Part 7

38K 3.5K 218
                                    


Perempuan berseragam putih yang dipadukan dengan rok kotak-kotak itu melirik ke arah ranjang dimana suaminya masih terlelap di sana. Sedikit meringis melihat arah jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul enam tiga puluh. Harusnya Denis sudah terbangun karena laki-laki itu sudah terbiasa bangun pagi.

Namun entah mengapa pagi ini berbeda, Denis begitu lelap dalam tidurnya. Mungkinkah Denis overdosis karena kejadian semalam? Ah, mengingat kejadian semalam membuat Dirlara tersenyum samar dan sekarang kedua pipi tembam itu menjadi memerah bakan merambat ke seluruh wajah Dirlara. 

"Hah pedes banget ini mi lidinya." gerutu Dirlara sembari menjilati jari telunjuk dan jempolnya.

Memang semalam setelah acara perkawinan silang antara sang kaki kiri dan celah ranjang Denis tidur bersama Dirlara. Tidak ada drama pisah ranjang atau batas guling untuk tidur. Dirlara juga tidak memunggungi Denis. Karena walau bagaimanapun Dirlara adalah seorang istri, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau Dirlara tidak bisa melawan kodratnya. 

"Eh apa nih, apa nih." seru Dirlara setelah melihat kertas berwarna biru yang terletak disebelah dompet miilik suaminya.

"Untung kamu punya istri yang penyayang kaya aku, Mas. Ngeliat duit terlantar kayak gini membuat jiwa-jiwa mengkasihaniku membuncah. Jadi kamu jangan khawatir aku bersedia menampung uang receh ini kok." kekeh Dirlara sembari memasukan uang kertas itu pada saku kantongnya.

Setelah tujuh purnama menimbang-nimbang langkah yang akan diambilnya akhirnya Dirlara memutuskan untuk beranjak, pergi sarapan tapa menunggu Denis. Toh perusahaan tempat Denis bekerja adalah milik pria itu. Jadi Dirlara tak perlu khawatir jika Denis akan dipecat.

"Eh lupa belum cium sama pamit." akhirnya Dirlara kembali memutar langkahnya. Mendekat ke arah ranjang dan

"Eemmuuuaaachh"

Satu buah kecupan Dirlara layangkan, setelah itu disembatkan untuk mengelus pelan bekas ciumannya.

"Bye Domdom. Dirlara cantik sekolah dulu. Dada." pamit Dirlara seraya melambaikan tangan pada dompet yang tergeletak di samping suaminya itu.

~Sang Istr Kedua, Dirlara~


Dengan langkah tertarih perempuan yang membawa tas punggung bergambar dorayaki itu mendeket ke arah meja makan, membuat atensi semua orang yang berada di sana beralih menatap Dirlata dengan tatapan yang sulit diartikan.

Melihat itu diam-diam Dirlara terkekeh dalam hati. Jangan kira Dirlara tak tahu apa yang orangtua dan kakak madunya lakukan semalam. Jelas Dirlara tahu bahkan sangat tahu, jika mereka bertiga mengintip apa yang dilakukannya dengan Denis.

Itu juga yang menjadi alasan Dirlara membuat lampu kamarnya menjadi temaram dan membuat suara rintihan yang dapat terdengar dari luar kamar. Sebenarnya bukan rencana Dirlara untuk memperosokkan kakinya pada celah ranjang. Bahkan sakit yang Dirlara alami itu nyata adanya. Namun melihat ada kesempatan yang bisa dimanfaatkan bukan salah Dirlara jika memanfaatkannya bukan? Siapa suruh mereka mengintip sepasang pengantin baru dan berpikiran macam-macam hanya karena mendengar suara-suara serta melihat siluet gerakan yang Dirlara dan Denis lakukan. 

Dan ya jangan kira semalam Dirlara benar-benar pingsan. Tidak, Dirlara hanya syok hingga menyebabkan syaraf-syaraf di tubuhnya tak dapat berfungsi beberapa detik. Dan untuk selanjutnya Dirlara tinggal menyesuaikan diri untuk berpura-pura pingsan. Bahkan saat Denis menyerukan namanya secara kencang bisa Dirlara lihat dari celah pintu jika Nami ambruk dipelukan sang Papa.

Kadang perempuan memang selucu itu. Mereka terlalu berpikir berlebihan hingga menciptakan kesakitan pada diri mereka sediri. Bahkan bisa menjadi gila karena angan-angan yang terbentuk dalam benak mereka sendiri, perempuan memang serumit itu. Maka dari itu Dirlara memutuskan untuk tidak akan pernah menjalin hubungan percintaan dengan perempuan manapun.

Sang Istri Kedua, Dirlara!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang