Part 16

24.3K 2.4K 377
                                    

WARNING : 18+
TOLONG LEBIH BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN
MENGANDUNG SEDIKIT KATA DAN SESUATU YANG VULGAR
DOSA DITANGGUNG MASING-MASING

~Sang Istri Kedua, Dirlara!~

Perempuan paruh baya itu memijit pelipisnya pelan. Mendengar keluh kesah dari menantunya membuatnya ikut pusing sendiri. 

Seandainya saja Nami tidak bermasalah mungkin semua tidak akan serumit ini. Namun Rani tidak pernah menyalahkan Nami seutuhnya. Karena semua yang menimpa Nami juga mungkin terjadi karena dirinya yang tak pecus menjadi seorang ibu. Andai waktu bisa dirubah tentu Rani akan mendidik Nami lebih keras dan tak membiarkan masa muda Nami yang begitu liar. Mungkin saja nasib Nami tak akan semenyakitkan ini.

"Saya laki-laki normal. Saya juga bakalan diem kalau seandainya Nami bisa.."

"Jangan bicarain kekurangan anak Mama! Bagaimanapun juga Nami juga istri kamu, Nis. Kamu pikir Nami mau mengalami ini? Kamu gak lihat seberapa keras dia berusaha. Tapi kalau Tuhan berkehendak lain Nami bisa apa?" lirih Rani dengan berkaca-kaca menghadap menantunya itu.

"Maaf, Ma." sesal Denis menghadap iba ke arah ibu mertuanya serta mengelus pelan punggung tangan mertuanya itu hingga..

Plaaakkk

"Denis! Kurang ajar kamu!" bentak Pram membuat Denis mendengus pak tua ini kenapa cemburuan sekali.

"Papa udah tua cemburuan banget, gitu aja marah. Inget, Pa saya ini menantunya Papa sendiri." 

"Gimana gak marah, kalu yang kamu elus-elus itu tangan saya!" ketus Pram membuat Denis mengenyir lalu menarik tangannya dari atas punggung tanggan Pram. 

"Udah Mama jangan sedih gitu dong, daripada mikirin yang aneh-aneh. Mending fokus bahas masalah Denis sama Dirlara. Mama mau dapat cucukan?" bujuk Pram membuat Rani mengangguk.

"Kamu juga jadi suami gak pecus. Cuma ngajak begituan aja gak bisa-bisa. Percuma itu burung kamu beorot gitu gak guna!"

"Kalau yang jadi istri bukan Dirlara saya juga bisa bujuk, Pah. Ini Dirlara loh. Dirlara diajak ngobrol aja udah bikin emosi. Dikode bukannya paham malah tambah salah paham." keluh Denis.

"Mendingan dari pada ngasih tau Dirlara yang otaknya cuma seons gak bakalan nyampe. Gimana kalau kamu langsung eksekusi aja. Insting manusia untuk berkembang biak pasti langsung bangkit. Sekarang tugas kamu tinggal seret terus perkosa deh. Lebih menantang jugakan kamu pasti suka." 

Ctakk

Satu buah jitakan mendarat pada kening perempuan paruh baya yang memakai piyama warna merah muda itu. Tentu bukan menantunya tapi suaminya sendirilah pelakunya.

"Dirlara anak Papa, Ma. Ya walaupun dia agak menyimpang, tapi kita gak boleh dong seenaknya. Kasihan." ujar Pram pelan.

"Oke ganti rencana kedua. Gimana kalau dikasih obat perangsang aja Nis?" usul Rani dengan mata berbinar serta menaik-turunkan alis membuat Denis menggeleng.

"Gak mau, Ma. Gak alami." tolak Denis membuat Rani mencibir. Terus maunya menantunya ini apa?

Hening. Ruang keluarga itu tidak terdengar suara apapun. Ketiga orang yang berdiskusi hanya terdiam. Larut dalam pikirannya masing-masing. Hingga..

Brraaakkkkkkk

"Mama punya ide gimana kalau dikasih obat tidur aja. Pas dia gak sadar tinggal diimasukin deh. Yang penting itu pentungan kamu bisa masuk ke sangkarnya. Abis itu tinggal goyang aja, rasanya sama kok tetep kejepit." 

"Ya gak enak dong, Ma. Kan gak bisa ganti posisi, mana desahannya gak kedenger. Gak memacu semangat." protes Pram dengan menusuk-nusuk perut istrinya menggunakan jari telunjuk.

Sang Istri Kedua, Dirlara!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang