Part 6

40.9K 3.8K 418
                                    


Kata orang dunia itu indah
Tapi aku tak mau menjadi dunia, karena aku bukan indah
Manusia seksi, Dirlara

~Sang Istri Kedua, Dirlara~


Suara alarm membuat perempuan berambut hitam itu terusik dari tidur panjangnya. Matanya mengerjab beberapa kali sebelum melirikah jam di dinding yang baru menunjukkan pukul lima. Akhirnya Dirlara memutuskan untuk menarik selimut kembali mengingat jika sekarang dirinya dibebaskan untuk tidak masuk sekolah. Hingga beberapa saat kemudian bola mata itu langsung terbuka mengingat jika hari ini dirinya akan melakukan bisnis.

"Selamat pagi dunia. Cie dunia diucapin selamat sama banyak orang tapi gak diajak jadian. Cie." ejek Dirlara sembari membuka jendela.

"Mandi ah, siapa tahu kalau rajin mandi trus tambah cantik suaminya nambah juga. Kan lumayan uang jajannya dobel." gumam Dirlara pelan sembari berjalan menuju kamar mandi.

Hanya butuh waktu lima belas menit Dirlara menyelesaikan ritual mandinya, setelah itu menjalankan sholat subuh. Karena menurut Dirlara hanya di atas sajadahlah Dirlara bisa mengadu.

Saat akan membersihkan tempat tidur, Dirlara mengurungkan niatnya. Perempuan berambut lurus itu lebih memilih mendudukan diri di pinggir ranjang. Membuka laci lalu mengambil sebuah foto usang berwarna hitam putih.

'Bunda, Dirlara kangen. Tapi Dirlara gak bisa nemuin Bunda. Karena Dirlara tahu Bunda gak suka lihat Dirlara, makanya Dirlara memilih untuk tidak menemui Bunda. Dilara takut kalau kehadiran Dirlara akan membuat luka di hati Bunda kembali berdenyut. Dirlara juga gak sanggup liat Bunda di suntik-suntik atau mengamuk karena lihat Dirlara.

Salah gak sih kalau Dirlara cemburu sama dia? Karena dia bisa deket-deket sama Bunda. Atau Dirlara harus seperti dia, biar Bunda bisa Dirlara gapai? Dirlara enggak minta Bunda untuk nimang atau nyanyiin lagu cinta kayak yang selama ini Bunda lakuin buat dia. Keinginan Dirlara cuma satu gak muluk-muluk kok, Dirlara cuma ingin Bunda menganggap bahwa Dirlara ada. Sebagai aku, Dirlaranya Bunda! bukan dia, boneka sialan yang selalu Bunda panggil Dirlara.'

Dirlara terkekeh seraya menghapus kasar setitik air mata yang mengalir pada sudut matanya.

"Cengeng!" umpat Dirlara pada dirinya sendiri.

Hembusan nafas kasar keluar dari bibir Dirlara. Disusul sebuah lengkungan dari kedua sudut bibirnya. 

"Ayo hadapi semesta, Dir. Yakin sama dirimu sendiri karena selain dirimu tidak ada yang yakin denganmu." gumam Dirlara seraya mengepalkan tangannya ke udara. "Semangat Dirlara cantik, warisan menunggumu."

Akhirnya setelah berperang dengan dirinya sendiri. Perempuan berkaos aku sayang duda itu mulai melangkah. Rencananya Dirlara akan melakukan lari pagi, namun karena ini masih terlalu pagi jadi Dirlara putuskan untuk menundanya besok saja.

Jadi lebih baik sekarang Dirlara pergi ke dapur untuk makan dan memulai usahanya untuk membujuk sang Mama tiri menjadi klien pertamanya. Semangat, Dirlara!

"Mama tiri." sapa Dirlara ramah sembari mendekat ke arah perempuan yang berada di depan kompor itu.

"Mama tiri hari ini cantik banget sih. Auranya itu loh bersinar seperti... bulan bawa bintang menari iringi langkahku. Malam hadir bawa diriku berjumpa denganmu. Dua hati satu tujuan melangkah ke Jerman."

Takkk

"Berisik." ketus Rani setelah menggetok kepala Dirlara menggunakan sendok.

"Coba cicipin." Dirlara mengangguk lalu bangkit dari duduknya kemudian menyaut mangkuk dan menyodorkannya pada Rani.

Sang Istri Kedua, Dirlara!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang