Part 19

22.7K 2.3K 191
                                    


Takut terjatuh? Tentu tidak
Bukan juga karena hatiku mati
Aku hanya memasang benteng
Melindungi agar sang hati tak hancur lebur
Karena cangkok hati itu mahal
~Dirlara!

~Sang Istri Kedua, Dirlara!~

Setelah memikirkan tentang keinginan untuk mengikuti tawuran dirasa sangat mustahil untuk dilakukan. Maka Dirlara, si gadis kalem langsung memutar otak dengan cara salto selama lima belas menit. 

Bukannya mendapat ide cemerlang, gadis itu malah pusing. Padahal kata orang-orang bukankah kita harus memutar otak untuk mencari solusi dari masalah yang kita alami. Sungguh Dirlara tak mengerti mengapa orang-orang bisa mempercayai hoax ini. Dasar manusia sumbu pendek!

"Mending buka jendela, terus menghirup udara. Katanya Pak Gondrong yang rambutnya botak udara pagi itu menyegarkan." setelah mengatakan itu, Dirlara beranjak, membuka pintu penghubung balkon dan keluar. 

Suasana pagi memang indah, sedikit berkabut begitu terlihat menenangkan. Mata Dirlata mengedar mengamati ke arah sekitar.

"Sungguh undah ciptaanMu ya Tuhan." ujar Dirlara seraya mengamati tetangga rumahnya. Derren, si ketua osis yang sedang berolahraga dengan bertelanjang dada dengan para temannya.

Beberapa saat kemudian perempuan itu begidik ngeri, begitu mendapati matanya tepat bertubrukan dengan salah satu teman Derren. Laki-laki dengan tubuh kekar berotot yang sayangnya terlihat begitu tampan. Tanpa pikir panjang Dirlara segera berlari masuk ke kamar dan mendudukan diri di kursi depan kaca rias.

"Aaaaa malu banget rasanya. Jangan-jangan tadi dia liat aku yang fokus liatin dia? Terus dia mikirin macem-macem tentang aku. Lagian salah sendiri bikin salfok, Om-om kok punya tetek gede banget. Kan aku jadi insinyur." ucap Dirlara sendu sembari menatap ke arah dadanya. 

"Perasaan udah gede, tapi kenapa harus kalah sama cowok lagi. Apa aku coba rendem pake minyak tanah kali ya? Biar gede" gumam Dirlara seraya membayangkan jika bola karet saja bisa mengembang dika direndam, berarti dadanya juga bisa.

Bukankah karet itu kenyal? Buah dada juga kenyal. Artinya mereka masih satu kesatuan. Masih ada hubungan kekerabatan, hanya berbeda penempatan saja. Begitu pikir Dirlara. Hanya saja sedikit bau, tapi tidak papa bukan? Kapan lagi menjumpai manusia berbau gas selain bau kentut?

Hingga beberapa saat kemudian mata Dirlara membulat begitu merasakan area dadanya dilingkari oleh dua telapak tangan yang besar. Membingkai si kembar yang menjadi saudara siamnya sejak lahir. Memberi remasan ringan di sana. 

"Mau saya besarin, Dir?" bisik suara bariton itu menyeret Dirlara dalam alam sadar hingga membuat gadis itu terlonjak kaget. Sejak kapan suaminya itu berada di kamarnya? 

"Kak."

"Mau gedekan? Saya alhinya." ujar Denis seraya melanjutkan kegiatannya. 

Bahkan dengan leluasa laki-laki itu memasukan tangannya pada kaos milik istri kecilnya, bersamaan dengan bibirnya yang memberi beberapa kecupan basah di daerah sekitar belakang telinga turun sampai ke leher. Bahkan laki-laki itu semakin berani ketika melihat Dirlara hanya diam mematung dan menatap kegiatan mereka dari cermin.

"Aaaaaaa gak mau." teriak Dirlara histeris setelah Dirlara tersadar dari lamunanannya. Bahkan dengan kasar dirinya menyentak Denis, hingga laki-laki itu melepaskan rengkuhannya.

"Hei kenapa? Dir, bisa yuk Ashadu.."

"Heh sembarangan!" bentak Dirlara seraya menyilangkan tangannya ke arah dada, lalu berdiri menatap tajam ke arah suaminya.

Sang Istri Kedua, Dirlara!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang