BONCHAPT

680 62 37
                                    

3 tahun kemudian...

Akhir pekan adalah waktu terbaik bagi Manda dan Kenzo untuk menghabiskan waktu berdua ditengah-tengah kesibukan mereka. Sebab setelah lulus dan fokus dengan pekerjaan masing-masing, dua sejoli itu nampak sulit menemukan waktu luang hanya untuk sekedar makan bersama atau berbincang santai di teras rumah Manda seperti dulu.

Bahkan sekalipun ada waktu luang, tetap saja kerikil itu muncul. Misalnya seperti apa yang Kenzo alami hari ini.

Pria berhidung tajam itu nampak terus memandangi layar ponselnya, menunggu balasan pesan dari seseorang. Kedua kakinya terus bergetar hebat diluar kendali, sepertinya cemas mulai melanda Kenzo siang ini. Bagaimana tidak? Ia sudah berjanji untuk menjemput Manda sepulang bermain golf, tapi lihat apa yang terjadi? Dua pria paruh baya di ujung sana masih belum menunjukkan tanda-tanda bosan dengan aktivitas ini.

"Ayo Pa, sudah jam 12, memang gak kepanasan?" Tanya pria berkaos polo itu akhirnya.

Panggilan dari pria berusia pertengahan kepala dua itu sontak membuat dua pria paruh baya tadi menoleh ke sumber suara. Wilson merasa terpanggil ketika Kenzo menyerukan panggilan, apalagi Marteen yang notabene 'papa' kandung Kenzo sendiri. Memang resiko mengubah nama panggilan jadinya seperti ini, satu panggilan berhasil memancing dua orang.

"Ngapain buru-buru sih Kenzo? Besok belum tentu bisa main golf sama papa begini?" Marteen kembali membetulkan posisi berdirinya dengan stik golf yang siap ia ayunkan sebentar lagi. Mendengar itu, Wilson hanya bisa terkekeh dan kembali fokus pada calon besannya yang sudah ia anggap seperti teman sendiri entah sejak kapan.

Mungkin, sejak Kenzo membawanya ke tempat olahraga ini dan secara tak langsung bertemu dengan Marteen untuk yang pertama kalinya. Memang dulu ayah dari Kenzo ini terkesan angkuh tak tersentuh, tapi lambat laun mereka bisa bersahabat karib. Mungkin karena keduanya sama-sama menyukai olahraga?

"Kenzo kan mau ketemu Manda Pa!" Seperti bocah berusia 8 tahun, Kenzo terkesan bak anak yang meminta pulang kepada orangtuanya. Namun sekalipun memang begitu, tetap saja Kenzo tidak merengek. Ia juga paham bahwa dirinya sudah tergolong dewasa sekarang.

Mendengar alasan Kenzo, Marteen hanya tersenyum miring sebelum mengayunkan tongkatnya, lalu melihat seberapa jauh bola berwarna putih itu melambung. "Ck, kamu ini. Sok-sokan mau bertemu Manda, memangnya papanya Manda sudah pasti mau izinin kamu temui anaknya?" Pria berkulit kecoklatan itu nampak melirik sekilas pada pria disebelahnya ini, membuat Kenzo sontak terdiam tak lagi bersuara.

"Sudahlah Pak Marteen, biarkan saja mereka menikmati masa muda. Nanti kalau sudah tua, pasti gabung sendiri main golf sama kita." Wilson menepuk bahu Marteen sekilas dan kedua bapak-bapak itupun langsung tertawa bersama.

Walau Kenzo tak tahu dimana letak kelucuannya, tetapi ia hanya memicingkan sebelah mata dan menghela nafas panjang dengan raut wajah malas.

***

"Cincinnya cantik gak?"

"Cantik banget!"

Julia nampak asik mengusap-ngusap benda nan melingkar pada jari manis di tangan kirinya itu. Sebuah mas putih dengan batu permata indah yang menghiasi di satu titik. Jika dilepas dan dilihat sisi dalam cincin tersebut, maka terlihatlah ukiran nama Jason yang ditulis dengan tulisan sambung. Sungguh manis sekali.

"Gak kerasa ya, akhirnya mak comblang kita tunangan juga," Arzie nampak meneguk minuman dingin yang ia pesan, lalu menaikkan kedua alisnya secara bersamaan kepada Julia nan masih diliputi rasa berbunga-bunga hari ini. Maklum, ia baru dilamar oleh Jason kemarin malam sehingga euforia itu masih terasa hingga detik ini. "Gue pikir lo bakal temenin gue jadi jomblo sejati Jul?" Ucap Arzie lagi.

Sampai TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang