Episode 02.

336 54 12
                                    


Hello guys, i'm sorry this episode may be boring for you...
Tapi jika kalian cermat, di episode ini kalian akan menemukan salah satu bagian terpenting untuk pencarian Anna selanjutnya...

Hope you like it, enjoy!

Pukul enam lewat lima belas menit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul enam lewat lima belas menit.

Aku sudah bergabung di meja makan, memperhatikan Mama dan Papa yang sibuk membicarakan proyek besar di kantor.

Satu minggu yang lalu, Papa mengatakan perusahaan tempatnya bekerja sedang mengikuti tender sebuah proyek besar pembangunan balai kota. Tiga hari setelah presentasi atau tepatnya empat hari yang lalu, proposal perusahaan Papa disetujui. Semenjak hari itu, Papa sibuk sekali mengurusi proyek kontraktornya.

“Bagaimana dengan sekolahmu, Ann?” tanya Papa di sela-sela sarapan.

“Baik-baik saja, Pa, seperti biasa.”

Papa mengangguk-angguk. “Oh iya, nanti sore sepertinya Papa tidak bisa menjemputmu. Kamu pulang naik angkot tidak apa-apa, kan, Ann?”

“Iya, Pa. Tidak masalah.”

“Sebenarnya Mama khawatir kamu pulang sendirian, Ann, apalagi setelah ada berita soal temanmu itu. Biar Mama saja yang menjemputmu, ya?”

Aku menggeleng, “Tidak perlu, Ma. Anna bisa menjaga diri, Mama tenang saja.”

Mama terlihat mengembuskan napas berat. Dia khawatir denganku, tapi di lain sisi, aku tahu Mama sedang ada janji dengan Tante Lian untuk membicarakan tentang desain baju buatannya yang akan dibeli oleh perusahaan Tante Lian.

Omong-omong, Mamaku seorang desainer. Tapi bukan desainer tersohor karena Mama hanya melakukannya untuk bersenang-senang di waktu senggang.

“Baiklah,” ucap Mama akhirnya. Itu adalah keputusan terbaik karena Mama tidak mungkin membatalkan janjinya dengan Tante Lian.

“Ayo berangkat, Ann!” seru Papa saat melihat makanan di piringku sudah tandas.

Aku mengangguk segera menyusul Papa yang sudah lebih dulu berjalan menuju halaman rumah.

“Nanti pulangnya hati-hati, Ann!” Mama berseru sambil melambaikan tangan saat aku sudah berada di dalam mobil.

Sebagai jawaban aku mengangguk, mengacungkan jempolku. Beberapa detik setelahnya, mobil Papa sudah melesat membelah jalanan kota, bergabung dengan puluhan kendaraan lainnya.

Hari itu, jalanan terlihat lebih ramai. Kami bahkan harus terjebak macet selama dua puluh menit, sebelum akhirnya mobil Papa tiba di sekolah. Aku beranjak turun setelah berpamitan dengan Papa. Seperti biasa, dari kejauhan Alya memanggilku dengan suara melengkingnya yang khas.

Tapi, lagi-lagi Alya datang sendiri, tidak ada Lumi bersamanya. Padahal sebelumnya, aku sempat mengira Lumi sudah pulang ke rumah mengingat kemarin aku melihat murid perempuan dengan postur tubuh mirip dengan Lumi berada di sekolah.

The Seekers of The Lost Hope | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang