M.S 19

20.9K 561 10
                                    

Sedari pagi Nara dengan sabarnya  menunggu kedatangan Arkan, karena pria itu kemarin sudah berjanji Kalau akan datang dan mengajaknya pergi membeli cincin untuk acara lamaran. Tapi sampai jam 2 siang Arkan malah tidak kunjung datang 

“Nduk, tolong anterin ini kerumahnya budhe Rima yo” dari arah dapur, Indira datang menghampiri Nara dengan membawa paperbag 

Nara kemudian bangkit dari duduknya dan melangkah menghampiri ibunya “itu apa?"

“Budhe Rimamu kemarin mesen Daster di Yu Darmi, tapi dia nggak pernah sempet ngambil. Jadi ibu ambilin, tolong anterin ya" setelah mengatakan itu dia memberikan paperbagnya ke Nara

“emang dasternya sebagus itu ya, sampe mesen-mesen belinya. Kan di pasar  juga banyak yang lebih bagus-bagus dengan berbagai pilihan bentuk dan warna" ujar Nara

“fungsi pakai, dari dasternya Sendiri nggak begitu penting. Karena yang paling penting itu bisa pamerin ke orang-orang...Bayangin kalau dasternya harga 6 juta, ya pasti di pamerin sampe dasternya sobek-sobek ” balas Dira

Nara lantas tertawa mendengarnya “yang gampang di bikin susah, yang susah di bikin tamba susah...” setelahnya dia pergi untuk mengantarkan baju milik budhenya

Setelah sampai di rumah budhenya, karena pintu dapur terbuka lebar dia lebih memilih melewati pintu itu “assalamualaikum, budhe?"

“waalaikumsalam. Oh Nara, Tumben, sini masuk..." pas sekali Rima juga sedang mengiris sayur di dapur “makan Ra, lauknya budhe cuman ikan goreng. Ini baru mau nyayur” ujarnya

“iya budhe, ini mau nganterin baju daster yang budhe pesan di Budhe Darmi” Nara meletakkan paper bag yang di pegang di atas meja makan

“lo kok itu bisa  sama kamu”

“di ambilin sama ibu, soalnya budhe nggak pernah sempet ambil di tempatnya Budhe Darmi” kata Nara

“oalah...Eh, Ra kamu beneran yakin mau Nerima lamarannya Arkan?" Tanya Rima tiba-tiba

“kenapa aku harus nggak yakin budhe?" Nara malah balik bertanya

“yo kamu Ndak tau aja, sebelum kamu datang. Yu Mona ibunya Arkan tu, ngebet banget mau jadiin Dokter Laura sebagai mantu...emang kalau kamu nikah sama Arkan, kamu bisa cocok sama mertuamu? Tau sendiri kan mertua sama ipar itu jahatnya ngalahin ibu tiri, Ra...Yoh budhe Lo ngerasa ni sendiri pahitnya kayak gi mana " ujarnya

“kalau gitu, setelah nikah aku sama mas Arkan  tinggal di rumahnya ibu aja" kata Nara dengan cengirannya

“mana boleh, itu malah cari masalah namanya. Ibumu kan janda, nanti orang-orang bisa bikin prangsangka buruk tentang ibu mu. Si Dira menantunya di deketin ini...itu dan sebagainya" kata Rima

“maksudnya gi mana budhe, aku nggak paham. Di deketin gi mana?" Nara tentu saja kebingungan

“kamu pernah denger skandal menantu laki-laki sama mertua perempuan kan, walaupun ibumu diam ada kalanya dia butuh nafkah batin tapi karena dia takut dosa dan tetap setia sama ayahmu ya dia tahan sendiri. Budhe Lo tau sendiri kalau ibumu galak banget sama laki-laki yang ada niat mau deketin dia, galak Nara asstafirullh pas liat sifatnya yang itu.. Budhe takut sendiri. Tapi kan ya tau sendiri gi mana orang kampung itu, makanya lebih baik kamu tinggal sama mertuamu atau mending tinggal sendiri di rumah milik sendiri nggak perlu ikut mertua "

Nara mulai mengerti satu hal “jadi itu alasannya, kenapa kebanyakan pengantin itu tinggal menetap di rumah orang tua laki-laki dari pada tinggal menetap di rumah orang tua perempuan. Tujuannya untuk menghindari fitnah ya budhe"

“ya masuk akal, tapi budhe juga nggak tau apa-apa soal itu. Yang budhe tau, istri mesti ikut sama suami" kata Rima

“ooo..." Nara hanya mengangguk angguk

Mas Suami ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang