Part 32

47.1K 4K 837
                                    

Setidaknya kini aku mengerti jika masih menggenggam namun tak lagi sejalan lebih menyakitkan dari sekedar kata perpisahan.

~Denis

~Sang Istri Kedua, Dirlara!~

Terhitung sudah lebih dari tiga hari semenjak pertengkaran mereka sepasang suami istri itu tak pernah lagi bertegur sapa. Bukan karena Denis tak berusaha, semua karena Dirlara yang membatasi diri. Gadis itu seakan memberi jeda atas hubungan mereka. Bahkan saat tak sengaja menatappun Dirlara lebih memilih mengalihkan pandangan, seperti enggan bertatap dengan Denis. Bagi Dirlara sekarang Denis itu seperti boneka perempuan di squid game yang harus dihindari!

"Jangan putus asa gitu dong, Dir! Semangat jangan buat Kak Nami itu merasa di atas angin sekarang." kompor Anggita membuat Dirlara yang tengah mengamati Monik yang asik memakan semangkuk soto mendongak lalu beralih menatap Anggita.

"Kak Nami malahan gak cuma di atas angin, kemaren aja anginnya sampe masuk ke tubuh. Terus dikerokin sama Mama, padahal aku udah nawarin biar aku yang ngerokin pake lipstik biar cepet merah malah aku digaplok." adu Dirlara sembari mengingat kejadian semalam dimana Dirlara mendapat tabokan super pedas pada pahanya dari Nami ditambah jeweran dari Rani.

Jadi awalnya Nami mengadu jika perutnya kembung, kepalanya pusing, mual-mual dan sulit BAB. Sebagai orang berpendidikan dan selalu berpositif dalam berpikiran tentu Dirlara langsung saja tanggap. Dirlara langsung menyalakan murotal di dekat Nami dan mendoakan sang Kakak agar tenang karena menurut diagnosis Dirlara mungkin Nami terkena santet. Mengingat jika Nami itu jahat, jadi tidak menutup kemungkinan jika Nami dikirimi santet musuhnyakan? Namun bukannya mendapat pujian, Dirlara mendapat jeweran maut dari Rani.

Entahlah Dirlara tak paham mengapa semua orang selalu saja salah paham dengan maksud baiknya. Selalu saja berpikiran negatif dengan apapun yang dilakukan Dirlara bahkan sebelum Dirlara berbuat sesuatu pun Dirlara seperti sudah mendapat predikat jika yang akan dilakukannya akan berakhir tidak benar. Padahal tidak, Dirlara itu selalu berniat baik dan berpikiran positif dalam setiap hal yang dilakukannya. Tapi orang lain tidak pernah mengerti akan itu.

"Ni anak emang sableng, gak ada waras-warasnya!" cibir Monik membuat Dirlara terkekeh.

"Terkadang memang kita perlu menjadi sedikit gila agar tidak benar-benar menjadi gila."

"Hah gimana, Dir?"

Sejenak Dirlara menghela nafas sebelum menggelengkan kepala. "Nope,"

"Terus rencana selanjutnya lo mau ngapain, Dir?"

"Rencana setelah ini, Mon?" tanya Dirlara membuat Monik mengangguk.

"Rencananya nanti sih gue mau makan kalau mie ayamnya udah dateng."

"Dirlara!"

"Maksudnya itu rencana kedepannya buat hubungan lo sama Kak Denis. Jadinya gimana mau ngelanjut hubungan yang abu-abu ini atau mengakhiri sampai disini, Dir."

Dirlara memejamkan mata sejenak sebelum akhirnya membuka kedua matanya yang berkaca-kaca dan menatap ke arah cincin yang tersemat pada jari manisnya.

"Jujur gue gak tau, disatu sisi gue pengen mundur tapi disisi lainnya gue ngerasa kalau mundur bukan pilihan yang tepat. Karena hubungan gue dan Kak Denis itu bukan lagi hubungan pacaran yang bisa seenaknya putus terus bisa nyambung kapan aja. Hubungan gue sama Kak Denis lebih kompleks dari itu, kita berdua terjebak ikatan pernikahan yang sakral." jeda Dirlara sebelum menghembuskan nafas kasar.

Sang Istri Kedua, Dirlara!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang