Tak ada habis-habisnya Kenzo bolak-balik dari dalam kamar ke ruang tamu untuk menyiapkan pakaian yang akan ia bawa ke rumahnya. Brian si menjadi saksi akan aktivitas tersebut hanya bisa bersedekap tangan di depan dada, masih bimbang apakah keputusan sahabatnya ini bisa dikatakan bijak atau tidak.
Bayangkan saja, Kenzo berencana tinggal di rumah kedua orangtuanya untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan. Bukan masalah khawatir dengan biaya sewa apartemen yang kemungkinan akan ditanggung sendiri, hanya saja... Brian takut jika keputusan itu akan menyiksa Kenzo lebih dalam lagi nantinya.
Tapi disisi lain, ia sadar betul jika Kenzo bukan lagi anak-anak. Ia pasti tahu keputusan apa yang baru saja ia ambil.
"Gimana kalau ternyata semua gak sesuai dengan ekspetasi lo?" Tanya Brian seraya membantu Kenzo meresleting salah satu tas ransel yang sudah penuh akan barang-barang Kenzo di dalamnya.
"Gak sesuai gimana?" Tanya Kenzo lagi.
"Ya..." Brian menggantung perkataannya, mengerutkan dahi tak yakin sebelum kembali bersuara, "Misalkan bokap lo masih nyimpen cewek lain dirumah? Atau... kalian ribut lagi?" Pria bertubuh jangkung itu memberikan pemikirannya terhadap kasus Kenzo saat ini.
"Gue gak berharap dia berubah, atau menjadi baik dalam seketika juga." Jawab Kenzo enteng.
"Terus, motivasi lo pulang itu untuk apa?"
"Untuk... mengenal bokap gue lebih dalam lagi, mungkin?"
"Kenapa lo harus mengenal bokap lo lebih dalam?"
"Karena dia bokap gue."
Sudah tidak bisa disanggah lagi, Brian rasa Kenzo sudah memiliki keyakinan bulat akan rencananya itu. Segala bentuk prediksi yang bergerilya dikepalanya perlahan-lahan mulai ia tuntaskan sendiri, sampai akhirnya siap dan berani untuk menghadang badai diluar sana. Bukan lagi menghindar, tetapi menghadapi.
Dan sebagai sahabat, tentu saja Brian akan mendukung Kenzo seratus persen.
***
Syukurlah langit sangat mendukung hari ini. Diselimuti rasa optimis, Manda melangkahkan kaki menelusuri selasar panti rehabilitasi yang tidak terlalu ramai hari ini. Flat shoes berwarna coklat tua itu menapak tenang tanpa menimbulkan kebisingan sama sekali, bahkan sampai akhirnya Manda menemukan objek yang ia cari.
Ya, Imara, mamanya Kenzo.
Gadis bersurai panjang itu nampak mengatur lengkungan pada bibirnya, sebab ia ingin terlihat natural dihadapan wanita nan tengah duduk diatas kursi roda tersebut. Setelah yakin dengan diri sendiri, barulah Manda melanjutkan langkah kakinya hingga kini ia sudah berdiri tepat disamping kursi roda Imara untuk menyapa ibunda dari sang kekasih tercinta.
"Selamat pagi, Tante." Amanda menyapa Imara dengan penuh ceria. Bahkan aura dari dalam dirinya mampu mengalahkan sinar cahaya matahari diatas sana.
Imara sontak menoleh kesamping dengan sedikit mendongkak untuk melihat siapa yang menyapanya barusan. Jujur saja, ia bahagia melihat siapa wanita cantik nan berada di dekatnya saat ini. Namun dalam sekejap, ia seperti tersihirkan sesuatu sehingga senyuman itu kembali menyurut dan tatapan matanya kembali menuju kedepan. Mengacuhkan kedatangan Manda untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Titik
Teen FictionSemua orang memiliki awalan kisah mereka masing-masing, namun tak semua orang mengakhirinya sampai titik. Berbeda denganku, aku akan mengakhiri perasaan ini sampai titik terujung dalam kisah kehidupanku, terlebih lagi bab tentang dirinya. Bukan, buk...