Cerita Jeremi

129 30 41
                                    

Gue melangkah dengan tergesa-gesa menyusuri lorong rumah sakit sambil menenteng tas berisi pakaian. Dari kejauhan gue melihat Dehan dan Jeremi sedang duduk di bangku, keduanya tidak ada yang berbicara. Apalagi Jeremi, dia menatap pintu ruang gawat darurat. Tatapannya kosong, baju dan rambutnya sedikit basah, selain itu ada bercak darah di lengan bajunya. Kondisinya kacau balau.

"Van." menyadari kemunculan gue, Dehan bangkit--hanya Dehan, sedangkan Jeremi bergeming, bahkan dia sama sekali gak memandang gue. Wajah Dehan lesu, namun berusaha keras menutupinya. "Sori, manggil lo ke sini."

"Santai." Pundak Dehan gue tepuk-tepuk lalu memandang lurus ke arah Jeremi.

Lantas Dehan menghela napas panjang dan menggeleng, "Coba lo ngomong sama dia. Tadi dia gak mau ngobrol sepatah kata pun pas gue tanya."

Gue mencoba berbicara sama Jeremi. Pakaian yang sengaja gue bawa dari rumah, diberikan ke dia, "Jer, ganti baju dulu yuk. Biar gak masuk angin."

Gak dijawab. Dia juga gak menoleh. Gue mengernyitkan dahi lalu melempar pandangan ke Dehan, "Kan, dari tadi juga gitu. Pusing gue, Van."

"Woi," Di tengah situasi ini, suara berat dari arah timur seakan menggerakkan gue untuk menolehkan kepala. Ternyata ada satu orang lagi yang ditelepon Dehan buat dateng ke rumah sakit. Rama, dia dateng dengan tas ransel berukuran besar. Dadanya naik turun, kayak habis lari maraton, "Kak Jere mana?"

Dehan yang berdiri menghalangi Jeremi otomatis mundur, biar Rama bisa ngeliat. Junior kita memberikan isyarat, kenapa? jawaban dari kita cuma gelengan kepala.

"Coba lagi." Tanpa mengeluarkan suara, mulut Rama bergerak; menyuruh gue atau Dehan untuk menyadarkan Jeremi dari lamunan tak berujung.

"Jer." Gue sekali lagi nyoba ngobrol sama Jeremi. Rambut coklat terangnya gue usap-usap secara halus, "Baju lo basah, jangan nunggu kering sendiri. Besok lo gak ada jadwal kuliah? kalo absen gara-gara sakit sayang, bro. Ini, gue bawain lo baju, ganti yuk."

Dia menoleh. Matanya memerah dan sembab. Gue, Dehan, sama Rama udah sedikit seneng, mengira berhasil membujuk cowok jurusan psikologi itu, sayangnya....

"Enggak...gue nunggu di sini..."

"Jer, ganti baju gak nyampe lima menit."

Jeremi menggeleng keras.

"Jer, udah...jangan kayak gini," timpal Dehan. "Ganti baju dulu, oke? nanti lo sakit, gak bisa minum es lagi."

"Gue gak mau!" Untuk pertama kalinya Jeremi mengeluarkan intonasi tinggi. Perawat yang lewat sampai menghentikan langkahnya, cuma buat memberikan tatapan judes."Sori..."

Cowok itu menundukkan kepalanya lalu kedua tangan yang kotor terkena darah, mengacak-acak rambut hingga berantakan.

Rama yang gak sabaran, berdecak. Kakinya melangkah sampai di hadapan Jeremi. Kemudian kejadian yang sangat plot twist terjadi, Rama mengangkut badan Jeremi kayak karung beras.

"R-ram, Ram! turunin," seru orang yang diangkut. Panik.

"Bacot, mau gue banting pake tenaga dalem? udah lo diem aja." Rama ngebales seruan Jeremi.

"Turunin jancuk!"

"Gak ah, kalo gue turunin lo gak bakalan mau ganti baju pasti. Apa mau gue yang bukain baju lo? sini sama om."

"Sinting, gue bisa sendiri!"

"Bener ya?"

"Iya!"

"Janji ya."

"Iya, gusti. Sumpah kita diliatin pasien laen!"

Sekitar empat sampai lima pasien melongo ngeliatin aksi bar-bar dua anak muda. Gue sama Dehan refleks memalingkan muka, berdiri membelakangi mereka. Pura-pura gak kenal dan sok sibuk. Sedangkan itu, Rama menurunkan Jeremi sesuai kesepakatan, "Nih, gue turunin. Sana pergi ke kamar mandi."

To be With U [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang