M.S 27

23.3K 563 29
                                    

Satu hari berlalu akhirnya Arkan sudah kembali pulih dari demamnya, Nara tidak bisa membayangkan seberapa manjanya Arkan ketika sedang sakit. Bukan manja yang menyusahkan tapi lebih ke manja minta di peluk dan di cium setiap waktu

Ketika selesai menyirami tanaman di kebun belakang Nara duduk untuk mengistirahatkan diri. Matanya tidak bisa di ajak kompromi saat ini, sebab dia ingin selalu melirik ke arah Arkan yang sedang  menacangkul tanah

Tubuh atletis suaminya itu semakin sedap di pandang ketika di penuhi oleh keringat

“ini mah nggak cabul, cuman heran aja. Soalnya dia kayak gigolo"

Ketika Arkan menoleh menatapnya, Nara langsung cepat-cepat buang muka dan melihat ke sana kemari tetapi ketika kembali menoleh dia malah gelagapan karena Arkan Masi betah melihatnya.... karena terlanjur malu dia kembali mengedarkan pandangannya

Karena Arkan sudah kembali mencangkul lagi Nara kemudian menunduk melihat kaos milik Arkan yang dia genggam karena penasaran kumudian dia menghirup  aromanya

“nduk Nara?, ibumu ada di dalam rumah?"

Nara dan Arkan sontak menoleh “iya budhe" jawab Nara langsung bangkit dari duduknya

Mendengar perkataan istrinya Arkan tentu saja bertanya-tanya. Lalu dia segera  menghampiri Nara, sedang wanita paru baya tadi sudah melangkahkan kakinya menuju ke pintu dapur

“loh dek, ibu kan pergi" seingat Arkan ibu mertuanya sedang pergi, tapi kenapa istrinya malah mengiyakan ketika di tanyai soal ibu Dira

“oh iya, asstafirullh. Kenapa nggak ngomong dari tadi" Nara menepuk jidatnya lalu berlari menghampiri tetangganya tadi “budhe, ibuku tadi pergi"

Wanita paru baya itu terdiam “tadi bilangnya ada" ujarnya tersenyum aneh

“hehe, lupa budhe. Maaf ya" Nara mengulas senyum malu karena tindakannya

Wanita paru baya itu melirik Arkan “ya wajar sih, budhe juga nggak bakal pokus kalau punya suami kayak si Arkan. Masi pagi nih mumpung rumah sepi pengantin baru kok malah di luar rumah, kalau budhe sih, udah ta kurung di dalam kamar seharian” godanya “budhe pulang dulu ya" setelahnya dia pamit pulang

Nara kembali menghampiri Arkan “masi belum cukup mas?” dia bertanya soal tanah yang di cangkul Arkan, lalu kemudian ikut duduk di sebelah suaminya.  bahkan matanya mencuri kesempatan melirik dada bidang suaminya

“masuk aja duluan. Bentar lagi bedengannya cukup kok” ujarnya

Nara tentu saja merasa tidak enak hati, itu kan bukan perkejaan Arkan Karena uang hasil dari kebun jelas milik ibunya

Setelah selesai akhirnya keduanya masuk ke dalam rumah, dari pada mandi keduanya lebih memilih langsung memburu kipas angin. “mas nggak pernah liat kamu telponan sama si Arsyad...Arsyad itu?"

Nara menoleh ke belakang “aku kan nggak ada hape"

“hape mas kan, hape kamu juga"

“mas nyuruh aku telponan sama laki-laki lain?"

“enggak gitu, mas cuman mau kasi kamu ruang...”

“ruang apa?" Cibir Nara “aku udah putus sama dia”

Arkan cukup di buat terkejut, tetapi di lain sisi dia merasa senang. Akhirnya istrinya tidak harus menjalin hubungan dengan laki-laki lain

“jadi nggak usah berharap aku telponan sama dia lagi ”lanjut Nara, toh dia memang tidak menjalin hubungan dengan siapapun. Arsyad hanya teman kuliahnya yang selalu jadi tameng jika ada laki-laki yang mau mendekatinya

Mas Suami ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang