Rani mencoba menggerak-gerakan pundaknya. Berharap anak dan menantunya sedikit peka dan menggeser duduknya namun nihil. Keduanya malah semakin mendeket hingga membuat perempuan paruh baya itu semakin terjepit.
"Ma tolong bilangin laki-laki yang punya istri dua di samping Mama kalau aku juga bisa marah." suruh Dirlara pada Rani membuat perempuan paruh baya itu mengangguk.
Sebagai seorang Ibu sekaligus mertua bukankah sudah tugasnya untuk menjadi pendingin saat terjadi sesuatu pada rumah tangga anaknya bukan? Maka dengan berat hati Rani akan mencoba sebisa mungkin untuk menjadi penengah. Walau rasanya sangat amat sulit.
"Den.."
"Bilangin sama anak tiri Mama yang otaknya minim itu kalau saya juga bisa marah."
"Dir.."
"Bilangin kalau aku yang marah duluan, Ma!"
"Den.."
"Saya duluan yang marah, Ma. Gara-gara perempuan yang duduk di samping Mama itu saya malu di hadapan klien. Padahal ini klien penting. Disuruh duduk aja pake cepirit segala. Mana baunya udah kayak telur busuk, nembus ke sofa juga Ma."
"Dir.."
"Coba aja kalau bukan karena dia maksa-maksa duduk. Pasti anak tiri Mama yang jadi tahun kemaren menang lomba masukin terong dalam botol tingkat RT gak bakalan kelepasan."
"DIEM!" bentak Rani seraya memijit pelipisnya pelan. Kepalanya terasa akan meledak. Belum lagi telinganya yang berdengung, karena kedua orang itu kalau berbicara mendekat sekali ke telinganya. Semoga saja setelah ini dirinya tidak tuli.
"Mama pusing sama kalian. Duduk juga masih satu sofa. Kenapa gak saling langsung ngomong aja sih. Kenapa mesti melalui telinga Mama. Satu ngomog di kiri, satu ngomong di kanan. Kalian pikir telinga Mama itu kabel!" omel Rani seraya beranjak menjauh dari anak dan menantunya itu. Lama-lama Rani bisa tekanan batin bila berdekatan dengan mereka.
"Kok Mama ikutan marah sih, Kak?" tanya Dirlara membuat denis menggeleng.
"Gak tahu Dir. Kira-kira kenapa ya?"
"Ah aku tahu, Kak. Jangan-jangan karena Mama iri? Soalnya selama aku udah gede ini udah gak pernah cepirit lagi. Palingan Mama gak ingin melewatkan momen-momen berharga dalam hidup anak tirinya ini. Apa aku ulangin lagi aja ya?"
"Dirlara!" bentak Denis dan Rani bersamaan membuat perempuan itu mendengus.
"Mengapa aku selalu salah!" jerit Dirlara sembari meremas dada suaminya.
~Sang Istri Kedua Dirlara~
Tak terasa hari cepat berlalu. Sampai tiba-tiba tak terasa setelah hari sabtu sekarang beralih menjadi minggu. Hari yang sangat dinantikan oleh pelajar malas berpikir seperti gadis dengan setelan piyama itu. Sebenarnya Dirlara tak ingin beranjak, namun karena teriakan sang Mama membuat perempuan itu mau tak mau membuka mata. Karena kalau tidak, bisa disiram air seember. Rani memang sekejam itu.Dan disinilah gadis itu sekarang mendudukan dirinya di balkon kamar yang dipinjamkan karena kamar aslinya sedang diperbaiki, kamar ini lebih luas dan terletak di lantai dua. Dirlara melihat ke arah bawah, sedikit meringis ketika mendapati pemandangan Kakak madu bersama suaminya sedang berciuman di bawah sana. Mungkin ciuman perpisahan mengingat Nami akan pergi bersama dengan Ibu mertuanya lagi.
Bukan bermaksud mengintip, Dirlara hanya tidak sengaja saja. Dan sekarang mata gadis itu melotot sempurna saat melihat kepala Denis masuk ke dalam baju milik Nami. Mungkinkah suaminya sedang main petak umpet? Entahlah Dirlara tak mengerti namun melihat itu rasanya ada sebagian dari dadanya yang sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Istri Kedua, Dirlara!
FanfictionTentang gadis berkewarasan minim bernama Dirlara yang dipaksa jadi istri kedua dan melahirkan anak untuk penerus keluarga. Alih-alih menolak justru Dirlara malah memilih untuk menerima dan malakukan hal-hal gila yang membuat semua orang disekitarny...