chapter 61

1.7K 151 45
                                    

Amaran: very mature content 🔞⚠️⛔🚫🔞 bab-bab ini dan sebelum dan seterusnya mengandungi adegan-adegan 🔞

CHAPTER 61

SELENA’S P.O.V

Adakah saya mau mengaku saya faham maksud ‘Jangan’ yang Holland ungkapkan?

Jangan pergi meninggalkan dia.

Just thinking about that made my chest feels like being stabbed.

Mungkin kami harus bersemuka, I couldn’t avoid him forever if I’m around his family, right?

“Saya mau rehat sekejap.” I said in a super low voice. Sebenarnya saya terasa lemas dan pening. I need to sit and have some rest, nanti saya pengsan lagi macam di mahkamah.

“Sayang…” Sakit hati saya bila dia panggil saya sayang. I don’t even know if he meant it, atau ‘sayang’ tu cuma sekadar bahasa hiasan.

Saya memutarkan tubuh dan mendongak menatap Holland.
“Kasi saya rehat dulu. Nanti saja kita jumpa di rumah kau.”

“Rumah kit…” Tidak, Hol.

“Rumah kau.” Then I left him, berpusing-pusing sudah saya rasa ni sekarang. Lebih baik saya duduk di ruang tamu.

Tidak. It’s his house. Not mine. Selagi hati Holland masih berpaut pada mendiang isteri dia, selagi semua dinding dan meja-meja hias terpampang wajah mendiang isteri dia, it’s his house and hers. It will never be my house and his. Never be ours.

Entah berapa lama saya memejamkan mata lantas terlelap di sofa ruang tamu di rumah ibubapa Holland. Sempat lagi saya menghidu the chamomile scented oil untuk mengurangkan rasa pening saya.

Tidak mengambil beberapa waktu lamanya, firasat saya mengatakan ada seseorang duduk berdepan dengan saya dan sedang memerhatikan saya.

Perlahan-lahan saya membuka mata. 

“Damien.” Saya bergumam gara-gara masih mengantuk.

Damien menangkup muka dia lantas menunduk. He looked as tensed and stress as I am.

“Sel.” Berat suara Damien. “I know you’ve made your decision.”

Saya tidak menjawab, saya hanya mendongak menatap ceiling dengan tatapan sendu.

“Tapi jangan mengalah sebelum berjuang.” Damien menasihati saya. “Give it one last shot, Sel. He loves you and you love him.”

I sighed heavily, inhaling the chamomile-scented oil and shutting my eyes tightly. Saya terasa mau menangis. Saya mau menangisi keadaan senangis-nangisnya cinta yang saya rasa.

Saya mengesat air mata saya sambil tersingut-singut lagi tu. Entah kenapa lah bah juga saya emosi ni, macam terlebih sensitive pula saya ni.

Macam saya mau menjerit saja ‘gue capek!’

“Sel, just one last try. Then I promise you, any decision you make I’ll support you.” Damien memujuk saya.

“Kau tidak tau bah macamana sakit hati saya rasa.” Saya menekan dada saya sekilas mengimbas wajah Holland masa saya cuba menghampiri dia masa jari dia berdarah kelmarin.

Damien meraup wajah dia kasar. Lantas dia memandang tepat ke mata saya.

“Holland is a very loyal man. It’s already in his blood.” Damien bilang. Okay, itu memang terang-terang boleh nampak. “Dia sama Thania, sorry if it hurts saying her name, but they have been high school sweethearts. Itu saja cinta yang pernah Holland kenal selain dari his parents and siblings. He’s not an expressive man, dia kaku, tapi dia tidak dingin.” Macam dia sedang cakap pasal London juga kan, the cold Don. I have to agree to that. Holland kaku tapi dia tidak dingin.

RedemptionWhere stories live. Discover now