Sudah satu jam lebih Kenzo duduk disini.
Sepertinya sudah ada tiga minuman kaleng yang ia nikmati sembari menunggu Amanda mempresentasikan isi buku yang hendak ia terbitkan pada tim penerbit. Sebenarnya gadis itu sudah berkata kepada Kenzo supaya tidak menunggunya, sebab Amanda tak tahu berapa lama presentasi itu akan berlangsung. Namun Kenzo tetaplah Kenzo, manusia si paling keras kepala dan teguh akan pendiriannya untuk tetap menanti sang kekasih keluar dari ruangan.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba.
Gadis dengan kemeja putih serta bawahan denim itupun terlihat di ujung sana. Berjalan menuruni anak tangga, membiarkan surai hitamnya sedikit terbang kebelakang sebab pergerakan kecil pada tubuhnya ketika menuruni anak tangga. Sontak saja Kenzo bangkit berdiri untuk menghampiri Amanda. Ia ingin menjadi orang pertama yang tahu akan hasil keputusan itu.
Namun begitu mata mereka bertemu, Amanda langsung berlari menghampiri sang kekasih dan melebur kedalam dekapan Kenzo. Syukurlah disini sedang tidak banyak orang, jadi Kenzo tidak perlu khawatir apakah mereka menyita perhatian khalayak ramai atau tidak. Langsung saja pria itu mengusap surai panjang Amanda lembut tanpa berkata apa-apa. Masih dilanda kebingungan, dekapan ini bermakna bahagia atau tidak?
"Zo," panggil Amanda dengan wajah yang terbenam pada dada bidang pria itu.
"Hm?"
"Aku bakal punya buku sendiri, sebentar lagi."
Merasa seperti setengah beban hidupnya terangkat, pria itu nampak tersenyum dengan mulut terbuka. Kenzo langsung memposisikan tubuh Manda supaya berhadap-hadapan dengannya, dan sama seperti apa yang tengah ia rasakan, Manda justru merasa dua kali lebih bahagia ketika salah satu impiannya tercapai.
Rasanya seperti baru kemarin sore mereka saling mengungkapkan impian hidup mereka satu sama lain diatas motor bermandikan cahaya lampu kota. Kini, Manda dengan lantang bisa menyuarakan rasa bahagianya karena mimpi terbesarkan kini kan menjadi kenyataan. Walau masih pemula, namun para penulis hebatpun dulunya adalah seorang pemula bukan?
"Kita harus rayain semua ini, Man," ucap pria itu penuh antusias.
"Yes, kita harus rayain ini semua ketika bukunya sudah diproduksi," jawab Manda.
Kenzo mengangguk setuju dan membawa Amanda keluar dari ruangan yang cukup sepi ini. Mereka menuruni anak tangga menuju lantai dasar gedung yang mulai terlihat hilal-hilal keramaian disana. Dengan kedua tangan yang saling bertautan satu sama lain, sebuah lengkungan pada paras masing-masing mampu mendefinisikan betapa bahagianya kedua sejoli tersebut.
"Zo," ucap Manda lagi ditengah-tengah langkah kaki mereka, "Aku kan sudah mencapai salah satu mimpi aku. Kamu sendiri gimana? Mimpi kamu untuk jadi aktor teater gimana?" Tanya gadis itu kepada sang kekasih.
"Aku sudah main teater sama kamu kan kemarin? Sudah tercapai juga dong?"
"Hm, memangnya gak mau lebih dari itu?"
"Hm, lebih gak ya?"
"Ish, nyebelin deh!"
Manda menyikut tubuh Kenzo menggunakan sikut lengannya yang tajam, membuat yang disikut hanya memasang raut wajah pura-pura kesakitan lalu tertawa sembari membuka pintu mobil menuju parkiran luar, dimana kendaraan beroda empat milik Kenzo masih terparkir rapih disana.
"Kamu bilang, om Marteen datang pas pementasan kita kemarin. Terus, setelah penampilan itu, om Marteen gak ada bilang apapun gitu ke kamu? Misalnya bilang akting kamu bagus, atau bilang suara kamu bagus, atau mungkin kasih kritik dan saran?" Tanya Manda sembari memakai sabuk pengamannya, sementara Kenzo tengah menyalakan mesin kendaraan dan mengukur suhu pendingin sembari meletakkan telapak tangannya pada pendingin mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Titik
Teen FictionSemua orang memiliki awalan kisah mereka masing-masing, namun tak semua orang mengakhirinya sampai titik. Berbeda denganku, aku akan mengakhiri perasaan ini sampai titik terujung dalam kisah kehidupanku, terlebih lagi bab tentang dirinya. Bukan, buk...