Hari ini merupakan hari pernikahan Dirlara. Namun gadis yang sebentar lagi berganti status sebagai istri itu tetap kukuh untuk masuk sekolah walau hanya untuk setengah hari saja. Dirlara sengaja melakukannya untuk bertemu dengan kedua sahabatnya, selain itu Dirlara ingin memanfaatkan kebaikan Ibu tirinya barang sebentar saja.
Setelah menyisiri rambut dan merapikan penampilannya. Dengan pongah gadis yang biasa berangkat ke sekolah mengenakan motor buntut milik Pak Parjo itu mulai keluar dari sebuah mobil mewah berwarna putih. Terlihat begitu mentereng dibanding dengan mobil lain yang berada di sebelahnya, membuat Dirlara tersenyum jumawa.
Bahkan Dirlara sengaja berlama-lama berada di sana, sok membenarkan spion, mengecek ban bahkan sekedar mengelap kaca menggunakan tisu. Tentu saja semua dilakukan agar semua tahu jika dirinya hari ini mengendarai mobil mewah. Bukan pamer, Dirlara sudah lelah dipandang sebelah mata oleh para siswa di sini.
"Dir." panggilan itu membuat Dirlara menoleh, menatap dengan senyum mengembang ke arah sahabatnya.
"Hai Mon."
"Bawa mobil, Dir?" tanya Monik membuat Dirlara mengangguk.
"Yap betul sekali. Mobil mewah ini, Mon. Lihat aja mobil yang lain pada kecil gitu. Punya Dirlara dong paling gede sendiri."
Jawaban songong Dirlara membuat Monik mendelik. Sungguh Dirara ini polos atau bodoh. Benar-benar membuat emosi Monik meningkat.
"Mewah sih, Dir. Tapi mobil kayak gini gak cocok buat di bawa sendiri. Harusnya ya yang nyetir itu supir trus majikan yang duduk di belakang. Bukan nyetir sendiri mana kamu sok-sok ngelap mobil, ngecek ban. Udah persis kayak sopir, Dir. Gak sadar sedari tadi banyak yang liatin sambil bisik-bisik?"
"Hah?" Dirlara syok. Jadi semua melihatnya dan berbisik-bisik bukan karena kagum. Tapi karena melihat Dirlara mirip seperti sopir.
"Pantesan si nenek lampir ngijinin aku bawa mobil ini. Ternyata biar dikira aku jadi sopir. Emang nenek lampir kurang ajar banget." gerutu Dirlara sembari berjalan cepat tak lupa menutupi wajahnya dengan tas. Memalukan!
"Woooeee tungguuu."
Dengan langkah cepat Dirlara berjalan mengabaikan Monik yang berjalan di belakangnya. Namun alih-alih menuju ke kelas. Gadis itu malah dengan sengaja memutar langkah menuju kantin. Membolos pelajaran matematika tidak apa-apa bukan? Toh walau berada di kelas Dirlarapun tak akan mengerti penjelasan sang guru.
"Nik pesenin somay, burger, kentang goreng minumnya es jeruk, sama es teh manis." titah Dirlara sembari mengibarkan tiga lembar uang berwarna merah pada Monik. Membuat Monik menatap aneh ke arah sahabatnya itu.
"Berangkat naik mobil. Sekarang duitnya banyak. Aneh banget sih Dir. Jangan-jangan kamu melihara tuyul?"
"Sembarangan bukanlah. Udah ntar di ceritain. Buruan sana pesen sekalian buat Anggita juga. Tari dia ngabarin udah sampai tapi lagi ke toilet"
Monik mengangguk lalu menjauh. Meninggalkan Dirlara yang terduduk di kursi. Bermain memutar-mutar tutup botol sembari menunggu kedua sahabatnya untuk menghampiri. Rencananya Dirlara ingin menyampaikan tentang acara pernikahannya dengan suami dari kakak tirinya itu. Entah apa reaksi dari kedua sahabatnya nanti, namun Dirlara sudah lelah jika harus memendam semuanya sendiri.
Padahal sebelumnya tak pernah terlitas sedikitpun dalam benak Dirlara. Menikah pada usia yang masih sangat muda. Apalagi menikah dengan suami orang, tak pernah terlintas dalam benaknya sama sekali. Tapi mau bagaimana Dirlara tak bisa berkutik. Menolak artinya membiarkan Ibunya tanpa perawatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Istri Kedua, Dirlara!
FanfictionTentang gadis berkewarasan minim bernama Dirlara yang dipaksa jadi istri kedua dan melahirkan anak untuk penerus keluarga. Alih-alih menolak justru Dirlara malah memilih untuk menerima dan malakukan hal-hal gila yang membuat semua orang disekitarny...