M.S 26

22.1K 558 4
                                    

Siang tadi Mona datang membawa koper berisi pakaian Arkan, dia bisa mengerti bahwa pernikahan yang mendadak tidak akan berakibat baik bagi anak dan menantunya makanya Mona memberi ruang agar lambat laun Nara bisa menerima kehidupan barunya.

“apa nggak sebaiknya sholat berjamaah sama Mas dek?" Arkan yang sudah selesai membentangkan sajadahnya di atas karpet lantas menoleh  menatap istrinya yang malah duduk terdiam di pinggir ranjang

Nara mengalihkan pandangannya menatap Arkan  “mas duluan aja" jawabnya, padahal dia sudah mengenakan mukenah

“lebih cepat, lebih baik kan?. masa sholat di tunda-tunda"

“kalau ngomong terus, mas juga ceritanya lagi nunda sholat" balas Nara

Arkan lagi-lagi harus bersabar dan mengalah Kemudian dia sholat terlebih dahulu. Setelah Arkan, selesai menunaikan sholat magrib kini giliran Nara yang melaksanakan.

Setelah beberapa menit berlalu akhirnya Nara selesai “kalau udah ngerasa laper, makan aja mas...nggak perlu tunggu di suruh-suruh” kata Nara sembari melipat sujadahnya

“iya" jawab Arkan “Dek? Boleh minta waktunya sebentar, mas mau bicara” pintanya

Nara kemudian menyimpan sujadahnya di atas meja kecil baru setelahhnya dia duduk bersila di atas karpet sedang Arkan duduk di tepi ranjang

“mas minta maaf” ucapnya penuh rasa penyesalan, bukan menyesal karena sudah menjadi suami Nara tapi dia menyesalkan dirinya sendiri yang tidak mampu merelakan Nara untuk laki-laki lain

Nara menunduk “Aku nggak pernah bayangin... Bukan pernikahan seperti ini yang ku harepin” ucapnya sendu “kalau itu laki-laki lain, mungkin aku masi bisa nerima" karena dia sudah terlanjur tau tabiat Arkan dari sebelum menikah

Jantung Arkan rasanya seperti di remas begitu kuat tapi dia tetap memaksakan senyumnya

Nara mendongak menatap,  bibir Arkan yang mengukir senyum tipis tapi sorot matanya jelas tidak bisa berbohong. “seandainya waktu itu aku nggak liat mas Arkan  pergi berdua sama Dokter Laura, aku nggak perlu sampe kepikiran tiap malam. Nggak perlu nangis karena harus nikah sama mas Arkan, nggak perlu takut berkeluarga sama mas Arkan" ungkapnya kemudian

Arkan langsung menatap Nara “mas nggak pernah pergi berdua sama dokter Laura Dek” ujarnya keheranan

Jawaban Arkan membuat emosi Nara tersungut “aku liat mas Arkan sama dokter Laura ke sungai. Dua orang dewasa, ke sungai...itu kan tempat sepi. Kalian ngapain aja di sana?, Sebenarnya aku nggak bakal permasalahin mas ngelakuin itu sama perempuan lain. Sama sekali nggak, asal itu sebelum mas Arkan ada omongan mau ngelamar aku. Mas Arkan nganggep aku lelucon? Udah ngelamar aku tapi Masi ada hubungan sama perempuan lain ” Nara tersenyum meremehkan Arkan, dia tidak takut karena sedang berada di rumahnya sendiri. Sekalian saja bertengkar kalau bisa, biar sifat asli Arkan keluar dan ibunya bisa Melihat seperti apa laki-laki yang dia anggap sempurna untuknya ini

“sampe detik ini, mas nggak pernah ngelakuin itu sama perempuan manapun dek. Waktu itu mas juga cuman niat buat antarin dokter Laura ke sungai, cuman itu. Mas sama dia nggak ngelakuin  hal yang aneh-aneh" elak Arkan

“emang ada saksi dan bukti?, Semua orang kan bisa bohong. Lagian baik banget nganterin  ke sungai kaya nggak ada orang lain aja”

“kamu bisa tanya Dokter Laura secara langsung”

“itu aib, mana ada orang yang mau jujur”

“mas udah bicara jujur, tapi kamu nggak mau percaya. Mas harus kaya gi mana lagi?, Kenapa hari itu kamu nggak Dateng dan mastiin sendiri supaya nggak timbul kesalah pahaman kaya gini”

Mas Suami ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang