Tepat tanggal 12 November, semua sorotan kamera dengan senter cahaya, sudah berkali-kali mengambil gambar. Sisi kanan kiri ada seorang polisi sedangkan di tengah-tengah kedua polisi terdapat tersangka, Hekima Yuta. Atas insiden rumah sakit dimana ia membunuh seorang pasien dengan penuh kesengajaan.
Ena berada di sana melihat Yuta memasuki gedung, tempat persidangan pria tersebut. Ia berusaha menahan air mata yang suatu saat akan menetes, di sebelah wanita itu ada pria tinggi menatap sendu sekaligus tidak percaya, bahwa Yuta akan terjerat dalam kasus besar tidak terduga. Ia masih mengklaim bahwa ada seseorang yang sengaja menjebak Yuta secara diam-diam dan ini masuk ke dalam kasus "Bayangan Kei".
Semua orang berserta saksi memenuhi ruangan persidangan. Ena menatap Yuta yang duduk tepat di depan hakim, jantungnya berdebar-debar tidak karuan. Enggan mendengar keputusan hakim yang bisa dibilang menakutkan. Ena tidak bisa jauh-jauh dari Yuta.
Waktu terasa sangat cepat. Cepat sekali, bahkan menghabiskan waktu bersama Yuta selama 3 hari baginya tidak cukup.
Tangannya mengepal kuat, harusnya ia tidak mencari solusi dengan cara kotor. Namun, bagaimana lagi? Toh, obat-obatan di rumah sakit sangat minim dan nyaris tidak ada stock sama sekali. Begitu banyak pasien yang ditolak rumah sakit besar Tokyo, pada saat itu. Yuta begitu khawatir serta merasa bersalah tidak bisa membantu orang-orang yang sangat membutuhkan tenaga medis buat keselamatan orang dicintai. Mereka hanya memiliki dua pilihan, sembuh dan mati. Berjuang atau menyerah. Bertahan atau mati.
Hati pria itu sangat suci dan tidak tegaan terhadap orang-orang. Namun, dengan mudahnya orang asing diam-diam mengawasinya dari jauh dan menjebaknya hingga ke pengadilan. Jika Ena tidak memberikan cara kotor seperti ini, mungkin saja, Yuta tidak akan tersandung dalam kasus kriminal serta dituding ia pembunuh sekaligus tersangka "bayangan kei".
'Kei, memang sangat keji!'—batin Ena, menitihkan kembali air mata membasahi pipi mulus wanita yang kini berpenampilan begitu rapih. Nafasnya naik turun, berusaha untuk tenang dan tangisnya tidak akan pecah.
Tamaki, pria itu hanya diam menatap punggung Yuta yang memakai setelan jas hitam, tanda sudah tidak ada cahaya kehidupan. Yuta nampak tidak siap menerima hukuman ini, namun, sudah tidak ada lagi untuk menolak bahkan keluarga pasien hadir di persidangan ini, terutama wanita yang dulu berteriak serta menangis histeris menudingnya tepat dihadapannya sekaligus orang-orang yang ada di rumah sakit ini.
Malu.
Itu sudah pasti.
Persidangan sudah di mulai dan dibacanya kasus yang menimpa Yuta secara rinci di dalam sana. Semua orang mulai menyimak cermat atas pembacaan kasus ini. Yuta menunduk dan memainkan tangannya, melepas keraguan sesekali menghela nafas kasar agar tidak terlalu tegang.
Tok! Tok! Tok!
Suara palu hakim mulai terdengar membuat semua tatapan menghadap ke depan, menunggu keputusan hakim. Jantung Yuta berdetak kencang tidak karuan, ia tidak siap untuk menerima hukuman berat. Namun, itu tidak akan pasti Yuta akan menerima hukuman ringan melainkan hukuman berat. Mengingat barang bukti yang sudah memenuhi syarat dan sudah tidak bisa dibantah lagi.
"Dengan ini, saya selaku hakim persidangan, memutuskan bahwa..."
"Hekima Yuta divonis hukuman penjara..."
Semua yang ada di dalam persidangan mulai serius, menunggu hakim mengatakan keputusan atas kasus pembunuhan pasien dengan operasinya suntikkan ilegal yang bercampur bahan kimia berbahaya untuk membunuh pasien. Serta bekerja sama dengan "bayangan kei"—setelah sekian lama bayangan kei tidak bisa ditangkap kali ini satu pelaku, bisa tertangkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Hawk [The End]
Science Fiction{Buku Pertama: Sekolah Aneh Buku Kedua: Misteri dan Memori Buku ketiga: Black Hawk Buku keempat: Kembali SA Buku Kelima: Penggila Cinta} [Di tulis: 18-07-2021] [Di Update: 17-08-2021] [The End: 21-02-2022] [Genre: Fiksi Ilmiah/Fantasi/Misteri/Aksi]...