Part 3

46.1K 4K 612
                                    

Patah hati terberat itu bukan saat melihat dia yang kau cinta bersama dengan cinta barunya,
Namun patah hati terberat adalah saat kamu melihat barisan laki-laki tampan di pesta pernikahanmu
~Manusia seksi, Dirlara

Mungkin kamu bisa menipu semesta dengan berkata bahwa kamu baik-baik saja
Hanya saja kamu lupa jika sang retina tak pernah bisa berdusta
Lewat tatapan saja sudah terbaca jika kamu tak baik-baik saja
~Denis

~Sang Istri Kedua, Dirlara!~

Dirlara melebarkan senyuman terbaiknya di depan para tamu undangan. Seraya tangannya bergelayut manja pada lengan suaminya. Bukankah sedari awal Dirlara memang sudah dididik untuk menjadi seorang penipu ulung? Kalau hanya untuk menunjukkan ekspresi yang berbeda dengan apa yang dirasakan hatinya Dirlara akan menjadi pemenangnya. 

"Tumben diem." sindir Denis membuat Dirlara merengut.

"Diem salah, ngomong salah. Nyinyir banget si Bapak udah kayak Ibu-ibu komplek."

"Sembarangan. Saya itu cuma takut kalau kamu diem-diem aja tau-tau lagi kesurupan. Gak lucu kalau pengantin kesurupan." ejek Denis membuat Dirlara menginjak kaki suaminya itu.

"Ngawur. Aku tu diem soalnya lagi mikir sesuatu yang sangat penting."

"Emang kamu bisa mikir?" tanya Denis polos.

"Heh sembarangan ni bapak-bapak. Jelas bisalah gini-gini aku punya otak ya. Kalau dijual mahal, soalnya masih fresh jarang digunain."

"Serah Dir serah. Emang kamu mikirin apa sih? Kayaknya berat banget."

"Iya. Lagi mikirin duit sumbangan. Kan yang dateng lumayan banyak mana pada kaya-kaya lagi. Kira-kira kalau nanti duitnya dipake beli micin bisa buat temen-temen satu angkatanku pada bodoh gak ya?" gumam Dirlara pelan.

Denis mencibir. Dirlara memang tidak pernah benar. Otaknya sedikit geser dari tempatnya. Bahkan Denis belum pernah melihat Dirlara bersedih sekalipun. Padahal Denis sudah menjadi iparnya selama lima tahun lebih.

Pernah waktu itu beberapa tahun yang lalu. Saat Dirlara masih duduk di bangku SMP,  Denis pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Dirlara ditendang dan dilempar ember oleh Ibu tirinya, bukannya menangis gadis berseragam putih biru itu malah tersenyum cerah seraya mengejek jika Ibu tirinya jelek dan mirip nenek sihir.

"Ada yang salaman." bisik Dilara seraya menyikut perut suaminya. Membuat lamunan Denis buyar lalu segera berdiri menyambut dan menyalami.

"Samawa Pak Boss. Semoga cepet dapet momongan. Jangan nikah-nikah lagi. Yang ini udah mantep." ucap laki-laki buncit dengan setelan jas itu.

"Amin. Makasih doanya, Ton." laki-laki yang dipanggil Ton itu mengangguk lalu beralih menyalami Dirlara.

"Selamat menikah Bu Dirlara. Semoga segera dapet momongan. Pasti nanti anaknya cantik atau ganteng secara Bu Dirlara cantik sama Pak Denis juga ganteng."

"Iya, makasih Pak." jawab Dirlara ramah.

Sebenarnya Dirlara sedikit merasa aneh mendengar laki-laki itu memanggil suaminya Pak Bos. Padahal dari segi fisik Denis lebih muda, namun mengapa orang itu terlihat begitu menghormati Denis?

"Dia itu sekertaris saya." ujar Denis seperti menjelaskan kebingungan yang diraskaan oleh Dirlara. Bukan paham, sekarang malah Dirlara berpikir yang macam-macam tentang suaminya.

"Sekertaris kok laki-laki buncit? Bapak gay?" 

"Ya kalau saya gay gak mungkin nikah sama perempuan. Gini nih efek kebanyakan baca cerita aneh-aneh buat otakmu tercemar. Sekertaris itu tugasnya membantu bosnya bukan jadi selingkuhan. Ngerti?"

Sang Istri Kedua, Dirlara!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang