet diatas meja, lalu mendudukkan tubuh di atas salah satu kursi di samping Julia. Kini mereka berempat duduk mengelilingi meja, seperti pemain papan ouija. Hanya saja yang ditengah-tengah bukan sebuah papan permainan, melainian bolu kosong rasa pandan yang masih sisa setengah.

"Jul." Panggil Arzie.

"Hm?" Jawab yang dipanggil.

"Gimana yang kemaren gue bilang? Ada laporan gak?"

"Oh, soal itu..."

"Soal apa?" Tanta Manda penasaran.

"Itu loh Man, temen lo. Dia nyuruh gue nanyain soal Kenzo ke Jason. Emang agak tidak masuk akal sih ya, tapi bodohnya gue tetep lakuin karena kemaren ada momen yang pas aja buat nanya." Julia menggaruk kulit kepalanya singkat, lalu kembali bersuara, "Intinya... Kenzo sama Giselle memang gak ada hubungan apa-apa, mereka murni... murni apa? Ya emang gak ada apa-apa, sahabat bukan, temen bukan, ya gak ada apa-apa." Cerita Julia sedetail mungkin.

"Terus, mereka bisa kenal gara-gara apa?" Tanya Gita penasaran.

"Nah itu dia yang gue gak tahu. Ya harap maklum kawan-kawan, beliau ini kan habis ditolak perasaannya sama mbak Giselle ya, kalau tiba-tiba saya ngulik begitu... takutnya dia gagal move on, kan kasian ya?" Ucap Julia yang langsung diangguki oleh ketiga sahabatnya itu seiring senyuman menahan tawa tersemat pada masing-masing wajah mereka.

Julia kalau sudah bersikap hiperbola begini, memang suka lucu.

"Tapi lo semua percaya kan kalau hari itu gue bener-bener denger Giselle sebut-sebut nama Marty a.k.a Kenzo di teleponnya?" Gita lagi-lagi bersuara. "Iya Git, percaya kok gue. Jadi sekarang kita harus cari tahu relasi Giselle sama Kenzo itu apa." Ucap Julia kepada Gita.

"Hm, kenapa gak lo aja yang tanya ke Kenzo Man? Soalnya sekarang lo berdua udah deket kan?" Pertanyaan yang tiba-tiba dilayangkan dari mulut Arzie sontak membekukan suasana dalam sepersekian sekon.

Amanda memang belum menceritakan perihal kejadian di mobil tempo itu kepada tiga sahabatnya. Selain karena tidak ada kejelasan apapun terhadap hubungan mereka pada malam itu, ia juga ragu apakah sekarang waktu yang tepat atau tidak. Maka diam adalah jalan terbaik yang Amanda putuskan pada akhirnya.

"Ya lumayan sih, tapi gak sampai sebegitunya juga Zie." Jawab Amanda, tetap menutupi segenggam rahasia di kedua telapak tangannya.

"Iya, mending jangan langsung tanya deh. Takutnya Kenzo ilfeel sama Amanda." Respon Gita lagi yang langsung dijustifikasi oleh Julia dan akhirnya Arzie pun mengerti.

***

Setelah seharian penuh menghabiskan waktu bersama para sahabat, akhirnya Manda tiba juga di kamarnya tercinta. Tanpa merapihkan tatanan rambut atau riasannya pada hari ini, gadis berkuncir dua itu langsung merebahkan diri di atas tempat tidur. Membiarkan rasa pegal dan letih pada tubuhnya menguap sejenak disana.

"Padahal gue cuman main doang, tapi lumayan capek ya?" Gumam Amanda pada dirinya sendiri. Tak lama setelah itu, ia memalingkan wajah kesamping, tepatnya pada layar ponsel diatas tempat tidur yang masih berwarna hitam sedari tadi. Tidak ada yang memberi pesan, atau mengirimkan sesuatu padanya.

Sampai TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang