Episode 13.

180 36 6
                                    

Dua episode lagi sebelum menuju petualangan yang sesungguhnya~

Perpustakaan semakin sepi, murid-murid lain sudah beranjak kembali menuju kelas masing-masing, sepuluh menit lagi bel masuk berbunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perpustakaan semakin sepi, murid-murid lain sudah beranjak kembali menuju kelas masing-masing, sepuluh menit lagi bel masuk berbunyi. Denting jam perpustakaan terdengar seirama dengan detak jantungku yang berdetak kencang. Aku terdiam, menatap seseorang yang duduk di sebelahku.

“Kalian sedang membicarakanku?”

“Jangan geer, kami tidak membicarakanmu, Bara!”

Ya, seseorang yang tiba-tiba duduk di sebelahku itu Bara. Aku tidak tahu apa yang sedang dia lakukan di perpustakaan karena setahuku Bara bukan tipe murid yang suka membaca buku. Jangankan membaca buku, mendengarkan guru menjelaskan materi saja dia tidak tertarik.

Aku lebih sering melihatnya tidur atau mengobrol dengan Riko daripada antusias menyimak pelajaran. Nilainya? Jangan ditanya lagi, semua teman sekelas juga tahu Bara sering sekali mendapat nilai di bawah kriteria minimum berbanding terbalik dengan Raka, si keras kepala yang ambisius.

Tapi, ada satu hal yang membuat mereka terlihat sama, Raka dan Bara sama-sama keras kepala dan itu sangat menyebalkan bagiku. 

“Kamu tidak pandai berbohong, Ann.”

“Aku tidak berbohong, kamu jangan sok tahu!”

“Ayolah, kalian memang sedang membicarakanku, bukan?”

Raka melambaikan tangan. “Yeah, begitulah, kami sedang membicarakanmu dan kamu menguping pembicaraan kami, bukankah begitu?”

“Ya memang, tadi aku mengikuti Anna dan aku tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian berdua.” Bara menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi, dia melipat kedua tangannya di depan dada, sorot matanya menatap Raka dengan tajam.

Hei, barusan dia bilang apa? Mengikutiku? Apakah semua murid di sekolah ini punya hobi menguntit? 

“Sejak kapan kamu mendengarnya?”

Bara mengangkat bahu. “Sejak kalian membahas soal Lumi. Memangnya kenapa? Apakah itu mengganggumu?”

“Kamu mendengar semuanya? Dasar penguntit!”

Aku merasa situasi menjadi tegang. Raka dan Bara beradu pandang, nada bicara mereka berdua lebih seperti dua orang yang saling mengancam. Astaga, lagi-lagi aku terjebak dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan. “Kalian berdua kenapa, sih?”

Raka menoleh, menatapku tajam. Dari tatapannya aku tahu, dia tidak memperbolehkanku ikut campur. 

“Hei, jangan menatapku seperti itu, wajahmu semakin terlihat menyebalkan!”

Kini, giliran Bara yang menoleh. “Kenapa kalian membicarakanku?”

Raka menghela napas panjang, wajahnya mulai melunak. “Bara, kami berdua ingin bertanya padamu satu-dua pertanyaan.”

The Seekers of The Lost Hope | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang