Episode 12.

174 39 15
                                    

Pukul setengah enam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul setengah enam.

Aku sedang mematut diri di depan cermin, bersiap menuju sekolah. Mood-ku sudah semakin membaik. Aku tidak sabaran ingin segera menemukan beberapa informasi tambahan untuk masuk ke ruangan misterius itu.

Kami sudah semakin dekat untuk menemukan Lumi dan Alya. Setelah bersiap, aku beranjak menuju ruang makan untuk sarapan. Papa dan mama sudah sedari tadi menungguku. 

“Selamat pagi.” Aku menarik salah satu kursi, mengambil piring dan mengisinya dengan nasi goreng hangat buatan mama. 

“Pagi, Ann.” Papa menurunkan korannya, berganti menatapku. “Kamu sekolah?”

Aku mengangguk mantap dengan senyum yang mengembang sempurna. Kondisiku sudah jauh lebih baik hari ini.

“Iya lah, Pa. Anna habis dijenguk, pasti langsung sembuh.”

Aku yang sedang menyuap nasi mendadak tersedak setelah mendengar perkataan mama. “Mama jangan dibahas lagi.”

Papa yang tidak tahu apa-apa mengernyitkan dahi bingung, sepertinya mama belum menceritakan kepada papa soal kedatangan Raka kemarin. “Memangnya siapa yang kemarin datang menjenguk Anna, Ma?”

Sial! Papa malah menanyakannya pada mama. Urusannya akan jadi sangat panjang jika mama sudah membahasnya. Sarapan pagi ini pasti akan dipenuhi dengan obrolan mama yang terus saja menggodaku.

Sebelum itu terjadi aku sudah lebih dulu berseru. “Anna sudah selesai. Ayo, Pa, kita berangkat sekarang.”

“Eh, tapi ini belum jam enam, Ann. Apa tidak terlalu pagi?”

Aku menggeleng. “Tidak, Pa, Anna harus berangkat pagi. Hari ini, jadwal Anna piket membersihkan kelas.” Kebetulan hari ini memang jadwalku piket, aku tidak berbohong.

“Baiklah. Ayo, Anna.” 

Papa sudah lebih dulu berjalan menuju garasi untuk memanaskan mobil. Aku berpamitan pada mama yang masih saja menahan tawa. 

“Tidak perlu malu-malu sampai mengajak papa berangkat lebih pagi dari biasanya, Ann.” Mama terkikik geli.

Aku mendengus kesal. Mama terus saja menggodaku. Mama tidak tahu saja bagaimana aku dan Raka ketika di sekolah. Kami lebih sering bertengkar, memperebutkan tempat duduk, berdebat tentang sesuatu, atau dia yang tiba-tiba mengejekku, menyombongkan diri, merasa paling hebat sejagad raya.

“Mama, nanti Anna pulang terlambat, ada kegiatan klub.” Tanpa banyak bertanya, mama mengangguk paham.

Deru mobil terdengar di halaman, aku segera berlari masuk ke mobil. Mama melambaikan tangan, bilang hati-hati di jalan. Dua menit, mobil papa sudah melesat ke jalanan bergabung dengan puluhan kendaraan lainnya.

 Dua menit, mobil papa sudah melesat ke jalanan bergabung dengan puluhan kendaraan lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Seekers of The Lost Hope | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang