01. Suara Wanita

72 21 33
                                    

  Aroma makanan lezat menari-nari di udara, suara gesekkan panci dan spatula terdengar nyaring dari arah dapur. Seorang pria muda tengah membenarkan kerah baju di depan kaca. Rambut sudah tertata rapih, setelah itu ia bergegas ke dapur dan mendelik melihat seorang pria tengah usik memasak di dapurnya.

"Tamaki!" pekiknya melihat Tamaki berada di dapurnya dan memasak. Ia pikir, ketika bangun tidur ia akan di beri kejutan yang menyenangkan yaitu datang seorang wanita cantik secara diam-diam lalu memasak di dapurnya.

Kenyataanya pria tua, tidak, bukan pria tua melainkan pria muda sama seperti dirinya, Hekima Yuta. Hanya saja umurnya terpaut tiga tahun, tuaan Tamaki. Yuta berjalan menghampiri Tamaki, ia memasak Udon dan Sashimi. Aromanya sangat menggugah selera sama seperti masakan ibunya Yuta.

  Mereka berdua duduk berhadapan,  sebelum menikmati sarapan, Yuta bertanya-tanya tentang rumah sakit tentang pasien-pasien setiap detik, menit dan jam. Serta keluhan pasien membuat Yuta kasihan dan juga selalu ada kabar duka yang datang. Sebagai apoteker yang mengurus obat, ia sering melihat berlalu lalang pasien maupun keluarga pasien.

Tamaki menatap Yuta sejenak lalu tertawa terbahak-bahak mendengar topik pembicaraan yang sama setiap awal membuka topik pembicaraan. Lalu muka Yuta akan berubah sedih.
"Kau ini selalu aja mengatakan itu." kata Tamaki melahap makanannya.

  Yuta mencicipi sup udon buatan Tamaki. Temannya ini sering sekali datang ke rumah pagi-pagi buta dan langsung masuk ke dapur. Dan Yuta selalu aja terkejut kalau Tamaki sudah berada di dapur posisi memasak atau sudah menyiapkan makanan di atas meja.

"Selalu membahas hal itu dan kasihan melihat pasien selalu menelan obat setelah makan dan sebelum tidur." kata Tamaki memakan makanannya.

Yuta menatap Tamaki sebentar dan memakan udon dengan lahap. Di dalam pekerjaan sebagai apoteker, Yuta setiap memberikan obat pada keluarga pasien sesuai resep dokter ia selalu tersenyum tipis dan mencari obat-obat di dalam almari.
   
  Setelah selesai sarapan mereka berdua pergi menuju rumah sakit, tempat mereka berdua bekerja. Kota Tokyo sangatlah indah begitu banyak gedung-gedung tinggi dan ramainya orang perjalan kaki. Yuta dan Tamaki sudah bekerja lama di rumah sakit terbesar di Tokyo, Japan sebagai apoteker.

    Waktu adalah hal utama di Japan jadi mereka berdua harus cepat-cepat menuju ke tempat tujuan. Seulas senyum terukir jelas di sudut bibirnya dan siap untuk memilih obat-obat untuk keperluan pasien. Yuta sangat bangga menjadi sebagai apoteker terkadang ia bisa menghibur anak kecil yang sakit. Bisa dibilang Yuta menyukai anak kecil sebagai hiburan sejenak. Jika ia bertemu dengan anak-anak, Yuta selalu aja memberikan sesuatu ke anak tersebut atau menemaninya bermain.

"Yuta! Carikan obat sesuai tertera surat dokter." ucap Tamaki memberikan kertas kecil. Yuta mengangguk dan mencari obat yang tertera di sana.

Ia melihat surat dokter itu selalu saja merasa sedih. Yuta segera menyingkirkan pikiran buruk tersebut dan mencoba mencari obat-obat yang di perlukan. Setelah itu ia menulis berapa kali obat tersebut harus di minum. Yuta memberikan obat ke keluarga pasien sembari menjelaskan minumnya.

"Terima kasih." ucapnya.

"Terima kasih kembali," balas Yuta membungkukkan badan.

   Waktu terasa sangat cepat berlalu dan malam pun sudah tiba. Cahaya-cahaya lampu dari gedung-gedung lainnya dalam sekejap menyala memberikan penerangan malam. Rumah sakit selalu ramai orang yang keluar masuk. Yuta sedang membaca buku membuat obat-obatan ia selalu saja membaca buku itu saat di waktu senggang.

  Tamaki menoleh ke Yuta tengah fokus membaca buku pembuatan obat. "Fokus banget, baca buku ramuan obat?" tanyanya tersenyum.

Yuta tanpa menoleh ke lawan bicara, membuka suara, "aku ingin membuat obat yang bisa menyembuhkan semua penyakit. Walau itu rasanya tidak mungkin." katanya penuh harap bisa menciptakan obat tersebut.

Black Hawk [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang