Ceklek,
Pintu ruangan itu terkunci secara manual. Sebenarnya ruangan itu terdapat kunci otomatis. Namun belajar dari pengalamannya yang lalu membuat Denis lebih berjaga-jaga lagi. Dirinya tak ingin pengalaman tergepnya terulang kembali.
Memang seharusnya Denis mengantar Dirlara ke sekolah namun dikarenakan insiden pemukulan yang dilakukan nenek-nenek tadi Denis mengurungkan niatnya, dan memilih membawa Dirlara ke kantor saja. Berniat mengobati gadis itu dan sedikit modus tentu saja.
"Kak nanti jangan lupa tuntut pasal penganiayaan itu mbahmbahnya."
"Terus kamu ganti dituntut pasal perbuatan tidak menyenangkan mau?"
"Tapikan aku gak salah Kak. Aku itu berbuat baik loh. Tapi dianya tak pernah memandang kebaikanku. Oh dunia ini memang sudah gila. Berbuat kebaikan saja masih disalahkan. Mengapa takdir ini begitu kejam untukku."
"Makanya lain kali itu ditanya dulu. Jangan ambil kesimpulan sendiri." saran Denis sembari menarik kursi kebanggannya menuju ke dekat Dirlara yang terduduk di sofa.
"Itu namanya inisiatip. Habisnya gimana jiwa-jiwa ibu periku selalu menyala-nyala setiap melihat orang kesusahan. Aku tu gak bisa lihat orang lain berada dalam situasi sulit."
"Tapi kamu sendiri yang suka membuat orang lain berada dalam situasi sulit." celetuk Denis membuat Dirlara mendelik tak terima.
"Enggak. Kapan aku membuat orang lain dalam situasi yang sulit? Mana ada." elak Dirlara seraya mencebikkan bibir.
"Terus yang pernah lepasin anjing Pak Jodi pas habis sholat magrib sampe jamaah yang lagi ngambil sendal kocar-kacir itu siapa?"
"Itu gak sengaja. Gak tahu tiba-tiba tanganku gerak sendiri langsung ngebuka rantainya. Kayaknya sih digerakin sama setan. Aku dirasuki setan." alibi Dirlara dengan muka yang dipolos-poloskan membuat Denis mencibir.
"Mana mungkin setan rasukin biang setan! Nah terus kalau kejadian minggu lalu yang ngambilin sendal jamaah pas sholat jumat itu juga karena dirasuki setan?"
"Bukan, Kak. Kalau yang itu aku lagi cosplay jadi Rembo sih. Ayamnya tok Dalang yang lagi nyolong sendal."
Sebuah hembusan nafas kasar keluar dari bibir pria berkemeja hitam itu. Bahkan dengan kasar Denis meraup wajahnya. Mempunyai istri Dirlara memang begitu menguji mentalnya.
Drrttt... Drrttt.. drrtt...
Mendengar gawainya berbunyi, Denis segera beranjak menuju pintu. Membukanya dan kembali bersama dengan satu kantung kresek ditangan kanannya.
"Ini salepnya udah dateng."
Lirik Denis pada kresek yang berada dalam genggamannya. Memang sedari tadi perempuan bersegaram pramuka itu menahan sakit di bagian punggung dan pinggangnya. Dirlara juga paham jika Denis mengajaknya mengobrol hanya untuk mengalihkan rasa sakitnya. Bahkan Denislah yang tadi sempat memeluk Dirlara untuk melindungi gadis itu dari pukulan sang Nenek.
'Yang manis tapi bukan gula'
"Kamu ke sini aja Dir. Duduknya di pangkuan saya aja. Kan ngobatinnya bagian punggung sama pinggang. Biar gak ribet."
"Emang bisa?" tanya Dirlara kurang yakin.
"Bisalah jangan remehin jam terbang saya, saya ini udah pengalaman. Pake gaya apa aja bisa. Berdiri, duduk, kaki madep kepala juga bisa." jawab Denis mencoba meyakinkan.
"Kok gitu!" protes Dirlara.
"Ya maksid saya. kalau kamu disinikan bisa duduk di pangkuan pas madep saya. Trus sayakan jadi gampang pas ngusapin salepnya di punggung kamu. Ini saya juga ada yang buat ngilangin bekas biru-biru bekas cubitan Mama juga, jadi sekalian nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Istri Kedua, Dirlara!
FanfictionTentang gadis berkewarasan minim bernama Dirlara yang dipaksa jadi istri kedua dan melahirkan anak untuk penerus keluarga. Alih-alih menolak justru Dirlara malah memilih untuk menerima dan malakukan hal-hal gila yang membuat semua orang disekitarny...