“Gadis kecil, kemarilah bermain denganku, aku akan membawamu melihat dunia yang mengerikan namun menakjubkan. Gadis kecil, sekuat apapun kamu berusaha kamu akan tetap kehilangan sesuatu yang berharga. Izinkan aku mengambil penderitaanmu.”
“Anna! Bangun, Ann!”
Seseorang mengguncang bahuku dengan kasar. Suara itu, aku ingin sekali menjangkaunya tapi kubus hitam di sekitarku terus bergerak maju, menghimpitku agar tidak pergi kemana-mana.
“ANNA, BANGUN!”
Aku bisa merasakan guncangan itu semakin keras. Sekujur tubuhku terasa hangat walau di dalam sini angin berhembus dengan kencang.
“ANNA!”
Aku refleks berteriak, lantas terduduk dengan dada yang terasa sesak. Suara itu, aku berhasil menjangkaunya. Aku mengerjap-ngerjap, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke mata. “Raka?”
“Kamu susah sekali dibangunkan, Ann.” Raka bersungut-sungut, tapi wajahnya setengah panik. “Ayo cepat, kita harus segera pergi!”
Aku menatap sekeliling. Ruangan itu terasa lembab, tanah dan bebatuan mendadak basah. Mataku menangkap Lumi yang terlihat panik. “Ada apa, Raka?”
“Gua ini dipenuhi air, Ann.”
“Air pasang. Badai di luar pasti membuat air laut naik. Jika tidak pergi sekarang, kita akan tenggelam,” sahut Lumi.
Aku sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi, tapi melihat wajah teman-temanku yang ketakukan, aku segera menyimpulkan bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi.
Dari kejauhan, aku melihat Bara muncul dengan tubuh basah kuyup. “Aku sudah memeriksanya. Ini banjir sampai ke gua lainnya. Ayo pergi sekarang!” seru Bara.
“Ayo kita harus segera pergi sebelum air semakin naik.” seru Raka yang sudah lebih dulu menuruni satu per satu bebatuan terjal.
“Bagaimana dengan barang-barang kita?”
“Tinggalkan saja, Ann. Itu akan membuat bebanmu semakin berat di air.”
Aku menghembuskan napas kasar, melemparkan ransel ke sembarang arah, lantas berjalan mendekat ke arah Raka. Mataku membelalak begitu melihat pemandangan di bawahku. Aku tidak menyangka gua itu benar-benar terendam air hingga ketinggian satu setengah meter.
“Bagaimana kita bisa keluar dari sini?”
“Berenang, hanya itu satu-satunya cara kita bisa keluar dari gua ini.” Raka menghentikan langkahnya saat tiba di batu terakhir yang tidak terendam air, lantas menoleh ke arahku. “Kamu bisa berenang, bukan?”
Aku mengangguk patah-patah. Entahlah, aku bisa berenang atau tidak karena terakhir kali aku pergi berenang itu sudah lama sekali.
Kira-kira lima tahun yang lalu saat papa mengajakku pergi ke wahana waterboom terbesar di kota kami. Itupun dengan papa yang terus memegangi tanganku agar tidak tenggelam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Seekers of The Lost Hope | END
FantasySeorang murid perempuan tiba-tiba saja dikabarkan menghilang. Tidak ada satu pun orang yang tahu dia berada di mana, hingga satu minggu setelahnya satu murid lagi menghilang. Anna yang kehilangan dua temannya memutuskan melakukan pencarian secara d...