Part 17

25.5K 2.6K 267
                                    

Dengan mata berbinar gadis berkuncir kuda itu memegang dadanya sendiri. Kala dirasakan bahwa jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Senyuman dibibirnyapun tak pernah luntur kala membayangkan hari-hari yang akan dirinya lakukan berdua dengan calon pujaan hatinya itu. Pasti akan sangat indah.

"Kata orang kalau deg-degan itu artinya jatuh cinta. Fiks aku lagi jatuh cinta. Tak masalah jika kamu hitam dan aku putih. Bersatunya kita akan menimbulkan sesuatu estetik seperti tai cicak." gumam gadis berseragam putih abu-abu itu.

Dirlara celingukan melirik ke arah sekitarnya. Saat dirasa sepi, tanpa pikir panjang gadis itu mendekat. Jantungnya semakin berdetak tak karuhan, bahkan tangannya ikut bergetar. Dan hal itu bertambah membuat Dirlara yakin jika dirinya sedang jatuh cinta.

"Ganteng kkiiiuu kkiiuu mau jadi suami keduaku gak?" 

Pleeetakk

Satu buah jitakan hinggap di kening gadis itu. Siapa lagi kalau bukan suaminya sebagai pelaku utama. Sebernarnya sedari tadi laki-laki tampan berjas hitam itu sudah cukup geram dengan tingkah istri kecilnya. Bisa-bisanya Denis dikerjai Dirlara. Untung saja dalam kantung celananya ada sedikit uang jadi Denis tak kebingungan membayar minumannya.

Pantas saja Dirlara tiba-tiba manja meminta dipeluk. Nyatanya itu hanya modus agar bisa mencopet dompet suaminya. Sungguh istri tidak ada ahlak!

"Copet. Suka banget ngambil punya orang lain." cibir Denis seraya mengambil dompet yang akan dijadikan suami oleh kedua istrinya itu.

"Iya emang aku sukanya ngambil orang lain. Suami aja aku ngambil punya kakakku." ketus Dirlara membuat Denis merutuki mulutnya sendiri, sepertinya dirinya salah bicara.

"Oh ya bisa gak sih kamu itu jadi orang jangan suuzon mulu sama aku. Bisanya nuduh sama curiga aja. Seenaknya ngomong padahal itu tadi dompetmu mau jatuh makanya aku pegangin. Bukan berterimakasih malah nuduh-nuduh seenaknya!" sentak Dirlara sembari keluar dari mobil milik suami menyebalkannya itu.

"Jangan ngambek dong, Dir." ujar Denis setelah menyusul istri kecilnya.

"Kamu sudah melukai hatiku, Denis. Enyalah dari hadapanku."

"Dir, ayo masuk mobil lagi saya anter sampek sekolah." ajak Denis seraya mencengkram pergelangan Dirlara membuat gadis itu menghentikan langkah dan menatap tajam suaminya.

"Dit, tolong aku Dit. Ada bangkotan aku takut Dit."

"Heh sembarangan kamu! Udah jangan ngambek dong. Saya minta maaf udah bilang yang enggak-enggak. Tapi sumpah Dir, saya kira tadi dompetnya ilang. Makanya saya panik. Untung aja masih ada duit di kantong jadi saya bisa bayar pas di kasir."

"Ya." ketus Dirlara.

"Ngambekan ih. Ntar cantiknya ilang loh."

"Biarin!"

"Anak cantik sini Om kasih uang saku. Merah-merah loh banyak." ujar Denis sembari menggoyang-goyangkan uang kertas sebanyak lima lembar membuat Dirlara memasang wajah sendu.

"Jangan kamu pikir aku mudah disuap ya! Kamu pikir karena uang bisa mengembalikan rasa sakit hati aku?" 

"Dir..."

"Walaupun aku dibesarin sama Mama tiri dan selalu dikasih uang pas-pasan. Tapi aku gak pernah nyuri!"

"Saya minta maaf, Dir. Udah ya jangan ngambek. Ini uang jajannya di kantongin dulu." 

"Gak mau! Kecuali ditambah dulu lima ratus baru bisa dipikirkan."

Denis hanya mengangguk lalu memberikan uang sebesar satu juta rupiah pada istri kecilnya itu. Daripada Dirlara ngambek dan menumbalkan dirinya sebagai alasan tidak masuk sekolah. Bisa-bisa Dirlara tidak lulus dan proses pembuatan anaknya ditunda terus menerus. Tidak, Denis tidak bisa membayangkannya.

Sang Istri Kedua, Dirlara!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang