Bonus Chapter

122 11 19
                                    

Chapter ini pake sudut pandang Nathan
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Bagian lo udah selesai, Than?"

Gue menatap layar laptop dengan jiwa yang setengah tertidur, menggeleng pada Felix yang juga bertanya dengan nada mengantuk. Hari sabtu yang sebenarnya adalah hari libur, nampaknya gak berlaku untuk kita-para mahasiswa Loen. Semuanya saat ini sibuk mengejar deadline yang terlampau mepet.

"Belom. Gak ada ide."

"Sama! break dulu kali, ya? lanjut besok lagi."

"Yaudah, kita kan masih ada tugas matkul lain juga. Jadi menurut gue, project kita sampai sini dulu aja."

"Anjir...iyaya, tugas kita bukan ini doang. Loen udah gila! semua matkul masa ngasih tugasnya keroyokan, numpuk di hari yang sama." Felix membuang napas,"Sedih banget gak sih? hari libur gini, kita masih nugas."

"Ya, mau gimana lagi?"

"Gak bisa gini!" Cowok berambut pirang gondrong itu menggebrak meja. Walau gue dan dia berada di tempat yang berbeda, gue masih bisa merasakan getaran emosinya lewat zoom meeting ini, "Lo emangnya gak ada jadwal nge-date sama Si Vano? gue liatin itu bocah santai-santai aja pergi ke luar."

"Dia? Hari ini kerja."

"Itu, dia kerja?"

"Nganter anak-anak muridnya lomba."

"Oh..." Felix kemudian tertawa renyah.

"Apa?"

"Enggak...gue cuma nggak habis pikir aja...lo bisa-bisanya pacaran sama Vano. Dia itu dulu topik gibahan kita, kan? Dulu lo sampe ogah banget ngedenger nama dia."

"Oh, jadi lo mau cuci tangan? yang pertama kali ngebahas Vano bukannya elo?"

"Gimana hubungan kalian?"

"Jangan ngalihin topik."

Felix menyembunyikan kepalanya dari tangkapan kamera laptop seraya mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya, isyarat damai.

Gue mendengus sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Felix, "Baru jalan sebulan."

Wajah Felix muncul kembali di layar. Tersenyum sumringah, "Hoo...semoga langgeng, deh. Kalo lo diapa-apain, lapor ke gue pokoknya."

"Oke." Gue membulatkan tangan, "Ini...udahan, kan? mau end meeting?"

"Oh ya, end aja."

"Gue end meeting, ya. Makasih."

"Thank you juga."

Meeting ended

Tepat usai menutup sesi meeting, gue termenung memikirkan obrolan barusan. Gara-gara Felix menyinggung soal Vano, gue ikut bertanya-tanya, bagaimana bisa gue dan Vano jadi sedekat ini? Terlebih lagi, punya hubungan spesial.

Dulu, bagi gue, Vano hanyalah seorang cowok rendahan yang hobinya memainkan hati perempuan. Setiap minggunya pasti ada aja mahasiswi yang masuk ke dalam perangkapnya, dan berakhir dicampakkan. Kalau dihitung-hitung kasus patah hati di lingkungan kampus udah mencapai angka belasan bahkan lebih.

Bukan semuanya ulah Vano, sebagiannya ulah dua orang mahasiswa lain. Seingat gue, namanya Satria dan Mahendra. Intinya, mereka bertiga ada di tim yang sama. Sama-sama bejat pula. Mentang-mentang punya wajah rupawan, mereka bisa seenaknya mencicipi mahasiswi Loen dari berbagai jurusan. Kalau kata Felix, penyalahgunaan ketampanan.

To be With U [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang