16. Rasa Bersalah

14 4 0
                                    

Teh hangat sudah berada di atas meja, segelas teh hangat itu sudah sedari tadi di sana dan sekarang, teh itu mulai mendingin. Seorang pria tengah membaca buku "ramuan obat" dengan seksama sampai lupa dengan teh hangat yang berada di atas meja itu.

  Tamaki datang melihat Yuta membaca buku begitu serius dengan posisi berdiri dan menyandar. Penglihatan mata pria berambut curly tersebut sama sekali tidak mengalihkan pandangannya. Biasanya kalau ada orang masuk ke ruangan apoteker, selalu saja mengalihkan perhatian ke orang yang datang meskipun hanya sebentar.

  Penglihatannya melihat teh hangat di atas meja bahkan minuman tersebut tidak pernah disentuh oleh pemiliknya atau belum saatnya meminum teh. "Seriusan amat bacanya sampai tidak sadar kalau ada teh yang mulai dingin." kata Tamaki angkat bicara sembari melihat teh hangat tersebut membiarkan minuman tergeletak di meja tanpa ada pemilik yang meminumnya.

Yuta masih fokus banget membaca deretan kalimat yang ada di sana. Pikiran Yuta mulai krisis. Ia sama sekali tidak mengalihkan perhatian pada Tamaki, mata hijau tajam membaca setiap kalimat yang ada di sana berharap menemukan nama cairan yang ada di dalam suntikkan tersebut. Yuta sangat khawatir jika ada pasien menerima efek samping dari obat 'HY', nama inisial Yuta sendiri.

"Tehnya keburu dingin tuh kalau kamu nggak minum." Kata Tamaki.

"Kamu minum aja, tehnya. Aku tidak selera." Kata Yuta masih fokus ke buku. Tamaki menoleh pria tersebut dengan kerutan dahinya, tidak sepertinya ia begitu.

  Buku yang ada di hadapan Yuta segera turun dan menampilkan wajah Tamaki menatap serius ke Yuta. Pria berambut curly tersebut sama sekali tidak marah pada Tamaki. Dalam hati Yuta, ia baru sadar tentang alangkah baiknya ia bertanya ke Dokter Asahi di ruangannya tentang suntikkan 'HY'.

"Rileks kan pikiranmu dulu, Yuta kun. Kau dari kemarin seperti memikul banyak beban di bahu mu. Masalah obat itu lagi?" tanya Tamaki membuat Yuta menghela nafas kasar. Ia memberikan buku obat tersebut ke Tamaki sembari menepuk bahu Tamaki. Ia menoleh memerhatikan Yuta berjalan ke meja dan meminum teh yang sudah dingin itu hingga habis.

"Tehnya udah habis. Kalau gitu aku akan pergi untuk menemui seseorang. Kau jaga apotek dulu." kata Yuta tersenyum ke Tamaki lalu pergi dari ruangan itu.

"Yuta! Yuta!" panggil Tamaki ke Yuta. Sayangnya pemuda itu sudah pergi meninggalkannya di ruangan apotek, sendirian. Menghela nafas kasar melihat sikap Yuta sering berubah-ubah.

Tap tap tap!

Suara pijakan kaki terdengar begitu jelas ketika berjalan di lorong rumah sakit. Begitu ramai orang berlalu lalang dan juga anggota medis mengantarkan pasien. Yuta akan bertanya banyak hal pada Dokter Asahi, ia takut kalau feelingnya benar kalau suntikkan tersebut tertukar atau malah sudah terpakai. Yuta melewati kamar yang di dalam kamar tersebut ada gadis remaja berusia 18 tahun, korban kecelakaan.

  Kini gadis itu sudah baik-baik saja dan di suruh untuk pulang kembali.
Dokter Asahi tersenyum sumringah ke gadis itu, "hari ini kau boleh pulang dan buatlah orang di sekitarmu senang."

"Terima kasih dokter. Berkat dokter, kakiku tidak apa-apa dan sembuh seperti sedia kala." jawab gadis tersebut tersenyum senang. Berkat seorang dokter seperti Asahi, gadis itu sangat berterima kasih. Ia sekarang, pamit pulang ke Dokter Asahi dibalas anggukan pria muda tersebut.

Di sisi lain Yuta ingin memegang kenop pintu ruangan Dokter Asahi, saat ingin di sentuhnya, tangan itu menjauh dan menoleh melihat Dokter Asahi berjalan ke ruangannya. Tersenyum melihat Yuta.

"Hallo Yuta." sapa Dokter Asahi ramah dibalas anggukkan oleh Yuta lalu salam.

"Hai Dokter Asahi." balasnya. Ekor matanya bergerak ke kanan kiri mencoba mencari topik pembicaraan yang pas.

Black Hawk [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang