Episode 03.

248 52 17
                                    

Bagian Tiga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian Tiga

“Mama!”

“Anna! Ya ampun, kamu kenapa baru pulang, Ann?” Mama yang sepertinya sejak tadi sudah menungguku di halaman rumah segera menghampiriku. Raut wajahnya yang semula menunjukkan kekhawatiran berubah menjadi lebih tenang setelah melihat anak gadisnya pulang dengan selamat.

“Maaf, Ma, tadi Anna mampir ke rumah teman.”

Mama menarik napas panjang, seperti hendak mengomeliku tapi batal karena rasa khawatirnya jauh lebih besar dari amarahnya. Mama lalu menyuruhku masuk untuk segera mandi dan berganti pakaian.

Aku mengangguk, melangkah gontai menuju kamar. Perasaanku bercampur aduk antara gelisah, takut, dan sedih tanpa sebab.

Pukul tujuh malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul tujuh malam.

Sebentar lagi jam makan malam tiba. Aku yang telah selesai membersihkan badan bergegas membantu mama menyiapkan makan malam sambil menunggu Papa pulang.

Lima menit setelahnya, suara deru mesin mobil terdengar memasuki halaman. Pintu rumah dibuka perlahan.

“Selamat malam!” Papa berseru dari ambang pintu dapur.

“Papa!”

“Hai, Ann.” Papa mendekat, menarik salah satu kursi ruang makan dan beranjak duduk.

“Eh, Papa tidak mandi dulu?”

Papa menggeleng sambil menunjuk perutnya. “Papa tidak tahan. Aroma masakan Mama membuat Papa semakin kelaparan,” ucapnya sambil mengambil piring kosong, lantas mengisinya dengan nasi, sup, dan daging.

Ruang makan segera dipenuhi dengan suara ketukan sendok dan piring yang terdengar bersahutan. Di luar, hujan turun semakin deras, tidak ada tanda-tanda akan reda dalam waktu dekat. Aku masih sibuk menikmati sup hangat buatan Mama sebelum teringat sesuatu.

“Pa, memori kamera Anna sepertinya rusak. Apakah Papa bisa memperbaikinya?”

“Rusak bagaimana, Ann?”

“Semua fotonya tidak bisa dibuka.”

“Kalau itu, sih, sebaiknya kamu beli memori yang baru saja, Ann.” Mama ikut menimpali.

The Seekers of The Lost Hope | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang