14. Solusi

12 5 0
                                    

Gelembung-gelembung datang menghampiri wajah pria yang menatap kosong ke depan. Salah satu gelembung mendekat di pipi Yuta dan meletup di sana membuat si pemilik pipi, tersadar dan menoleh melihat Ena tengah asik meniup gelembung.

"Yuta-kun! Jangan diam aja main atau jalan-jalan kek." kata Ena tersenyum dan meniup gelembung sebanyak-banyaknya. Yuta menghela nafas panjang dan bangkit berdiri, memasukkan kedua tangan di saku jaketnya.

"Kamu masih meniup gelembung? Bagaimana bisa aku jalan-jalan? Dan meninggalkanmu di sini." kata Yuta membuat Ena menghentikan meniup gelembung menatap pria muda yang tampan di depannya. Pikiran Ena pergi kemana-mana dan membuat pipi wanita itu memerah bak tomat.

Kedua alis bertaut melihat pipi Ena memerah setelah mendengar ucapannya. "Kau sakit?" sontak saja Ena menggeleng cepat dan berkata cepat penuh kegugupan, "ti-ti-tidak Yuta kun, aku baik-baik saja."

"Kau mau jalan-jalan? Ya sudah, a-aku akan menyimpan gelembung ini di sakuku." lanjutnya cepat, menutup wadah gelembung tersebut dan menaruh di sakunya. Lalu mereka berdua berjalan berdua mengelilingi taman.

  Cuaca yang amat cerah membuat pemandangan terlihat indah ditambahkan dengan angin sepoi-sepoi yang tidak henti-hentinya berhembus. Suasana yang amat tenang membuat pikiran Yuta sedikit bebas. Namun, di sisi lain ia masih kepikiran semalam. Wadah obat semalam yang berada di almari Dokter Asahi seperti wadah yang ia gunakan pembuatan obat di laboratorium itu. Dan isinya masih ada.

  Ena yang mencuri pandang ke Yuta, bertanya-tanya karena tidak seperti biasanya Yuta pendiam banget kayak gini. Ya, walau Ena belum tahu sifat sepenuhnya Yuta dan bisa dibilang di pandangan Hanami Ena, Yuta adalah pria cuek tapi peduli. Hanya itu, tidak ada yang lain.

"Apa ada masalah?" tanyanya disepanjang perjalanan mereka. Yuta menoleh ke Ena yang ternyata sedari tadi, ia memerhatikan dirinya.

"Hmm, tidak." balasnya singkat.

"Kau serius? Tapi wajahmu tidak menunjukkan kalau jawabanmu, serius." kata Ena tidak percaya dan menatap ke depan melihat orang-orang menjalani aktivitas mereka.

   Mereka berdua mampir di sebuah cafe sederhana untuk membuat pikiran sedikit rileks. Ena tidak henti-hentinya memerhatikan Yuta yang sedari tadi diam. Pria itu sama sekali tidak ada niatan untuk angkat bicara tentang permasalahan obat yang dibuatnya telah hilang. Obat itu telah beroperasi bebas di rumah sakit tanpa izin serta di salah gunakan untuk orang yang tidak bersalah.

Jika obat tersebut berhasil ke tangan pasien maka Yuta akan menanggung resiko sangat berat. Hati Yuta dari kemarin sudah tidak enak dan enggan berbicara jujur. Ia melihat Ena tengah mengaduk kopi dengan melamun dan muka bete karena sedari tadi Yuta mengabaikan Ena.

   Dan juga, masalah kasus penyelundupan obat ilegal Kei telah mengusik pikiran Yuta semenjak membaca koran malam itu. "Ena? Aku mau bicara denganmu."

"Bicara soal apa?"

"Soal obat buatanku itu. Dan sebelumnya maafkan aku telah membohongimu, Ena." kata Yuta meminta maaf ke Ena membuat firasat wanita itu berubah menjadi tidak enak kalau Yuta berkata seperti itu.

"Sebenarnya obat itu..." jeda Yuta, ekor matanya bergerak ke kanan kiri bertanda kebingungan telah merasuki tubuh Yuta, berbicara hal ini. Ia tidak tahu, bagaimana respon Ena mendengar kalau obat yang dibuat Yuta di laboratorium tersebut hilang dan berpindah tangan ke orang lain.

Mana mungkin Yuta menjawab kalau  obat tersebut telah berpindah tangan ke Dokter Asahi. Ena masih menunggu Yuta angkat bicara masalah buatan obat tersebut, "ada apa dengan obat buatan mu?" tanya Ena yang tidak sabar mendengar tentang obat tersebut.

Black Hawk [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang